Menurut kamus Munjib dan Kamus Lisanul ‘Arab, Manaqib adalah ungkapan
kata jama’ yang berasal dari kata Manqibah artinya Atthoriqu
fi al jabal, jalan menuju gunung atau dapat diartikan dengan sebuah
pengetahuan tentang akhlaq yang terpuji, akhlaqul karimah. Dari pengertian ini manaqib dapat diartikan
sebuah upaya untuk mendapatkan limpahan kebaikan dari Allah SWT dengan cara
memahami kebaikan-kebaikan para kekasih Allah yaitu para Aulia. Sebab Para wali
dicintai oleh Allah dan para wali sangat cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
(Yuhibbuunallah wayubibbuhum).
Sebagaimana ditulis dalam al-Qur'an :
{
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَسَوْفَ يَأْتِي
اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ أَعِزَّةٍ
عَلَى الْكَافِرِينَ يُجَاهِدُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا يَخَافُونَ لَوْمَةَ لَائِمٍ
ذَلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ } [المائدة:
54]
"Hai orang-orang yang beriman,
barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun
mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mu'min, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan
yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah,
diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. (Al Maidah (5): 54)
Ensiklopedi Islam mengartikan manakib sebagai sebuah
sejarah dan pengalaman spiritual seorang wali Allah Swt. yang di dalamnya
terdapat cerita-cerita, ikhtisar hikayat, nasihat-nasihat serta peristiwa-peristiwa
ajaib yang pernah dialami seorang syekh. Semuanya ditulis oleh pengikut tarekat
atau para pengagumnya dan dirangkum dari cerita yang bersumber dari
murid-muridnya, orang terdekatnya, keluarga dan sahabat-sahabatnya (Ensiklopedi
Islam: 152).
Jadi, manakib adalah kitab sejarah atau autobiographi
yang bersifat hagiografis (menyanjung) karena manaqib dibaca bertujuan dijadikan teladan
bagi pembacanya disamping juga tujuan tabarruk (mengharap berkah) dan tawassul
(membuat perantara pembaca dengan Allah).
Mendekati Allah dengan cara mendekati orang-orang yang
dicintai Allah adalah sesuai dengan firman Allah swt dalam Surat Luqman: 15:
{وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ
فَأُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ } [لقمان: 15]
“.... dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku,
kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang
telah kamu kerjakan.”
Tafsir al Qurthuby mengartikan “anaba ilayya” kembali
kepada-Ku (Allah swt) yaitu kembali kepada jalan para Nabi dan orang-orang
sholeh. Dengan demikian maka mengikuti jalan orang-orang sholeh apalagi para
ulama dan aulia merupakan anjuran Allah dan Rasul-Nya.
{أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ
يَحْزَنُونَ } [يونس: 62]
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Yunus: 62)
Dalam al-Quran sendiri banyak ayat-ayat yang
menjelaskan tentang kisah-kisah orang-orang tertentu. Ada kisah para
Nabi, kisah para rasul, umat terdahulu, para wali dan lain-lain yang semuanya
itu merupakan manaqib
dan perlu diambil pelajaran darinya.
Dalam al-Qur’an Surat Hud ayat 120 digambarkan
bagaimana suatu manaqib
membawa pelajaran penting bagi umat manusia : “ Dan semua kisah dari
rasul-rasul Kami ceriterakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami
teguhkan hati kamu, dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta
pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”.
Pada ayat ini disebutkan ada tiga gambaran
bagaimana sebuah manaqib
berfaidah bagi umat yang datang kemudian, yaitu:
1. Dapat meneguhkan hati orang-orang
beriman
2. Mendatangkan kebenaran dalam
segala hal, baik ucapan, pikiran maupun prilaku.
3. Menjadi bahan pelajaran dan
peringatan bagi kaum yang beriman.
Sejalan dengan tujuan di atas, dalam banyak ayat
dijelaskan pentingnya melakukan penelitian terhadap sejarah, baik dari
al-Qur’an, as-Sunnah maupun sumber-sumber yang lainnya. Ayat dimaksud antara
lain adalah sebagai berikut:
{وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا
عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَنْ يَأْتِيَ
بِآيَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ فَإِذَا جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ
هُنَالِكَ الْمُبْطِلُونَ (78) اللَّهُ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَنْعَامَ لِتَرْكَبُوا
مِنْهَا وَمِنْهَا تَأْكُلُونَ } [غافر: 78، 79]
“ Dan Sesungguhnya Telah kami utus
beberapa orang Rosul sebelum kamu, di antara mereka ada yang kami ceritakan
kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak kami ceritakan kepadamu.
tidak dapat bagi seorang Rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin
Alloh; Maka apabila Telah datang perintah Alloh, diputuskan (semua perkara)
dengan adil. dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang
batil. Allohlah yang menjadikan binatang ternak untuk kamu, sebagiannya untuk
kamu kendarai dan sebagiannya untuk kamu makan” (al-Mu’min / ghofir: 78-79).
Dikuatkan pula dengan ayat 164-165 surat an-Nisa
sebagai berikut:
{وَرُسُلًا قَدْ قَصَصْنَاهُمْ عَلَيْكَ مِنْ قَبْلُ وَرُسُلًا لَمْ
نَقْصُصْهُمْ عَلَيْكَ وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا (164) رُسُلًا مُبَشِّرِينَ
وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ
وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا } [النساء: 164، 165]
“ Dan
(Kami Telah mengutus) rosul-rosul yang sungguh Telah kami kisahkan tentang
mereka kepadamu dahulu, dan rosul-rosul yang tidak kami kisahkan tentang mereka
kepadamu. dan Alloh Telah berbicara kepada Musa dengan langsung. Mereka kami
utus selaku rosul-rosul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar
supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Alloh sesudah diutusnya
rosul-rosul itu. dan adalah Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Mencintai orang-orang beriman yang sentiasa taat
kepada Allah, sangat besar pahalanya. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:
Sesungguhnya kelak pada Hari Kiamat Allah
akan berfirman, “Di mana orang- orang yang saling mencintai kerana
keagungan-Ku? Pada hari ini Aku akan memberikan naungan kepadanya dalam
naunganKu di saat tidak ada naungan kecuali naunganKu”
Diriwayatkan hadis dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW
bersabda:
"Demi Allah, kalian tidak akan masuk
syurga sehingga kalian beriman. Tidak sempurna keimanan kalian sehingga kalian
saling mencintai. Adakah kalian mahu aku tunjukkan sesuatu, yang mana jika
kalian melakukannya nescaya kalian akan saling mencintai? Sebarkanlah salam di
antara kalian! (HR. Muslim).
Dalil yang dimaksudkan di dalam hadis ini adalah sabda
Rasulullah SAW, “Tidak sempurna keimanan kalian sehingga kalian saling
mencintai”. Hadis ini menunjukkan tentang besarnya pahala saling mencintai
kerana Allah.
قال رسول الله صلىالله عليه وسلم مَنْ وَرَّخَ مُسْلِمًا
فَكَأَ
نَّمَا اَحْيَاهُ
وَمَنْ زَارَ عَالِمًا فَكَأَ نَّمَا زَارَنِى وَمَنْ زَارَنِى بَعْدَ وَفَاتِى وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِى. روه ابو داود
وترمذى
“Barang siapa membuat tarekh (Biografi) seorang muslim, maka sama dengan
menghidupkannya. Dan barang siapa ziarah kepada seorang Alim, maka sama dengan
ziarah kepadaku (Nabi SAW). Dan barang siapa berziarah kepadaku setelah aku
wafat, maka wajib baginya mendapat syafatku di Hari Qiyamat. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Hadis dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW
bersabda:
"Sesiapa pun tidak akan merasakan manisnya iman,
sehingga ia mencintai seseorang hanya kerana Allah semata . (HR. Bukhari).
Hadis dari Abu Dzar yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
Abu Dawud, dan Ibnu Hibban, ia berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana jika ada
seseorang yang mencintai suatu kaum tapi tidak mampu beramal seperti mereka?
Rasulullah SAW bersabda, “Engkau wahai Abu Dzar, akan bersama siapa sahaja yang
engkau cintai.” Abu Dzar berkata; maka aku berkata, “Sungguh, aku mencintai
Allah dan RasulNya.” Abu Dzar mengulanginya sebanyak satu atau dua kali.
Hadis Muadz bin Anas Al-Jahni bahawa Rasulullah SAW
bersabda:
"Barangsiapa yang memberi kerana Allah, menolak
kerana Allah, mencintai kerana Allah, membenci kerana Allah, dan menikah kerana
Allah, maka bererti ia telah sempurna imannya." (HR.
Al- Hakim).
Manifestasi Cinta kerana Allah
1.Disunahkan orang yang mencintai saudaranya kerana
Allah untukmemberitahukan cintanya kepada orang yang dicintainya . Abu Dawud
dan At-Tirmidzi meriwayatkan bahawa Nabi SAW bersabda: Jika seseorang
mencintai saudaranya kerana Allah, maka kabarkanlah bahwa ia mencintainya.
2.Disunahkan mendoakan saudara yang dicintainya ketika
tidak bersamanya . Diriwayatkan bahawa Nabi SAW bersabda: "Barang
siapa yang mendoakan saudaranya pada saat ia tidak bersamanya, maka malaikat
yang diamanahkan untuk menjaga dan mengawasinya berkata, “Semoga Allah
mengabulkan; dan bagimu semoga mendapat yang semisalnya.” (HR.
Muslim).
3.Disunahkan meminta doa dari saudaranya . Abu Dawud
dan Tirmidzi meriwayatkan bahawa Umar bin Khatab berkata: Aku meminta izin
kepada Nabi SAW untuk umrah, kemudian beliau memberikan izin kepadaku dan
bersabda: “Wahai saudaraku, engkau jangan melupakan kami dalam doamu.”
4.Disunahkan mengunjungi orang yang dicintai, duduk
bersamanya, saling menjalin persaudaraan, dan saling memberi kerana Allah,
setelah mencintai-Nya . Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya ada seseorang yang mengunjungi
saudaranya di kota lain. Kemudian Allah memerintahkan Malaikat untuk
mengikutinya. Ketika malaikat sampai kepadanya, ia berkata, “Engkau hendak ke
mana?” Orang itu berkata, “Aku akan mengunjungi saudaraku di kota ini.”
Malaikat berkata, “Apakah ada hartamu yang dikelola olehnya?” Ia berkata,
“Tidak ada, hanya saja aku mencintainya kerana Allah.” Malaikat itu berkata,
“Sesunggunya aku adalah utusan Allah kepadamu. Aku diperintahkan untuk
mengatakan bahwa Allah sungguh telah mencintaimu sebagaimana engkau telah
mencintai saudaramu itu karena Allah.”
5. Senantiasa berusaha membantu memenuhi keperluan
saudaranya dan bersungguh-sungguh menghilangkan kesusahannya . Hal ini
berdasarkan hadis Mutafaq 'alaih dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda:
"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lain, ia tidak
akan menzaliminya dan tidak akan membiarkannya binasa. Barangsiapa berusaha
memenuhi keperluan saudaranya maka Allah akan memenuhi keperluannya.
Barangsiapa yang menghilangkan kesusahan dari seorang muslim maka dengan hal
itu Allah akan menghilangkan salah satu kesusahannya kelak di Hari Kiamat.
Barangsiapa yang menutup aib seorang muslim maka Allah akan menutup aibnya di
Hari Kiamat."
6. Disunahkan menemui orang yang dicintai dengan
menampakkan (menzahirkan) perkara yang disukainya untuk menggembirakannya .
Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitab As-Shagir, Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa
yang menemui saudaranya yang muslim dengan menampakkan perkara yang disukainya
kerana ingin membahagiakannya, maka Allah akan memberikan kebahagiaan kepadanya
di Hari Kiamat."
7. Disunahkan seorang muslim menemui saudaranya dengan
wajah yang berseri-seri . Diriwayatkan dari Abu Dzar, ia berkata; Rasulullah
SAW bersabda: "Janganlah meremehkan kebaikan sedikit pun, walau sekadar
bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri" (HR.
Muslim).
8. Disunahkan seorang muslim memberikan hadiah kepada
saudaranya , berdasarkan hadist bahwa Rasulullah saw bersabda: "Kalian
harus saling memberi hadiah, maka kalian akan saling mencintai." (HR.
Bukhari).
9. Disunahkan menerima hadiah yang diberi saudaranya
dan membalasnya . Dasarnya adalah hadis daripada Aisyah riwayat Bukhari, ia
berkata: “Rasulullah SAW pernah menerima hadiah dan membalasnya. “
Termasuk memberikan balasan hadiah yang setimpal adalah jika seorang muslim
mengatakan kepada saudaranya, “Jazakallah Khairan”, artinya semoga Allah
membalasmu dengan kebaikan. Tirmidzi meriwayatkan dari Usamah bin Zaid,
bahwa Rasulullah SAW bersabda: Barangsiapa diberi kebaikan kemudian ia
berkata kepada orang yang memberi kebaikan, “Jazakallah Khairan” (semoga Allah
membalasmu dengan kebaikan), makasungguh dia telah memberikan pujian yang
sangat baik.
10.Harus berterima kasih kepada orang yang telah
memberikan kebaikan kepadanya. Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir, ia berkata;
Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang tidak mensyukuri nikmat yang
sedikit, maka ia tidak akan dapat mensyukuri nikmat yang banyak. Barangsiapa
yang tidak dapat bersyukur kepada orang, maka ia tidak akan dapat bersyukur
kepada Allah. Membicarakan nikmat Allah adalah sama dengan bersyukur. Dan tidak
membicarakan kenikmatan bererti mengingkari nikmat. Berjemaah adalah rahmat,
bercerai berai adalah azab."
11.Disunahkan membela saudaranya untuk mendapatkan
kemanfaatan dari suatu kebaikan atau untuk memberikan kemudahan dari suatu
kesulitan . Diriwayatkan bahawa Rasulullah SAW jika didatangi peminta- minta
(pengemis), maka baginda suka berkata: "Belalah dia, maka kalian akan
diberikan pahala. Dan Allah akan memutuskan dengan lisan nabiNya tentang
perkara yang ia kehendaki." (HR. Bukhari).
12.Wajib memberi kemaafan terhadap saudaranya .
Diriwayatkan Ibnu Majah bahawa Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa
yang mengajukan permintaan maaf kepada saudaranya dengan suatu alasan tapi ia
tidak menerimanya, maka ia akan mendapat kesalahan seperti kesalahan pemungut
pajak."
13.Wajib menjaga rahasia seorang muslim . Diriwayatkan
Abu Dawud dan Tirmidzi dari Jabir, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Jika
seseorang berkata kepada orang lain dengan suatu perkataan kemudian ia menoleh
(melihat sekelilingnya), maka pembicaraan itu adalah amanah”.
14.Wajib memberi nasihat . Imam Muslim telah
mentakhrij dari Abu Hurairah ra., ia berkata; sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda: "Hak muslim ke atas muslim yang lain ada enam . Dikatakan,
“Apa yang enam itu, Ya Rasulallah?” Rasul SAW bersabda, “ Apabila engkau
bertemu dengan saudara muslim yang lain, maka ucapkanlah salam kepadanya;
Apabila ia mengundangmu, maka penuhilah undangannya; Apabila ia meminta nasihat
kepadamu, maka berikanlah nasihat kepadanya; Apabila ia bersin dan mengucapkan
alhamdulillah, maka ucapkanlah yarhamukallah; Apabila ia sakit maka ziarahlah;
Apabila ia meninggal dunia, maka hantarkanlah sampai ke kuburnya. ”
Khatimah Semoga dengan melaksanakan petunjuk
Rasulullah SAW dalam mencintai seorang hamba karenaNya, kita dicintai Allah SWT
sebagaimana hadis dari Umar bin Al-Khathab, bahwa Rasulullah SAW bersabda: Allah
mempunyai hamba-hamba yang bukan nabi dan bukan syuhada, tapi para nabi dan
syuhada tertarik dengan kedudukan mereka di sisi Allah. Para sahabat berkata,
“Wahai Rasulullah, siapa mereka dan bagaimana amal mereka? Semoga saja kami
dapat mencintai mereka.” Rasulullah SAW bersabda, “Mereka adalah suatu kaum
yang saling mencintai nikmat dan kurnia yang diberikan oleh Allah. Mereka tidak
memiliki hubungan nasab dan tidak memiliki harta yang mereka kelola bersama.
Demi Allah keberadaan mereka adalah cahaya dan mereka kelak akan ada di atas
mimbar-mimbar dari cahaya. Mereka tidak berasa takut ketika banyak manusia
berasa takut. Mereka tidak bersedih ketika banyak manusia bersedih.” Kemudian
Rasulullah SAW membacakan firman Allah: Ingatlah, sesungguhnya wali-wali
Allah itu, tidak ada kekhuatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.
Jadi dengan membaca manaqib, Insya Allah merupakan salah satu
jalan tempuh untuk memperoleh rahmat dan karunia Allah dengan cepat. Sebab
dengan manaqib ini
kita dapat mengenal, memahami, serta menyelami karakter serta sifat-sifat
hamba-hamba Allah yang saleh bahkan para wali Allah yang tujuan akhirnya adalah
untuk diteladani. Tentu saja harapannya adalah agar memperoleh keberkahan
dalam kehidupan jasmani dan rohani dunia wal akhirat.
Para sufi dan para ahli tarekat percaya dan yakin
bahwa manaqib
mempunyai manfaat dan tujuan mulia, antara lain:
1) Mencintai dan menghormati zurriyyah (keturunan)
Rosululloh saw. Alloh berfirman:
قل لا اسالكم عليه اجرا الا المودة في القربي
Artinya: Sesunguhnya
Aku tidak meminta kepadamu sesuatu apapun atas seruan-Ku, kecuali kamu berkasih
sayang terhadap keluarga (QS. As-Syura: 23).
Seseorang yang mencintai atau menghormati kepada
sesama keluarga dipuji Alloh, apalagi mencintai dan menghormati keluarga
Rasululloh SAW. Karena para ulama adalah pewaris Nabi, ada sebagian Ulama yang
berpendapat dan hadist yang menerangkan bahwa setiap hamba Allah yang mukmin
yang bertakwa (para shalihin dan Shiddiqin) termasuk keluarga Rasulullah SAW.
2) Mencintai para ulama, solihin dan
para wali. Nabi bersabda:
(من عادي لي وليا فقد اذنته بالحرب (رواه البخاري
Artinya: “Barangsiapa saja yang memusuhi wali-Ku
maka aku umumkan perang kepadanya” (HR Bukhari)
Hadis di atas menjelaskan bahwa Alloh mengancam
dengan tegas akan memerangi kepada siapa saja yang memusuhi wali-Nya.
Sebaliknya tentu saja Alloh mencintai kepada siapa siapa saja yang mencintai
wali-Nya.
3) Mencari barokah dan syafa’at dari
shalihin.
“Rosululloh telah melihat bahwa Ummu
Sulaim sedang mengumpulkan keringat Nabi dalam suatu tempat,
sewaktu Nabi sedang tidur, tiba-tiba Nabi terbangun seraya berkata: “Apa
yang engkau kerjakan hai Ummu Sulaim?” Ia menjawab: Keringatmu ini
akan aku jadikan wangi-wangian yang paling harum”. Dalam riwayat yang lain
dikatakan bahwa Umu Sulaim menjawab: “ya Rosululloh: Aku berharap
barkahnya keringatmu ini untuk anak-anakku”. Berkatalah Nabi kepada Ummu
Sulaim dengan pernyataan yang penuh kesungguhan sambil memuji” Silahkan” (Bukhari Muslim dan Nasa’i)
4) Bertawassul karena Alloh semata. Alloh
berfirman:
يا ايهاالذين امنوا اتقوالله وابتغوا اليه الوسيلة وجاهدوا في سبيله لعلكم تفلحون
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah
kamu kepada Alloh dan carilah jalan yang mendekatkan kepada-Nya dan
berjuanglah kamu di jalan Alloh supaya kamu menjadi orang yang beruntung”
(al-Maidah: 35).
5) Melaksanakan nazar karena Alloh semata,
bukan karena maksiat. Hal ini sesuai dengan hadis Nabi saw.
(من نذر ان يطيع الله فليطعه ومن تذر ان يعصيه فلا يعصيه ( رواه البخاري
“Barang siapa bernazar untuk taat kepada
Alloh taatlah, dan barang siapa yang bernazar untuk ma’siat kepada Allah maka
janganlah ia berma’siat” (HR Bukhari)
6) Menjadi sebab turunnya rahmat Allah SWT
عِنْدَ ذِكْرِ الصَّالِحِينَ تَنْزِلُ الرَّحْمَةُ
"Dengan
menyebut orang-orang shalih, rahmat akan diperoleh"
Hadist
ini, sebagaima dijelaskan oleh Ibnu Hajar Al-‘Asqalani, tidak memiliki asal (la
ashla lahu). Kesimpulan Ibnu Hajar ini disampaikan oleh al-Sakhawi dalam
Maqasid al-Hasanah hal. 298, dan Isma’il al-‘Ajluni dalam Kasyf al-Khafa’ juz
2/70. Hal senada juga disampaikan oleh pengarang kitab al-Jidd al-Hatsits fi
Bayani ma laisa bi Hadits hal 149. Lebih lanjut, al ‘Ajluni mengutip pernyataan
al-‘Iraqi dalam al-Mughni-nya, bahwa makalah ini sebetulnya adalah perkataan
Sufyan bin ‘Uyainah.
Akan
tetapi Ibnu al-Shalah melontarkan pandangan berbeda. Dalam ‘Ulum al-Hadits
beliau mengatakan bahwa hadits ini masih dimungkinkan memiliki asal (sanad)
yang menjadi sandarannya. Dalam kitab tersebut beliau menyampaikan sebuah
riwayat dari Ibnu Umar Isma’il bin Najid. Beliau bertanya terhadap Abu Ja’far
Ahmad bin Hamdan (dimana keduanya termasuk orang yang shalih) “apakah yang
menjadi pendorong (niat) Anda untuk menulis hadist? beliau berkata:
اَلَسْتُمْ تَرَوْنَ/تَرْوُوْنَ أنَّ عِنْدَ ذِكْرِ الصَّالِحِينَ تَنْزِلُ الرَّحْمَةُ ؟
“Apakah
kamu tidak meyakini (meriwayatkan?) bahwa ketika orang-orang shalih disebut
maka rahmat akan turun?” Kemudian Isma’il berkata, “Ya”. Lalu Abu Ja’far
berkata: “Kalau begitu Rasulullah adalah pangkal dari semua orang-orang shalih.
Dari
riwayat ini Ibnu Shalah mencantumkan dua kemungkinan, yaitu apabila lafadz ”تروون” menggunakan wawu dua yang
berarti sebagai fiil mudhari’ (kata kerja) dari masdar (kata dasar) ‘riwayah’,
maka secara global hadits diatas ada dasarnya. Namun apabila menggunakan wawu
satu ”ترون” yang berarti “meyakinkan atau
menyangka”, maka riwayat ini tidak menunjukkan bahwa hadits di atas memiliki
dasar.
Dari
maqalah (atau hadits, menurut sebagian ulama) ini, sepantasnya bagi setiap kaum
muslimin untuk selalu membaca manaqib/biografi
para alim ulama, para shalihin dan auliya agar timbul rasa cinta dan ingin
meniru tindak lakunya, dari itu akan turun rahmat kepanya, sebagaimana di
jelaskan dalam kitab Jala’ al- Afham fi Aqdah al-Awam.
Dalam
sebuah hadits riwayat ad-Dailami didalam Musnad al-Firdaus daripada Sayyidina
Muadz :
ذكر الأنبياء من العبادة وذكر الصالحين
كفارة وذكر الموت صدقة وذكر القبر يقربكم من الجنة
Maksudnya: Mengingati para Nabi adalah ibadah,
mengingati orang-orang sholeh adalah kaffarah (bagi dosa), mengingati mati
adalah sedekah dan mengingati qubur mendekatkan kalian semua kepada
syurga.
Imam as-Sayuthi rahimahUllah menukilkan
dalam "Jami`ush Shoghir" pada hadits ke-4331 bahawa
Junjungan Nabi SAW bersabda:-
"Mengingati / menyebut para nabi termasuk dalam perbuatan ibadah, mengingati
orang-orang sholeh adalah kaffaarah (pelebur dosa kesalahan), mengingati mati
itu adalah sedekah dan mengingati kubur itu mendekatkan kamu dengan
syurga."
Hadits ini
diriwayatkan Imam ad-Dailami dalam "Musnad al-Firdaus"
daripada Sayyidina Mu`adz RA
Muhammad
bin Yunus رحمه الله تعالى berkata: Tiada melihat aku akan sesuatu yang terlebih manfaat
bagi hati daripada mengingati riwayat hidup orang-orang sholeh.
قال سفيان بن عيينة رحمه الله تعالى: عند ذكر
الصالحين تنزل الرحمة
Sufyan bin Uyainah رحمه الله تعالى mengatakan bahawa ketika
menyebut orang-orang sholeh akan bercucuran rahmat.
Imam Junaid al-Baghdadi رحمه الله تعالى pula berkata:
Hikayat
(kisah orang-orang sholeh) itu adalah merupakan tentera dari tentera-tentera
Allah Ta’ala dimana Allah menetapkan hati para auliyaNya dengan kisah-kisah
tersebut. Maka ditanyai oleh orang kepada Imam Junaid: Apakah engkau mempunyai
asas menyokong katamu itu? Maka beliau menjawab: Dalil atau penyokong bagi
kenyataannya itu adalah firman Allah [bermaksud]: Dan semua kisah-kisah
Rasul-rasul itu, kami ceritakan kepadamu (wahai Muhammad), yang dengannya Kami
teguhkan hatimu. (Surah Hud:120).
Semoga dengan menyebut kisah-kisah mereka, akan menambah kecintaan kita kepada mereka. Amin Yaa Robbal 'alamin
Didalam sebuah hadits riwayat daripada Abu Dzar رضي الله عنه, dimana beliau berkata: Wahai Rasulullah! Seorang lelaki mengasihi suatu kaum sedangkan ia tidak mampu ber’amal dengan ‘amalan mereka? Maka baginda صلى الله عليه وآله وسلم bersabda: Engkau, wahai Abu Dzar bersama sesiapa yang engkau kasihi.
Dengan
berpedoman atas hadist ini Mudah-mudahkan kita digolongkan kedalam golongan
auliyaNYA lantaran karena cinta kita kepada mereka. آمين.
Didalam kitab Jala adh-Dholaam ‘ala ‘Aqidatil Awwam
disebutkan: Ketahuilah, seyogia bagi setiap muslim yang menuntut kelebihan dan
kebaikan (dari Allah Ta’ala) bahwa dia mencari baraakah, nafaahat, maqbulnya
doa dan turunnya rahamaat pada auliya’ didalam majlis perhimpunan mereka, sama
ketika mereka masih hidup atau telah wafat, ketika berada disisi kubur mereka
atau ketika berziarah atau ketika menyebut keutamaan mereka dan membaca manaqib mereka.
Syeikh Abu Ishaq Ibrahim bin Ahmad Ismail Al-Khawwash
(wafat 291H) berkata: “Obat hati ada lima perkara: Membaca Al Quran dengan tadabbur
(merenungkan isi dan maknanya), mengosongkan perut (yakni dengan berpuasa atau
mengurangkan makan), bangun malam beribadat, tadharru’ di waktu sahur, dan
berkumpul dengan orang-orang sholeh”
Selain itu tersebut di dalam kitab Risalah
al-Mustarsyidin karya al-Muhasibi yang ditahqiq dan diberi komentar oleh Syeikh
‘Abdul Fattah Abu Ghuddad. Di dalam kata pendahuluan Syeikh ‘Abdul Fattah Abu
Ghuddad di dalam cetakan ketiga, beliau ada menyentuh mengenai membaca riwayat
orang sholeh juga boleh mengobati hati.
Al-faqir bawakan sedikit disini. Untuk lebih lanjut
bisa rujuk kitab bersangkutan, Antara yang beliau sebut adalah: Imam Junaid
al-Baghdadi رضي الله عنه pula berkata: Hikayat (kisah orang-orang sholeh) itu
adalah merupakan tentera dari tentera-tentera Allah Ta’ala dimana Allah
menetapkan hati para auliyaNya dengan kisah-kisah tersebut. Maka
ditanyai oleh orang kepada Imam Junaid: Apakah engkau mempunyai dalil yang
mendukung ucapanmu itu? Maka beliau menjawab: Dalil atau penyokong
bagi kenyataannya itu adalah firman Allah:
وَكُلًّا نَّقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنۢبَآءِ ٱلرُّسُلِ مَا
نُثَبِّتُ بِهِۦ فُؤَادَكَ
Dan tiap-tiap berita dari berita Rasul-rasul itu, kami
ceritakan kepadamu (wahai Muhammad), untuk menguatkan hatimu dengannya. (Surah
Hud:120).
Al-Imam Abu Hanifah رضي الله عنه berkata: Hikayat-hikayat
mengenai para ulama dan kebaikan mereka, lebih aku sukai daripada banyaknya
ilmu fiqh, kerana hikayat-hikayat ini memuatkan adab-adab dan akhlak
mereka.
Dan dalil yang mendukung hal tersebut adalah firman
Allah:
أُو۟لَـٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ هَدَى ٱللَّهُ ۖ فَبِهُدَىٰهُمُ
ٱقْتَدِهْ
Artinya:Mereka (Nabi-nabi) itulah, orang-orang yang
telah diberi petunjuk oleh Allah, maka turutlah olehmu (wahai Muhammad) akan
petunjuk mereka (al-An’am: 90)
لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُو۟لِى
ٱلْأَلْبَـٰبِ
Artinya: Demi sesungguhnya, kisah Nabi-nabi itu
mengandungi pelajaran yang mendatangkan iktibar bagi orang-orang yang mempunyai
akal fikiran. (Yusuf: 111)
Muhammad bin Yunus berkata: Tiada melihat aku akan
seuatu yang terlebih manfaat bagi hati daripada mengingati riwayat hidup
orang-orang soleh.
Sufyan bin Uyainah رضي الله عنه mengatakan bahawa ketika
menyebut orang-orang sholeh akan bercucuran rahmat.
Duduk bersama orang-orang sholeh atau mendengar
percakapan (nasihat) mereka atau mendengar hadits dari mereka atau membaca manaqib dan keutamaan
mereka adalah daripada perkara yang membuat hati tenang dengannya, dada menjadi
lapang dan membaikkan akhlaq dan ‘amalan.
Berkata al-Hafidz al-Qurasyi رحمه الله تعالى pada pembukaan kitab beliau
al-Jawahir al-Mudhiyyah, beliau berkata: Segolongan daripada salaf dalam
mentafsirkan firman Allah Ta’ala yang bermaksud: “Ketahuilah dengan dhikrullah
itu, tenang tenteramlah hati-hati manusia”. Ianya adalah menyebut para
shahabat Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم yang telah hasil bagi mereka kemuliaan seperti ini, kerana:
mereka pernah melihat Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم , ilmu yang mereka raih dan
mereka telah mengikuti Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم dengan sebaik-baiknya. Para
tabi’in juga memiliki kemuliaan yang sedemikian, maka dengan menyebut
mereka tenteramlah dengannya hati-hati. Dan demikian juga orang-orang yang
sesudah mereka yang mengikuti mereka sebaik-baiknya sehingga hari kiamat.
(tamat petikan tulisan Syeikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah)
Di dalam kitab Jala adh-Dholaam ‘ala ‘Aqidatil Awwam
pula disebutkan: Ketahuilah! Sayogia bagi setiap muslim yang menuntut
kelebihan dan kebaikan (dari Allah Ta’ala) bahwa dia mencari barakah, nafahat,
makbulnya doa dan turunnya curahan rahmat pada auliya’ di dalam majlis
perhimpunan mereka, samada ketika mereka masih hidup atau telah meninggal
dunia, ketika berada disisi kubur mereka atau ketika berziarah atau ketika
menyebut keutamaan mereka dan membaca manaqib mereka.
Dan di dalam di dalam kitab Ainul Adab was Siyasah,
halaman 158, disebutkan: Sayyiduna Umar bin al-Khattab رضي الله عنه berkata: “Hendaklah kalian
mendengar cerita-cerita tentang orang-orang yang memiliki keutamaan, kerana hal
itu termasuk dari kemuliaan dan padanya terdapat kedudukan dan kenikmatan bagi
jiwa”.
Di dalam kitab tersebut juga, menyebut: Ali bin
‘Abdurrahman bin Hudzail berkata: “Ketahuilah, bahawa membaca kisah-kisah
dan sejarah-sejarah tentang orang yang memiliki keutamaan akan memberikan
kerehatan (kesenangan) dalam jiwa seseorang. Kisah-kisah tersebut akan
melegakan hati serta mengisi kehampaan. Membentuk watak yang penuh semangat
dilandasi kebaikan, serta menghilangkan rasa malas”.
Kata al-Habib ‘Ali bin Muhammad bin Hussin al-Habsyi رضي الله
عنه (pengarang kitab Maulid Simtud Durar): Jika riwayat hidup
kaum ‘arifin dibacakan kepada orang yang beriman, maka keimanannya kepada Allah
akan semakin kukuh. Sebab, kehidupan mereka merupakan cermin daripada
Kitabullah yang didalamnya terkandung ilmu orang-orang terdahulu dan yang
datang kemudian atau gambaran dari hadits-hadits Rasulullah صلى الله
عليه وآله وسلم atau dari pengetahuan yang dia terima langsung dari Nabi صلى الله
عليه وآله وسلم tanpa perantara.
Al-'Arifbillah al-Quthb al-Habib Ahmad bin Hasan
al-Atthas رضي الله عنه sewaktu beliau berada di kota Tarim pada suatu majlis
yang dihadiri oleh banyak orang dari golongan Saadah Bani Alawi dan lainnya.
Setelah selesai pembacaan kitab dan qasidah daripada kalam salaf (para leluhur
ahlulbait terdahulu), beliau رضي الله عنه berkata: Apabila
seseorang merasakan hatinya susah atau anggota badannya terasa malas untuk
melakukan amal kebajikan, maka lihatlah atau bacalah kalam (ucapan) para salaf,
agar hilang perasaan susah dan rasa malas yang ada pada dirinya. Janganlah
seseorang memaksakan diri untuk melakukan hal-hal yang tidak mampu untuk
dilakukan. Bertakwalah kepada Allah semampumu. Bersyukurlah kepada Allah jika
engkau diberi taufiq untuk dapat melakukan amal-amal shaleh.
Dalam kitab/buku Al-Qirthos fi Manaqibil 'Atthos
hal 43., Habib Ali bin Hasan Al-'Aththas menulis, "Di antara hal yang
mendorongku untuk menulis buku ini adalah apa yang disebutkan oleh pengarang
kitab A'malut Tarikh : "Barang siapa menulis tarikh seorang wali
Allah Ta'ala maka kelak di hari kiamat ia akan bersamanya. Dan barang
siapa membaca nama seorang wali Allah dalam kitab tarikh dengan rasa cinta,
maka ia seakan-akan menziarahinya. Dan barang siapa menziarahi wali Allah, maka
semua dosanya akan diampuni Allah selama ia tidak mengganggu seorang muslim pun
dalam perjalanannya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar