BID'AH HASANAH DAN MASHLAHATUR MURSALAH
Perbedaannya terletak pada penamaanya. Menurut
wahabi, amalan yang tidak ada contohnya yang berada
dibawah naungan syari’at disebut maslahah mursalah
sedangkan aswaja menyebutnya sebagai bid’ah
hasanah. Sebagai contoh adalah masalah pembukuan
Qur’an. Wahabi dan aswaja sepakat bahwa pembukuan Al-
Quran tidaklah sesat. Wahabi menyebutnya sebagai
maslahah mursalah sedangkan aswaja menyebutnya
sebagai bid’ah hasanah.
Mungkin Wahabi akan berkata seperti yang biasa mereka
katakan: “Andatidak paham pengertian bid’ah. Bid’ah
itu hanya dalam masalah ibadah. Apa yanganda
contohkan itu bukan masalah ibadah. Jadi, semua
itu tidak bisa disebutbid’ah.”
Kepada mereka kita katakan: “Anda mengatakan bahwa
semua bid’ah sesat. Jika bid’ahhanya pada masalah
ibadah, maka bid’ah yang bukan masalah ibadah
tidak sesat. Jadimana yang benar, semua bid’ah
sesat ataukah tidak semua bid’ah sesat?”
Marikita perhatikan hadits yang selalu digunakan oleh
wahabi untuk menyesatkan amalan-amalan aswaja.
ﻭﺇﻳﺎﻛﻢ ﻭﻣﺤﺪﺛﺎﺕ ﺍﻷﻣﻮﺭﻓﺈﻥ ﻛﻞ ﻣﺤﺪﺛﺔ ﺑﺪﻋﺔ ﻭﻛﻞ ﺑﺪﻋﺔ ﺿﻼﻟﺔ
“Takutlah terhadap hal-hal baru, sebab semua hal baru
adalah bid’ah dan setiap bid’ahadalah sesat.”
Nabi jelas-jelas mengatakan bahwa semua hal yang baru
adalah bid’ah. Beliau samasekali tidak membatasinya
hanya dalam masalah ibadah. Kalimat mana
yangmenunjukan bahwa “kullu” tersebut husus hanya
pada masalah ibadah? Siapa yangmembatasinya
hanya dalam masalah ibadah?
Jawabannya adalah ulama wahabi seperti Sholih Bin Abdul
Aziz dalam kitab Assunah Walbid’ah Juz 1 hlm 3, Abdur
Rohman BinSa’d dalam kitab Assunan Walmubtadi’at Fil
A’yad, juz 1 hlm 2, Walid Bin Rosyiddalam kitab Nashru
Syari’ah Biqom’il Bid’ah, juz 1 hlm 8. Muhammad Bin
Husaindalam kitab Qowa’idu Ma’rifatil Bida’ Juz 1 hlm 6,
dan lain-lain.
Mungkin anda akan mengatakan bahwa yang
menghususkan adalah kalimat “Fi Amrinahadza” dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, sebagai
berikut:
ﻣﻦ ﺃﺣﺪﺙ ﻓﻲ ﺃﻣﺮﻧﺎ ﻫﺬﺍ ﻣﺎ ﻟﻴﺴﻔﻴﻪ ﻓﻬﻮ ﺭﺩ
“Barang siapa membuat amalan baru dalam urusan kita ini
yang tidak termasuk didalamnya maka ia tertolak.”
Tanggapan saya pribadi:
Kalimat “dalam urusan kita, ini” menunjukan bahwa
yang dimaksud adalah urusan yang diajarkan oleh
Rosulluh SAW. Apakah Rosululloh hanya mengajarkan
masalah ibadah saja? Bagaimana menurut anda
mengenai cebok, jual beli, pernikahan, tolaq,hukum
kriminal, tata negara, perbudakan, menyingkirkan duri
dijalan, makan,tidur, adab dengan manusia, Apakah
Rosululloh SAW tidak mengajarkan bagaimana tatacara
melakukan semua itu?
Kita berharap semua tidak belajar menjadi orang bodoh
dengan menjawab bahwa Rosululloh tidak
mengajarkannya. Jadi, semua itu termasuk dalam kalimat
“Fi Amrina Hadza” urusan kita ini.
Dengan demikian kalimat kullu bid’ah dholalah tidak
terbatas dalam masalah ibadah saja melainkan semua hal
baru, baik itu ibadah ataupun bukan. Maka pembukuan al-
quran, pemberian harokat, pembangunan madrasah,
semua itu adalah bid’ah. Perbedaannya hanya dalam
penamaannya saja. wahabi menyebutnya maslahah
mursalah sedangkan aswaja menyebutnya
bid’ahhasanah.
Perbedaannya hanya pada label yang diberikan untuk
amalan tersebut. Wahabi tidak menamainya sebagai
bid’ah. Sedangkan aswaja menyebutnya sebagai
amalan bid’ah. Namun karena amalan tersebut berada
dalam naungansyariat atau memiliki asal dari syari’at maka
disebut bid’ah hasanah.
Mari kita lihat pengertian bid’ah hasanah menurut aswaja
sebagaimana yang dikatakan Al-Imam AbuAbdillah
Muhammad bin Idris al-Syafi’i berkata:
ﺍﻟﻤﺤﺪﺛﺎﺕ ﺿﺮﺑﺎﻥ: ﻣﺎ ﺃﺣﺪﺙ ﻳﺨﺎﻟﻒ ﻛﺘﺎﺑﺎﺃﻭ ﺳﻨﺔ ﺃﻭ ﺇﺟﻤﺎﻋﺎ ﻓﻬﻮ ﺑﺪﻋﺔ ﺍﻟﻀﻠﺎﻟﺔ
ﻭﻣﺎ ﺃﺣﺪﺙ ﻓﻴﺎﻟﺨﻴﺮ ﻟﺎ ﻳﺨﺎﻟﻒ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻓﻬﻮ ﻣﺤﺪﺛﺔ ﻏﻴﺮﻣﺬﻣﻮﻣﺔ.)ﺍﻟﺤﺎﻓﻆ
ﺍﻟﺒﻴﻬﻘﻲ, ﻣﻨﺎﻗﺐ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ, 1/469 )
“Bid’ah (muhdatsat) ada dua macam; pertama, sesuatu
yang baru yang menyalahi al-Qur’anatau Sunnah atau
Ijma’, dan itu disebut bid’ah dlalalah (tersesat) .Kedua,
sesuatu yang baru dalam kebaikan yang tidak menyalahi
al-Qur’an, Sunnah,dan Ijma’ dan itu disebut bid’ah yang
tidak tercela”. (al-Baihaqi,Manaqib al-syafi’i, 1/469).
Jadi bid’ah hasanah adalah amalan baik yang tidak
bertentangan dengan kitab, sunahdan ijma’. Jika amalan
tersebut bertentangan dengan kitab, sunah dan ijma’
makaia disebut bid’ah madzmumah atau bid’ah sayyi’ah
atau bid’ah dholalah.
Selanjutnya mari kita perhatikan pengertian bid’ah
menurut IbnTaimiyah yang dinukil oleh wahabi, sebagai
berikut:
ﻭﺍﻟﺒﺪﻋﺔ: ﻣﺎ ﺧﺎﻟﻔﺖ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺍﻟﺴﻨﺔ ﺃﻭ ﺇﺟﻤﺎﻉ ﺳﻠﻒ ﺍﻟﺄﻣﺔ ﻣﻨﺎﻟﺎﻋﺘﻘﺎﺩﺍﺕ ﻭﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ
“Bid’ah adalah i’tiqod (keyakinan) dan ibadah yang
menyelishi Al Kitab dan AsSunnah atau ijma’ (kesepakatan)
salaf.” (Majmu’ Al Fatawa, 18/346, AsySyamilah).
Mafhumnya, jika sesuatu tersebut tidak bertentangan
dengan kitab, sunah dan ijma’, maka iatidak disebut bid’ah.
Maka amalan yang seperti boleh dilakukan sekalipun
tidakada contoh sebelumnya. Amalan seperti ini disebut
bid’ah hasanah oleh aswaja. Disebut bid’ah karena tidak
ada contoh sebelumnya. Disebut hasanah karena tidakb
ertentangan dengan kitab, sunah dan ijma’.
Dalammajmu’ Fatawi Ibn Taimiyah menukil kalam Imam
Syafi’I tersebut kemudian menyatakan bahwa ada bid’ah
yang hasanah. Kata Ibn Taimiyah:
ﻭﻣﻦ ﻫﻨﺎ ﻳﻌﺮﻑ ﺿﻼﻝ ﻣﻦ ﺍﺑﺘﺪﻉ ﻃﺮﻳﻘﺎ ﺍﻭ ﺍﻋﺘﻘﺎﺩﺍ ﺯﻋﻢ ﺃﻧﺎﻹﻳﻤﺎﻥ ﻻ ﻳﺘﻢ ﺇﻻ ﺑﻪ
ﻣﻊ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﺑﺄﻥ ﺍﻟﺮﺳﻮﻝ ﻟﻢ ﻳﺬﻛﺮﻩ ﻭﻣﺎ ﺧﺎﻟﻒ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﻓﻬﻮ ﺑﺪﻋﺔﺑﺎﺗﻔﺎﻕ ﺍﻟﻤﺴﻠﻤﻴﻦ
ﻭﻣﺎ ﻟﻢ ﻳﻌﻠﻢ ﺃﻧﻪ ﺧﺎﻟﻔﻬﺎ ﻓﻘﺪ ﻻ ﻳﺴﻤﻰ ﺑﺪﻋﺔ . ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﺍﻟﺒﺪﻋﺔﺑﺪﻋﺎﺗﺎﻥ ﺑﺪﻋﺔ
ﺧﺎﻟﻔﺖ ﻛﺘﺎﺑﺎ ﻭﺳﻨﺔ ﻭﺇﺟﻤﺎﻋﺎ ﻭﺃﺛﺮﺍ ﻋﻦ ﺑﻌﺾ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻓﻬﺬﻩ
ﺑﺪﻋﺔﺿﻼﻟﺔ . ﻭﺑﺪﻋﺔ ﻟﻢ ﺗﺨﺎﻟﻒ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﺫﻟﻚ ﻭﻫﺬﻩ ﻗﺪ ﺗﻜﻮﻥ ﺣﺴﻨﺔ
Perhatikan kalimat: “ﻭﺑﺪﻋﺔ ﻟﻢ ﺗﺨﺎﻟﻒ ﺷﻴﺌﺎ ﻣﻦ ﺫﻟﻜﻮﻫﺬﻩ ﻗﺪ ﺗﻜﻮﻥ
ﺣﺴﻨﺔ” (bid’ah yang tidak bertentangan dengan kitab, (Al-
Qur’an), sunah,ijma’ dan atsar, bid’ah tersebut adalah
bid’ah ﺣﺴﻨﺔ (hasanah). Jadi Ibn Taimiyah mengakui adanya
bid’ah hasanah.
Ketahuilah bahwa bid’ah hasanah dalam pandangan
aswaja adalah setiap amalan yang tidak pernah
dilakukan pada zaman Nabi, sahabat dan tabi’in
namun memiliki asal dari syari’at atau dengan kata
lain berada dalam naungan syari’at dan tidak
bertentangan dengan kitab, sunah, dan ijma’.
Dalam pemahaman wahabi amalan seperti itu dinamakan
bid’ah secara bahasa. Namun secara syara’ amalan itu
bukan bid’ah. Jadi pada dasarnya wahabi menerima
adanya bid’ah hasanah, hanya saja mereka tidak mau
menyebutnya sebagai bid’ah hasanah. Sebagai contoh
adalah amalan Ibn Taimiyah sebagaimana yang
diceritakan oleh salah satu muridnya, Umar Bin Ali
Albazzar dalam kitab Manaqib ibn Taimiyah, sebagai
berikut:
ﻓﺈﺫﺍ ﻓﺮﻍ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺃﺛﻨﻰ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﺰﻭﺟﻞ ﻫﻮ ﻭﻣﻦ ﺣﻀﺮ ﺑﻤﺎ ﻭﺭﺩ ﻣﻦ ﻗﻮﻟﻪ
ﺍﻟﻠﻬﻢ ﺍﻧﺘﺎﻟﺴﻼﻡ ﻭﻣﻨﻚ ﺍﻟﺴﻼﻡ ﺗﺒﺎﺭﻛﺖ ﻳﺎ ﺫﺍ ﺍﻟﺠﻼﻝ ﻭﺍﻹﻛﺮﺍﻣﺜﻢ ﻳﻘﺒﻞ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ
ﺛﻢ ﻳﺄﺗﻲ ﺑﺎﻟﺘﻬﻠﻴﻼﺗﺎﻟﻮﺍﺭﺩﺍﺕ ﺣﻴﻨﺌﺬ ﺛﻢ ﻳﺴﺒﺢ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﻳﺤﻤﺪﻩ ﻭﻳﻜﺒﺮﻫﺜﻼﺛﺎ ﻭﺛﻼﺛﻴﻦ
ﻭﻳﺨﺘﻢ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺑﺎﻟﺘﻬﻠﻴﻞ ﻛﻤﺎ ﻭﺭﺩ ﻭﻛﺬﺍﺍﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﺛﻢ ﻳﺪﻋﻮ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ ﻟﻪ ﻭﻟﻬﻢ
ﻭﻟﻠﻤﺴﻠﻤﻴﻦ. ﻭﻛﺎﻥ ﻗﺪ ﻋﺮﻓﺖ ﻋﺎﺩﺗﻪ؛ ﻻ ﻳﻜﻠﻤﻪ ﺃﺣﺪ ﺑﻐﻴﺮ ﺿﺮﻭﺭﺓﺑﻌﺪ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﻔﺠﺮ
ﻓﻼ ﻳﺰﺍﻝ ﻓﻲ ﺍﻟﺬﻛﺮ ﻳﺴﻤﻊ ﻧﻔﺴﻬﻮﺭﺑﻤﺎ ﻳﺴﻤﻊ ﺫﻛﺮﻩ ﻣﻦ ﺇﻟﻰ ﺟﺎﻧﺒﻪ، ﻣﻊ ﻛﻮﻧﻪ ﻓﻲ
ﺧﻼﻟﺬﻟﻚ ﻳﻜﺜﺮ ﻓﻲ ﺗﻘﻠﻴﺐ ﺑﺼﺮﻩ ﻧﺤﻮ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ. ﻫﻜﺬﺍ ﺩﺃﺑﻬﺤﺘﻰ ﺗﺮﺗﻔﻊ ﺍﻟﺸﻤﺲ
ﻭﻳﺰﻭﻝ ﻭﻗﺖ ﺍﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ. ﻭﻛﻨﺘﺄﺳﻤﻊ ﻣﺎ ﻳﺘﻠﻮ ﻭﻣﺎ ﻳﺬﻛﺮ ﺣﻴﻨﺌﺬ، ﻓﺮﺃﻳﺘﻪ
ﻳﻘﺮﺃﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﻭﻳﻜﺮﺭﻫﺎ ﻭﻳﻘﻄﻊ ﺫﻟﻚ ﺍﻟﻮﻗﺖ ﻛﻠﻪ ـ ﺃﻋﻨﻲ ﻣﻨﺎﻟﻔﺠﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﺭﺗﻔﺎﻉ
ﺍﻟﺸﻤﺲ ـ ﻓﻲ ﺗﻜﺮﻳﺮ ﺗﻼﻭﺗﻬﺎ. ﺍﻫـ )ﻋﻤﺮﺑﻦ ﻋﻠﻲ ﺍﻟﺒﺰﺍﺭ، ﺍﻷﻋﻼﻡ ﺍﻟﻌﻠﻴﺔ ﻓﻲ
ﻣﻨﺎﻗﺐ ﺍﺑﻦ ﺗﻴﻤﻴﺔ، ﺹ39-37/ ).
Intidari kisah tersebut adalah setiap selesai sholat shubuh,
Ibn Taimiyah berdzikirsecara jama’ah. Kebiasaan Ibn
Taimiyyah telah maklum. Ia sulit diajak bicarasetelah
sholat subuh kecuali terpaksa.
Perhatikan kalimat:
ﻣﻊ ﻛﻮﻧﻪ ﻓﻲ ﺧﻼﻝ ﺫﻟﻚ ﻳﻜﺜﺮ ﻓﻲ ﺗﻘﻠﻴﺒﺒﺼﺮﻩ ﻧﺤﻮ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ
“Ditengah-tengah dzikir itu, Ibn Taimiyyah seringkali
menatapkan pandangannya kelangit.”
Apakahsaat berdzikir Rosululloh SAW menatapkan
pandangan beliau ke langit? Jika iya,silahkan tunjukan
dalilnya. Jika tidak berarti apa yang dilakukan oleh Ibnu
Taimiyyah adalah murni bid’ah yang dia ciptakan
Perhati kankalimat:
ﻫﻜﺬﺍ ﺩﺃﺑﻪ ﺣﺘﻰ ﺗﺮﺗﻔﻊ ﺍﻟﺸﻤﺲ ﻭﻳﺰﻭﻟﻮﻗﺖ ﺍﻟﻨﻬﻲ ﻋﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ. ﻭﻛﻨﺖ ﺃﺳﻤﻊ ﻣﺎ ﻳﺘﻠﻮ
ﻭﻣﺎ ﻳﺬﻛﺮﺣﻴﻨﺌﺬ، ﻓﺮﺃﻳﺘﻪ ﻳﻘﺮﺃ ﺍﻟﻔﺎﺗﺤﺔ ﻭﻳﻜﺮﺭﻫﺎ ﻭﻳﻘﻄﻊ ﺫﻟﻜﺎﻟﻮﻗﺖ ﻛﻠﻪ ـ ﺃﻋﻨﻲ ﻣﻦ
ﺍﻟﻔﺠﺮ ﺇﻟﻰ ﺍﺭﺗﻔﺎﻉ ﺍﻟﺸﻤﺲ ـ ﻓﻴﺘﻜﺮﻳﺮ ﺗﻼﻭﺗﻬﺎ
"Kebiasaan Ibnu Taimiyah adalah membaca Fatihah
dan mengulang-ulangnya dari fajar hingga matahari
naik. Apakah Rosululloh SAW pernah melakukan hal
itu? membaca fatihah secara berulang-ulang dari
setelah sholat shubuh hingga matahari naik? Jika
iya, silahkan tunjukan dalilnya. Jika tidak, berarti itu
merupakan bid’ah yang diciptakan oleh
IbnTaimiyyah".
Wahab itidak menyebutnya sebagai amalan bid’ah
sekalipun tidak pernah dilakukan oleh Nabi sahabat dan
ulama salaf. Atau menyebutnya bid’ah namun bid’ah
lughowi bukan bid’ah syar’i. Sementara ahlusunah
menyebutnya sebagai bid’ah. Namun karena berada dalam
naungan syari’at dan tidak bertentangan dengan kitab,
sunah dan ijma’, maka bid’ah Ibn Taimiyahdisebut
bid’ah hasanah.
Alhamdulillah Saya beserta kekurangan yang haus akan
ILMU telah mengadakan penelitian dengan melihat kitab-
kitab fiqih dari 4 madzhab. Dari penelitian saya
menghasilkan bahwa seluruh madzhab mengakui adanya
bid’ah hasanah kecuali madzhab Hanbali.
Dalam kitab-kitab fiqih madzhab hanbali, saya tidak
menemukan istilah bid’ah hasanah. Hanya saja mereka
mengakui bahwa tidak semua bid’ah itu sesat. Menurut
Imam Abdulloh Syamsudin Muhammad bin Abil Fath Al-
Hanbali, bid’ah terbagi menjadi dua, bid’ah huda dan
bid’ah dholalah. Ketika menerangkan sunah tholaq dan
kebid’ahannya ia mengatakan:
ﻭﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﻣﻤﺎ ﻋﻤﻞ ﻋﻠﻰ ﻏﻴﺮﻣﺜﺎﻝ ﺳﺎﺑﻖ ﻭﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﺑﺪﻋﺘﺎﻥ ﺑﺪﻋﺔ ﻫﺪﻯ ﻭﺑﺪﻋﺔ
ﺿﻼﻟﺔ ﻭﺍﻟﺒﺪﻋﺔ ﻣﻨﻘﺴﻤﺔ ﺑﺈﻧﻘﺴﺎﻡ ﺃﺣﻜﺎﻣﺎﻟﺘﻜﻠﻴﻒ ﺍﻟﺨﻤﺴﺔ )ﺍﻟﻤﻄﻠﻊ ﻋﻠﻰ ﺃﺑﻮﺍﺕ
ﺍﻟﻤﻘﻨﻊ ﺝ 1ﺹ 334 )
Artinya: "bid’ah adalah perbuatan yang tidak memiliki
contohterdahulu. Bid’ah dibagi menjadi dua, bid’ah huda
dan bid’ah dholalah. Bid’ahjuga terbagi sesuai dengan
pembagian hukum taklifi yang lima. (Al-Mutholi’
‘AlaAbwatil Muqni’ juz 1 hlm 334)" . (Al-Mutholi’ ‘AlaAbwatil
Muqni’ juz 1 hlm 334)
--------
link kitab online
Semoga Allah memberikan rahmat dan hidayahnya kepada
kita semua sehingga dapat tercerahkan setiap pengetahuan
yang kita dapatkan. Aamiin :-)
https://www.facebook.com/groups/MTTM1/permalink/1840079546205597/?comment_id=1840266799520205&ref=notif¬if_t=group_comment¬if_id=1485865886322117
Tidak ada komentar:
Posting Komentar