Amalan, Hizib dan Azimat
عن عبد
الله مولى اسماء قَالَتْ اسماء بنت ابي
بكر هَذِهِ جُبَّةُ رَسُولِ اللهِ ﷺ. فَأَخْرَجَتْ إِلَىَّ جُبَّةً طَيَالَسَةً
كِسْرَوَانِيَّةً لَهَا لِبْنَةُ دِيبَاجٍ وَفَرْجَيْهَا مَكْفُوفَيْنِ
بِالدِّيبَاجِ فَقَالَتْ هَذِهِ كَانَتْ عِنْدَ عَائِشَةَ حَتَّى قُبِضَتْ
فَلَمَّا قُبِضَتْ قَبَضْتُهَا وَكَانَ النَّبِىُّ ﷺ يَلْبَسُهَا فَنَحْنُ
نَغْسِلُهَا لِلْمَرْضَى يُسْتَشْفَى بِهَا. (صحيح مسلم 5530)
Dari
Abdullah Maula Asma’: bahwa Asma’ binti Abu Bakar RA berkata ini adalah pakaian
Rasulullah SAW yang pernah beliau kenakan. Abdullah berkata, asma’
memperlihatkan kepadaku pakaian dengan dua lubang yang berjahit sutra sembari
berkata, pakaiaan ini dulu disimpan oleh Aisyah RA ketika Aisyah RA wafat saya
yang menyimpannya. Kami selalu mencelupkan ke air untuk obat orang yang sakit
dikalangan kami. (HR. Muslim, no. 5530)
Ibnu Umar RA mengalungkan tulisan doa (azimat) pada putranya
قَال
رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ إذِاَ فَزَغَ أَحَدُكُمْ فِي
النَّوْمِ فَلْيَقُلْ أَعُوْذُ بِكَلِمَاتِ اللهِ التَّامَّاتِ مِنْ غَضَبِهِ
وَعِقَابِهِ وَشَرِّ عِبَادِه وَمِنْ هَمَزَاتِ الشَّيْطَانِ وَأَنْ يَحْضُرُوْنَ
فَإِنَّهَا لَنْ تَضُرَّهُ قَالَ وَكَانَ عَبْدُ اللهِ بْنُ عُمَرَ يُعَلِّمُهَا
مَنْ بَلَغَ مِنْ وَلَدِهِ وَمَنْ لَمْ يَبْلُغْ مِنْهُمْ كَتَبَهَا فِي صَكِّ
ثُمَّ عَلَّقَهَا فِي عُنُقِهِ. (سنن الترمذي, رقم 3528)
Rasulullah
SAW pernah bersabda, “apabila salah satu diantara kamu bangun tidur, maka
bacalah (bacaan yang artinya) “aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah SWT
yang sempurna dari kemurkaan dan siksaan-Nya, dari perbuatan jelek yang
dilakukan hamba-Nya, serta dari godaan Setan dan kedatangannya kepadaku”. Maka setan itu tidak akan membahayakan
orang tersebut”. Abdullah bin umar mengajarkan bacaan tersebut kepada
anak-anaknya yang sudah baligh. Sedangkan yang belum baligh beliau
menuliskannya pada secarik kertas kemudian dikalungkan di lehernya. (Sunan
al- Tirmidzi, 3528)
Larangan memakai Tamimah yang tidak terdiri dari ayat al-Quran dan
semisalnya
Mengamalkan doa-doa, hizib dan
memakai azimat pada dasarnya tidak lepas dari ikhtiar seorang hamba, yang
dilakukan dalam bentuk doa kepada Allah SWT melalui amalan itu. Jadi sebenarnya,
membaca hizib, dan memakai azimat, tidak lebih sebagai salah satu
bentuk doa kepada Allah SWT. Dan Allah SWT sangat menganjurkan seorang hamba untuk berdoa kepada-Nya.
Allah SWT berfirman:
ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُم (المؤمن: 60)
“Berdoalah kamu, niscaya Aku
akan mengabulkannya untukmu.” (QS. al-Mu’min: 60).
Ada beberapa dalil dari hadits
Nabi SAW yang menjelaskan kebolehan ini. Di antaranya
adalah:
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ اْلأَشْجَعِيِّ قَالَ كُنَّا نَرْقِي فِي
الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللهِ كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ فَقَالَ اعْرِضُوا عَلَيَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ (رواه مسلم، 4079)
“Dari Awf bin Malik al-Asyja‘i,
ia meriwayatkan bahwa pada zaman Jahiliyah, kita selalu membuat ruqyah (seperti azimat dan
semacamnya). Lalu kami bertanya kepada Rasulullah .bagaimana pendapat Engkau (ya Rasul) tentang hal itu. Rasul
menjawab, “Coba tunjukkan ruqyahmu itu padaku. Membuat ruqyah tidak apa-apa
selama di dalamnya tidak terkandung kesyirikan.” (HR. Muslim [4079]).
“Dalam al-Kalim al-Thayyib, Syaikh Ibnu Taimiyyah menyitir
“Dari Abdullah bin Amr, bahwa Rasulullah J pernah bersabda, “Apabila salah satu
di antara kamu bangun tidur, maka bacalah (bacaan yang artinya) “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah
SWT yang sempurna dari kemurkaan dan siksaan-Nya, dari perbuatan jelek yang
dilakukan hamba-Nya, dari godaan syetan serta dari kedatangannya padaku”. Maka
syetan itu tidak akan dapat membahayakan orang tersebut. Abdullah bin Umar
mengajarkan bacaan tersebut kepada anak-anaknya yang baligh. Sedangkan yang
belum baligh, ia menulisnya pada secarik kertas, kemudian digantung-kan di
lehernya.” (Al-Kalim
al-Thayyib, hal. 33).
==========
Dengan demikian, hizib atau
azimat dapat dibenarkan dalam agama Islam. Memang ada hadits yang secara tekstual mengindikasikan keharaman
menggunakan azimat, misalnya:
عَنْ
عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ. قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ. (مسند أحمد، رقم: 16781)
Dari
Uqbah Bin Amir, Rasulullah SAW bersabda, barang siapa yang mengalungkan azimat
di lehernya maka sungguh orang itu telah berbuat syirik (HR. Ahmad)
Begitu pula
hadis:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ
شِرْكٌ (أخرجه أحمد رقم 3615، وأبو داود رقم 3883، وابن ماجه رقم 3530، والحاكم
رقم 8290 وقال: صحيح الإسناد على شرط الشيخين . والبيهقى رقم 19387. وأخرجه أيضًا
: أبو يعلى رقم 5208 عن ابن مسعود).
“Sesungguhnya ruqyah (pengobatan dengan doa), jimat dan tiwalah
(sejenis susuk daya pikat) adalah perbuatan yang meyebabkan syirik” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, al-Hakim, al-Baihaqi dan Abu
Ya’la)
Ruqyat dan
jimat memiliki beberapa persamaan, diantaranya menjadi penyebab kesyirikan,
keduanya sudah dilakukan dimasa Jahiliyah, dan sebagainya.
Kesyirikan
yang dimaksud sebagaimana yang dilakukan di masa Jahiliyah adalah adanya
keyakinan bahwa jimat itulah yang memberi kesembuhan, mengobati penyakit,
melindungi gangguan syetan dan sebagainya. Artinya mereka telah menyekutukan
Allah dan menjadikan jimat seperti Tuhan.
Namun
Rasulullah menjelaskan diperbolehkannya hal diatas selama tidak mengandung
unsur syirik. Kendatipun hadis di bawah ini hanya menyebut ruqyat namun pada
hakikatnya antara ruqyat dan jimat memiliki kesamaan, yaitu:
كُنَّا نَرْقِي فِي الْجَاهِلِيَّة، فَقُلْنَا:
يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَيْف تَرَى فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ اعْرِضُوا
عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ (أخرجه
مسلم رقم 2200 وأبو داود رقم 3886 وأخرجه أيضًا: ابن حبان رقم 6094 والحاكم رقم
7485 وقال: صحيح الإسناد. والبيهقى رقم 9380 عن عَوْفِ بن مَالِك الأَشْجَعِىِّ)
“Kami melakukan ruqyah saat kami di masa Jahiliyah. Wahai
Rasulullah, bagaimana pendapat anda? Rasulullah menjawab: Berikan ruqyah kalian
padaku. Tidak apa-apa dengan ruqyah, selama tidak mengandung kesyirikan” (HR Muslim, Abu Dawud, Ibnu Hibban dan al-Hakim)
Rasulullah
Saw sendiri membaca ayat-ayat al-Quran saat beliau sakit, sebagaimana dalam
riwayat Aisyah:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ
النَّبِىَّ صلى الله تعالى عليه كَانَ يَنْفِثُ عَلَى نَفْسِهِ فِى مَرَضِهِ
الَّذِى قُبِضَ فِيهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ، فَلَمَّا ثَقُلَ كُنْتُ أَنَا أَنْفِثُ
عَلَيْهِ بِهِنَّ، فَأَمْسَحُ بِيَدِ نَفْسِهِ لِبَرَكَتِهَا (رواه البخارى رقم
5751)
“Rasulullah Saw meniup pada diri beliau sendiri saat beliau
sakit menjelang wafatnya dengan ayat-ayat perlindungan. Ketika sakit beliau
semakin parah maka saya meniupkannya kemudian
saya usapkan dengan tangan beliau, karena keberkahan tangan beliau” (HR al-Bukhari No 5751)
Dari sekian
bayak hadis dalam masalah ini, ahli hadis Amirul Mu’minin fi al-Hadits
al-Hafidz Ibnu Hajar memberi kesimpulan bahwa point utama dalam larangan
tersebut adalah kesyirikan, dan jika tidak ada unsur kesyirikan maka tidak
dilarang. Beliau berkata:
هَذَا كُلّه فِي تَعْلِيق التَّمَائِم
وَغَيْرهَا مِمَّا لَيْسَ فِيهِ قُرْآن وَنَحْوه، فَأَمَّا مَا فِيهِ ذِكْرُ اللهِ
فَلَا نَهْي فِيهِ فَإِنَّهُ إِنَّمَا يُجْعَل لِلتَّبَرُّكِ بِهِ وَالتَّعَوُّذ
بِأَسْمَائِهِ وَذِكْره (فتح الباري لابن حجر ج 9 / ص 210)
“Dilarangnya mengalungkan jimat dalam hadis adalah ketika di
dalam jimat tersebut bukan dari ayat al-Quran. Sementara jika dalam jimat
tersebut terdapat dzikir kepada Allah maka tidak dilarang. Sebab hal itu untuk
mencari berkah dan mencari perlindungan dengan nama Allah dan dzikir kepada
Allah” (Fath
al-Baarii 9/210)
Begitu pula
tafsil dari Ibnu Taimiyah:
وَأَمَّا مُعَالَجَةُ الْمَصْرُوْعِ بِالرُّقَى
وَالتَّعَوُّذَاتِ فَهَذَا عَلَى وَجْهَيْنِ فَإِنْ كَانَتِ الرُّقَى
وَالتَّعَاوِيْذُ مِمَّا يُعْرَفُ مَعْنَاهَا وَمِمَّا يَجُوْزُ فِى دِيْنِ
اْلاِسْلاَمِ أَنْ يَتَكَلَّمَ بِهَا الرَّجُلُ دَاعِيًا للهِ ذَاكِرًا لَهُ
وَمُخَاطِبًا لِخَلْقِهِ وَنَحْوِ ذَلِكَ فَإِنَّهُ يَجُوْزُ أَنْ يَرْقِى بِهَا
الْمَصْرُوْعَ وَيُعَوِّذَ فَاِنَّهُ قَدْ ثَبَتَ فِى الصَّحِيْحِ عَنِ النَّبِى
أنَّهُ أَذِنَ فِى الرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا وَقَالَ مَنِ اسْتَطَاعَ
مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ وَاِنْ كَانَ فِى ذَلِكَ كَلِمَاتٌ
مُحَرَّمَةٌ مِثْلَ أَنْ يَكُوْنَ فِيْهَا شِرْكٌ أَوْ كَانَتْ مَجْهُوْلَةَ
الْمَعْنَى يَحْتَمِلُ أَنْ يَكُوْنَ فِيْهَا كُفْرٌ فَلَيْسَ لأَحَدٍ أَنْ
يَرْقِىَ بِهَا (مجموع الفتاوى ج 24 / ص 277)
“Pengobatan orang yang kesurupan dengan doa maupun perlindungan
diperinci sebagai berikut; jika doa tersebut diketahui maknanya dan
diperbolehkan dalam Islam untuk mengucapkannya, sebagai doa dan dzikir kepada
Alla dan sebagainya, maka diperbolehkan. Sebab telah diriwayatkan dalam hadis
sahih bahwa Rasulullah mengizinkan ruqyat selama tidak mengandung kesyirikan.
Dan bila terdiri dari kalimat-kalimat yang diharamkan, seperti mengandung
kesyirikan, atau tidak diketaui maknanya yang dimungkinkan ada kekufuran, maka
tidak tiperbolehkan melakukan ruqyat dengan cara tersebut” (Majmu’ Fatawa 24/227)
Sebagai
kesimpulan khilaf dalam masalah ini, al-Mubarakfuri berkata:
وَقَدْ اِخْتَلَفَ فِي ذَلِكَ أَهْلُ الْعِلْمِ. قَالَ السَّيِّدُ الشَّيْخُ أَبُو الطَّيِّبِ
صِدِّيقُ بْنُ حَسَنٍ الْقَنُوجِيُّ فِي كِتَابِهِ الدِّينِ الْخَالِصِ:
اِخْتَلَفَ الْعُلَمَاءُ مِنْ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ فَمَنْ بَعْدَهُمْ فِي
جَوَازِ تَعْلِيقِ التَّمَائِمِ الَّتِي مِنْ الْقُرْآنِ، وَأَسْمَاءِ اللهِ
تَعَالَى وَصِفَاتِهِ، فَقَالَتْ طَائِفَةٌ : يَجُوزُ ذَلِكَ، وَهُوَ قَوْلُ
اِبْنِ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، وَهُوَ ظَاهِرُ مَا رُوِيَ عَنْ عَائِشَةَ، وَبِهِ
قَالَ أَبُو جَعْفَرٍ الْبَاقِرُ وَأَحْمَدُ فِي رِوَايَةٍ، وَحَمَلُوا الْحَدِيثَ
يَعْنِي حَدِيثَ اِبْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: سَمِعْت رَسُولَ اللهِ صلى الله تعالى
عليه يَقُولُ إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ رَوَاهُ
أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ وَابْنُ حِبَّانَ وَالْحَاكِمُ وَقَالَ صَحِيحٌ،
وَأَقَرَّهُ الذَّهَبِيُّ عَلَى التَّمَائِمِ الَّتِي فِيهَا شِرْكٌ. وَقَالَتْ
طَائِفَةٌ: لَا يَجُوزُ ذَلِكَ وَبِهِ قَالَ اِبْنُ مَسْعُودٍ وَابْنُ عَبَّاسٍ
وَهُوَ ظَاهِرُ قَوْلِ حُذَيْفَةَ وَعُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ وَابْنِ عُكَيْمٍ،
وَبِهِ قَالَ جَمَاعَةٌ مِنْ التَّابِعِينَ مِنْهُمْ أَصْحَابُ اِبْنِ مَسْعُودٍ
وَأَحْمَدَ فِي رِوَايَةٍ اِخْتَارَهَا كَثِيرٌ مِنْ أَصْحَابِهِ. وَجَزَمَ بِهِ
الْمُتَأَخِّرُونَ وَاحْتَجُّوا بِهَذَا الْحَدِيْثِ وَمَا فِي مَعْنَاهُ (تحفة الأحوذي - ج 5 / ص
349)
“Ulama berbeda pendapat dalam masalah jimat yang berupa ayat
al-Quran, nama-nama Allah dan sifatNya, baik dari kalangan sahabat, tabiin dan
sebagainya. Sekelompok ulama berkata: Boleh, yaitu pendapat Abdullah bin Amr
bin Ash, juga Aisyah, Abu Ja’far al-Baqir dan Ahmad dalam satu riwayat. Mereka
menilai bahwa hadis tentang ruqyat, jimat dan daya pikat syirik, adalah jimat
yang didalamnya ada unsur kesyirikan. Sekelompok ulama yang lain berkata: Tidak
boleh, yaitu pendapat Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Hudzifah, Uqbah bin Amir, begitu
pula sekelompok Tabiin dari murid-murid Ibnu Mas’ud, Ahmad yang dipilih oleh
banyak muridnya. Begitu pula ditegaskan oleh ulama kalangan akhir dan mereka
berhujjah dengan hadis tadi”
(Tuhfat al-Ahwadzi 5/349)
Imam
an-Nawawi berkata:
وَأَمَّا الرُّقَاءُ وَالتَّمَائِمُ قَالَ
فَالْمُرَادُ بِالنَّهْيِ مَا كَانَ بِغَيْرِ لِسَانِ الْعَرَبِيَّةِ بِمَا لاَ
يُدْرَى مَا هُوَ ... وَعَنْ عُتْبَةَ بْنِ عَامِرٍ قَالَ (سَمِعْتُ رَسُوْلَ
اللهِ صلى الله تعالى عليه يَقُوْلُ مَنْ عَلَّقَ تَمِيْمَةً فَلاَ اَتَمَّ اللهُ
لَهُ وَمَنْ عَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللهُ لَهُ) رَوَاهُ الْبَيْهَقِى
وَقَالَ هُوَ اَيْضًا رَاجِعٌ إِلَى مَعْنَى مَا قَالَ اَبُوْ عُبَيْدَةَ قَالَ
وَيَحْتَمِلُ أَنْ يَكُوْنَ ذَلِكَ وَمَا اَشْبَهَ مِنَ النَّهْىِ وَالْكَرَاهَةِ
فِيْمَنْ يُعَلِّقُهَا وَهُوَ يَرَى تَمَامَ الْعَافِيَةِ وَزَوَالَ الْعِلَّةِ
بِهَا عَلَى مَا كَانَتْ عَلَيْهِ الْجَاهِلِيَّةُ وَأَمَّا مَنْ يُعَلِّقُهَا
مُتَبَرِّكًا بِذِكْرِ اللهِ تَعَالَى فِيْهَا وَهُوَ يَعْلَمُ اَنْ لاَ كَاشِفَ
لَهُ اِلاَّ اللهُ وَلاَ دَافِعَ عَنْهُ سِوَاهُ فَلاَ بَأْسَ بِهَا اِنْ شَاءَ
اللهُ تَعَالَى (المجموع ج 9 / ص 66)
“Ruqyah dan jimat, yang dilarang adalah jika terdiri dari jimat
yang tidak menggunakan bahasa Arab atau yang tidak diketahui maknanya.
Sedangkan yang dilarang adalah bagi orang yang menggunakan jimat dan ia
meyakini bahwa yang menyembuhkan dan yang menghilangkan penyakit adalah jimat
tersebut, seperti orang Jahiliyah. Sedangkan jika menggunakan jimat dengan
mengharap berkah dari berdzikir kepada Allah, ia meyakini bahwa tidak ada yang
membuka kesembuhan kecuali Allah dan tidak ada yang menolak penyakit selain
Allah, maka tidak apa-apa menggunakan jimat. InsyaAllah” (Majmu’ 9/66)
اعْرِضُوا
عَلَيَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ (رواه مسلم، رقم: 4079)
Tunjukkan
Ruqyahmu (azimat) itu padaku. Membuat azimat tidak apa-apa selama di dalamnya
tidak terkandung kemusyrikan. (Shahih Muslim, 4079)
Boleh memakai azimat yang terdiri dari ayat-ayat al-Quran dan semisalnya
قَالَ
اِبْنُ حَجَرٍ كَغَيْرِهِ مِنَ الْعُلَمَاءِ مَحَلُّ مَا ذُكِرَ فِي هَذَا
الْخَبَرِ تَعْلِيْقُ مَالَيْسَ فِيْهِ قُرْآنٌ وَنَحْوُهُ أَمَّا مَا فِيْهِ
ذِكْرُ الله فَلَا نَهْيَ عَنْهُ فَإِنَّهُ إِنَّمَا جُعِلَ لِلتَّبَرُّكِ
وَالتَّعَوُّذُ بِأَسْمَائِهِ وَذِكْرِهِ. (فيض القدير، ج 6، ص 180-181)
Ibnu
Hajar dan Ulama yang lain mengatakan, “keharaman yang terdapat pada hadits
tersebut apabila yang di kalungkan itu tidak mengandung ayat-ayat al-quran atau
semisalnya. Apabila yang dikalungkan itu berupa dzikir kepada Allah SWT, maka
larangan itu tidak berlaku, karena hal itu digunakan untuk memohon barakah
serta minta perlindungan dengan nama Allah SWT atau dzikir kepada-Nya” (Faidul
Qadir, Juz 6, Hal 180-181)
----------
==========
Hukum
berobat dengan azimat,rajah, keris dan batu selama mayakini bahwa mu’astirnya
(yang menyembuhkan) adalah Allah adalah boleh.
Hukum
keyakinan diklasifikasikan dalam 4 bentuk:
a.Kalau menyakini bahwa yang menyembuhkan
adalah azimat maka ulama’ sepakat dihukumi kufur.
b.Kalau Menyakini bahwa yang menyembuhkan
adalah azimat atas kekuatan yang di titipkan Allah pada batu tersebut maka
khilaf
-
Pendapat Al-Ashoh tidak dihukumi kufur dan bisa disebut fasiq.
-
Muqobil Ashoh dihukumi kufur.
c.Kalau meyakini bahwa batu tersebut pasti
bisa menyembuhkan dengan ketentuan Allah maka tergolong jahil (orang bodoh) dan
tidak menyebabkan kufur
d.Kalau meyakini bahwa batu tersebut biasanya
bisa menyembuhkan dengan ketentuan Allah maka termasuk golongan yang selamat.
Referensi :
Tuhfah Al-Murid hlm. 58
1.تحفة المريد ص : 58
فمن اعتقد أن الأسباب العادية كالنار والسكين
والأكل والشرب تؤثر فى مسبباتها الحرق والقطع والشبع والرى بطبعها وذاتها فهو كافر
بالإجماع أو بقوة خلقها الله فيها ففى كفره قولان والأصح أنه ليس بكافر بل فاسق
مبتدع ومثل القائلين بذلك المعتزلة القائلون بأن العبد يخلق أفعال نفسه الإختيارية
بقدرة خلقها الله فيه فالأصح عدم كفرهم ومن اعتقد المؤثر هو الله لكن جعل بين
الأسباب ومسبباتها تلازما عقليا بحيث لا يصح تخلفها فهو جاهل وربما جره ذلك إلى
الكفر فإنه قد ينكر معجزات الأنبياء لكونها على خلاف العادة ومن اعتقد أن المؤثر
هو الله وجعل بين الأسباب والمسببات تلازما عادي بحيث يصح تخلفها فهو المؤمن
الناجى إن شاء الله إهـ
Ghoyatu
Talkhish hlm. 206.
1. غاية تلخيص المراد بهامش بغية المسترشدين ص :
206 دار الفكر
(مسألة) إذا سأل رجل آخر هل ليلة كذا أو يوم كذا يصلح
للعقد أو النقلة فلا يحتاج إلى جواب لأن الشارع نهى عن اعتقاد ذلك وزجر عنه زجرا
بليغا فلا عبرة بمن يفعله وذكر ابن الفركاح عن الشافعى أنه إن كان المنجم يقول
ويعتقد أنه لا يؤثر إلا الله ولكن أجرى الله العادة بأنه يقع كذا عند كذا والمؤثر
هو الله عز وجل فهذا عندى لا بأس فيه وحيث جاء الذم يحمل على من يعتقد تأثير
النجوم وغيرها من المخلوقات وأفتى الزملكانى بالتحريم مطلقا وأفتى ابن الصلاح
بتحريم الضرب بالرمل وبالحصى ونحوها قال حسين الأهدل وما يوجد من التعاليق فى
الكتب من ذلك فمن خرافات بعض المنجمين والمتحذلقين وترهاتهم لا يحل اعتقاد ذلك وهو
من الاستقسام بالأزلام ومن جملة الطيرة المنهى عنها وقد نهى عنه على وابن عباس رضى
الله عنهما
Kifayah Al-’Awam hlm. 44
2. كفاية العوام ص: 44
ومن هذا الدليل يعلم أنه لا تاثير لشيئ من النار
و السكين والأكل والإخراق والقطع والشيع بل الله تعالى يخلق الإخراق في الشيئ الذى
مسته النار عند مسها له ويخلق القطع في الشيئ الذى باشرته السكين عند مباشرتها له
ويخلق الشبع عند الأكل والرى عند الشرب فمن اعتقد أن النار محرقة بطبعها والماء
يروى بطبعه وهكذا فهو كافر بإجماع ومن اعتقد أنها محرقة بقوة
(قوله فمن اعتقدالخ) اعلم أن الفرق في هذا المقام
أربعة الأولى تعتقد أنه لا تأثير لهذه الأشياء وإنما التأثيرمع امكان التخلف بينها
وابن أثارها وهذه هي الفرقة الناجية الثانية تعتقد أن لا تأثير لذلك ايضا لكن مع
التلازم بحيث لا يمكن التخلف وهذه الفرقة جاهلة بحقيقة الحكم العادى وربما جرها
ذلك الى الكفر بأن تنكر ما خالف العادة كالبعث الثالة تعتقد أن هذا الأشياء مؤثرة
بطبعها وهذه الفرقة مجمع على كفرها الأربعة تعتقد أنها مؤثرة بقوة أودعها الله
فيها وهذه الفرقة في كفرها قولان الأصح أنها ليست كافر (قوله فهو جاهل) أى وليس
بكافر على الأصح
Majmu’ vol.
IX hlm. 51.
3. مجموع الجزء التاسع ص: 51 المكتبة السلفية
وأما التداوي بالنجاسات غير الخمر فهو جائز سواء
فيه جميع النجاسات غير المسكر هذا هو المذهب والمنصوص وبه قطع الجمهور وفيه وجه
أنه لا يجوز لحديث أم سلمة المذكور في الكتاب ووجه ثالث أنه يجوز بأبوال الإبل
خاصة لورود النص فيها ولا يجوز بغيرها حكاهما الرافعي وهما شاذان والصواب الجواز
مطلقاً لحديث أنس نفرا من عرينة وهي قبيلة ة بضم العين المهملة وبالنون أتوا رسول
الله فبايعوه على الإسلام فاستو خمراً المدينة فسقمت أجسامهم فشكوا ذلك إلى رسول
الله فقال ألا تخرجون مع راعينا في إبله فتصيبون من أبوالها وألبانها؟ قالوا بلى
فخرجوا فشربوا من ألبانها وأبوالها فصحوا فقتلوا راعي رسول الله واطردوا النعم
رواه البخاري ومسلم من روايات كثيرة هذا لفظ إحدى روايات البخاري وفي رواية
"فأمرهم أن يشربوا أبوالها وألبانها" قال أصحابنا وإنما يجوز التداوي
بالنجاسة إذا لم يجد طاهراً يقوم مقامها فإن وجده حرمت النجاسات بلا خلاف وعليه
يحمل حديث "إن الله لم يجعل شفاءكم فيما حرم عليكم" فهو حرام عند وجود
غيره وليس حرامـاً إذا لم يجد غيره قال أصحابنا وإنما يجوز ذلك إذا كان المتداوي
عارفاً بالطب يعرف أنه لا يقوم غير هذا مقامه أو أخبره بذلك طبيب مسلم عدل ويكفي
طبيب واحد صرح به البغوي وغيره فلو قال الطبيب يتعجل لك به الشفاء وإن تركته تأخر
ففي إباحته وجهان حكاهما البغوي ولم يرجح واحداً منهما وقياس نظيره في التيمم أن
يكون الأصح جوازه اهـ
Tuhfah
Al-Muhtaj vol. VI hlm. 163
4. تحفة المحتاج الجزء السادس ص: 163
( فرع ) اقتضى كلامهم وصرح به بعضهم أن الطبيب
الماهر أي بأن كان خطؤه نادرا وإن لم يكن ماهرا في العلم فيما يظهر ; لأنا نجد بعض
الأطباء استفاد من طول التجربة والعلاج ما قل به خطؤه جدا وبعضهم لعدم ذلك ما كثر
به خطؤه فتعين الضبط بما ذكرته لو شرطت له أجرة وأعطي ثمن الأدوية فعالجه بها فلم
يبرأ استحق المسمى إن صحت الإجارة وإلا فأجرة المثل وليس للعليل الرجوع عليه بشيء
; لأن المستأجر عليه المعالجة لا الشفاء بل إن شرط بطلت الإجارة ; لأنه بيد الله
لا غير نعم إن جاعله عليه صح ولم يستحق المسمى إلا بعد وجوده كما هو ظاهر أما غير
الماهر المذكور فقياس ما يأتي أوائل الجراح والتعازير من أنه يضمن ما تولد من فعله
بخلاف الماهر أنه لا يستحق أجرة ويرجع عليه بثمن الأدوية لتقصيره بمباشرته لما ليس
هو له بأهل ومن شأن هذا الإضرار لا النفع
Fatawi
Al-Haditsiyah hlm 316.
5. الفتاوى الحديثية ص : 216 دار الفكر
وأما الفرق بين الكرامة والسحر فهو أن الخارق
الغير المقترن بتحدى النبوة فإن ظهر على يد صالح وهو القائم بحقوق الله وحقوق خلقه
فهو الكرامة أو على يد من ليس كذلك فهو السحر أو الاستدراج قال إمام الحرمين وليس
ذلك مقتضى العقل ولكنه متلقى من إجماع العلماء اهـ
----
Ulama Salaf dan Ibnu Taimiyah memakai azimat
وَقَالَ أَبُوْ دَاوُدَ رَأَيْتُ عَلَى ابْنٍ
لِأَبِى عَبْدِ اللهِ (أَحْمَدِ بْنِ حَنْبَلٍ) وَهُوَ صَغِيْرٌ تَمِيْمَةٌ فِي رَقَبَتِهِ فِي أَدِيْمٍ. قَالَ
ابْنُ مُفْلِحْ: وَكَانَ الشَّيْخُ تَقِيُّ الدِّيْن اِبْنُ تَيْمِيَّةَ رَحِمَهُ الله يَكْتُبُ عَلَى
جَبْهَةِ الرَّاعِفِ (وَقِيْلَ يَآاَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَاسَمَاءُ
اَكْلِعِيْ وَغِيْضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ اْلأَمْرُ (هود، 44) (الآداب الشرعية ، ج 2
ص 307-310)
Abu Dawud
berkata, bahwa aku pernah melihat salah seorang putra imam ahmad bin hambal
mengalungkan azimat yang dibungkus kulit dilehernya. Ibnu muflih berkata, ibnu
taimiyah panutan kaum wahabi menuliskan ayat QS. Hud: 44 didahinya orang yang mimisan
(keluar darah dari hidungnya). (al-Adab al-Syar’iyyah, juz II, hal 307-310)
Di dalam Al-Qur’an ada tuntunan
memakai pusaka orang shaleh(azimat)
وَقَالَ
لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوْتُ فِيْهِ
سَكِيْنَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوْسَى وَآلُ هَارُوْنَ
تَحْمِلُهُ الْمَلاَئِكَةُ (البقرة:248)
“Dan
Nabi mereka berkata, “Sesungguhnya tandanya akan menjadi raja adalah kembalinya
tabut (peti tempat menyimpan kitab taurat) kepadamu. Yang didalamnya ada yang
menenangkan hati dari Tuhanmu dan sisa peninggalan keluarga Musa dan keluarga
Harun. Peti itu dibawa oleh malaikat”. (QS. Al-Baqarah:248)
قَالَ
السَّيِّدْ مُحَمد علوي المالكي: وَهَذِهِ الْبَقِيَّةُ مِمَّا تَرَكَ آلُ مُوْسَى
وَهَارُوْنَ هِيَ عَصَا مُوْسَى وَشَيْءٌ مِنْ ثِيَابِهِ وَثِيَابُ هَارُوْنَ
وَنَعْلَاهُ وَأَلْوَاحٌ مِنَ التَّوْرَاةِ وَطَسْتٍ ذَكَرَهُ اِبْنُ كَثِيْر
وَالْقُرْطُبِى وَالسُّيُوطِى وَالطَّبَرِي. وَهُوَ يَدُلُّ عَلَى التَّوَسُّلِ
بِآثَارِ الصَّالِحِيْنَ اَوِ الْمُحَافَظَةِ عَلَيْهَا اَوِ التَّبَرُّكِ بِهَا. (مَفَاهِيْمُ
يَجِبُ أَنْ تُصَحَحَ، ص 153)
Kata
Sayyid Muhammad Al-Alawi Al-Maliki, yang dimaksud dengan pusaka keluarga Nabi
Musa AS dan Nabi Harun AS ialah tongkat dan Nabi Musa AS, baju Nabi Harun AS,
sandal, lembaran-lembaran Taurat, mangkok sebagaimana disampaikan oleh Ibnu
Katsir, Ibnu Al-Qurthubi, Dan Al-Suyuthi. Hal tersebut menunjukkan bolehnya
bertawassul dengan pusaka orang shaleh atau merawat pusaka tersebut atau
mengharap berkah dengannya. (Mafahim Yajib An Tushahhah, hal 153)
=====
Membuat rajah boleh, adapun syarat-syarat
pembuatan rajah, Syaikhuna aljauhari mengutip riwayat dari guru2nya,beliau
mengatakanseseorang penulis azimat harus memenuhi beberapa syarat diantaranya :
1.dalam
keadaan suci
2.di
tempat yang suci
3.jangan sampai
meragukan keshohihannya/khasiatnya alias harus mantap
4.jangan
ada tujuan sekedar mencoba
5.jangan
melafadzkan pada huruf2 yang tertulis
6.harus
dijaga,jangan sampai terlihat orang lain,atau terlihat binatang tak berakal
atau bahkan terlihat oleh penulis sendiri setelah azimat tersebut selesai
ditulis
7.harus
dijaga jangan sampai terkena sinar matahari
8.ketika
menulis diniati hanya mencari ridlo ALLOH semata
9.jangan
diharokati
10.huruf2nya
jangan sampai ada yang terhapus
11.jangan
diberi titik pada huruf2nya
12.jangan
sampai terkena debu
13.jangan
sampai tersentuh barang2 dari besidan sebagian ulama' menambahkan satu syarat
lagi untuk keshohihan/keampuhan azimat yaitu jangan ditulis setelah ashar dan
ada satu syarat lagi untuk menambah daya magicnya,yaitu penulis harus dalam
keadaan puasa
Referensi
تحفة المحتاج في شرح المنهاج - (ج 2 / ص 133)
وَفِي الْبُجَيْرِمِيِّّ مَا نَصُّهُ قَالَ شَيْخُنَا
الْجَوْهَرِيُّ نَقْلًا عَنْ مَشَايِخِهِ يُشْتَرَطُ فِي كَاتِبِ التَّمِيمَةِ أَنْ
يَكُونَ عَلَى طَهَارَةٍ وَأَنْ يَكُونَ فِي مَكَان طَاهِرٍ وَأَنْ لَا يَكُونَ عِنْدَهُ
تَرَدُّدٌ فِي صِحَّتِهَا وَأَنْ لَا يَقْصِدَ بِكِتَابَتِهَا تَجْرِبَتَهَا وَأَنْ
لَا يَتَلَفَّظَ بِمَا يَكْتُبُ وَأَنْ يَحْفَظَهَا عَنْ الْأَبْصَارِ بَلْ وَعَنْ
بَصَرِهِ بَعْدَ الْكِتَابَةِ وَبَصَرِ مَا لَا يَعْقِلُ وَأَنْ يَحْفَظَهَا عَنْ الشَّمْسِ
وَأَنْ يَكُونَ قَاصِدًا وَجْهَ اللَّهِ فِي كِتَابَتِهَا وَأَنْ لَا يُشَكِّلَهَا
وَأَنْ لَا يَطْمِسَ حُرُوفَهَا وَأَنْ لَا يَنْقُطَهَا وَأَنْ لَا يُتَرِّبَهَا وَأَنْ
لَا يَمَسَّهَا بِحَدِيدٍ وَزَادَ بَعْضُهُمْ شَرْطًا لِلصِّحَّةِ ، وَهُوَ أَنْ لَا
يَكْتُبَهَا بَعْدَ الْعَصْرِ وَشَرْطًا لِلْجُودَةِ ، وَهُوَ أَنْ يَكُونَ صَائِمًا
ا هـ
PENGOBATAN ALTERNATIF (Hasil Bahtsul
Masaail PCNU Mojokerto)
Deskripsi Masalah : Faktor ketidak berhasilan pengobatan
medis, keterbatasan dana yang dimiliki, atau sugesti kepercayaan semata pada
orang pintar, telah menjadikan perhatian orang beralih ke sistem pengobatan
alternatif / tradisional, antara lain : memanfaatkan asma Allah, suwuk, hinga
sebutan "ruqyah syari'ah" memindahkan wujud penyakit ke binatang
(kambing) atau telur hewan unggas (angsa / banyak), mengubur benda ke dalam
tanah, nangap orang membaca manqib Syeh abdul Qodir Al Jaelani, mencari
pasangan sihir dengan memperbantukan jaran kepang, mengikuti saran sesajen
dukun perewangan, mendatangkan jin mahluq tertentu agar masuk ke tubuh orang
dan dalam alam ketidak sadarannya jin itu memberikan saran pengobatan. Praktek
pengobatan dengan melalui kondisi ketidak sadaran beriring pembacaan Ayat-ayat
Al Quran telah menjadi ciri : Ruqyah Syari'ah dan sejenisnya. Kondisi tersebut
berbeda dengan praktek pembiusan total pra operasi (bedah klinis) atau pingsan
alami.
Pertanyaan : a. Pengobatan alternatif menempuh cara
yang bagaimana dibenarkan oleh hukum islam ?
Jawaban : Adalah setiap cara yang tidak
bertentangan dengan syari'at islam.
Prinsip
pengobatan Alternatif dalam Islam adalah :
- Bila
menggunakan bacaan-bacaan : - bacaanya tidak dirubah
- Tidak
mengandung unsur syirik kepada Allah.
- Bila
menggunakan obat-obatan : - tidak dari unsur yang najis
- Tidak
berdampak negatif
- Bila
menggunakan zimat dan tamimah : - tidak dari unsur yang najis
- Tidak
berdampak negatif
1. هامش فتح الوهاب ج 2 ص 151
(مسألة : فى اقسام السحر وحكمه) السحر أنواع : منها السحر
قوم نسوا للأفلاق والكواكب تأثيرا لكونه آلهة او ان الاله أعطاها قوة نافذة فى
العالم وفوض تجبيره اليها, ومنها سحر أصحاب الأوهام الزائمين ان الانسان
يبلغ بالتصفية ف القوة الى حيث يقدر على الايجاد والاعدام ولاحياء ولاماتة وقلب
الاشكال وكلا النوعين كفر عملا وتعلما, ومنها التخييلات الآخذة بالعيون وهى بالشعوذة
وما يجرى مجراها مناهار الامور العجيبة بواسطة ترتيب الآلات هندسية وخفة اليد
والاستعانة بخواص الأدوية والاحجار وليست كفرا واطلاق السحر عليها تجوز وفى
التحريم ان لم يترتب عليها مفسدة خلاف. ومنها الاستعانة بالأرواح الرضية بواسطة الرياضة
وقرأة العزائم ال حيث يخلق الله تعالى عقب ذلك على سبيل جرى العادة بعض خوارق وهذا
النوع قالت معتزلة انه كفر لأنه لايمكن معه معرفة صدق الرسل عليه صلاة وسلم للا
لتباس, ورد بأن العادة الالهية جرت بصرف المعارضين للرسل عن اظهار خارق ثم التحقيق
ان يقال ان كان من يتعاطى ذلك خيرا متشرعا فى كامل ما يأتى ويدر وكان من يستعين به
من الأرواح الخيرة وكانت عزائمه لا تخالف الشرع وليس فيما يظهر على يده من الخوارق
ضرر شرعى على أحد فليس ذلك من السحر بل من الاسرار والمعون والا فهو حرام ان تعلمه
ليعمل به بل يكفر ان اعتقد حل ذلك فان يتعلمه ليتوقاه فمباح والا فمكروه. اهـ .
b. Upaya
prefentif apa perlu disiagakan agar tidak terjadi pengorbanan aspek aqidah
keimanan baik oleh fasilitator atau pasien / keluarga yang memerlukan
pengobatan ?
Jawaban : Menjelasklan kepada pasien bahwa
pengobatan alternatif ini hanya usaha, semua Allah-lah yang menentukan
1. تيجان الدررى ص 5 – 6
والحاصل أن من اعتقد أن الأسباب العادية كالنار
والسكين والأكل والشرب تؤثر في مسببتها كالحرق والقطع والشبع والرى بذاتها فهو
كافر بالإجماع أو بقوة جعلها الله فيها ففى كفره قولان والأصح انه ليس بكافر بل
فاسق مبتدع ومثل القائلين بذلك المعتزلة القائلون بأن العبد يخلق افعال نفسه
الإختيارية بقوة خلقها الله فيه فالأصح عدم كفرهم لاقرارهم بأن قدرة العبد على ذلك
من الله تعالى ومن اعتقد ان مؤثر هو الله تعالى لكن جعل بين الأسباب ومسببتها
تلازما عقليا بحيث لا يصح تأخرها فمتى وجد السبب فهو جاهل ومن اعتقد أن المؤثر هو
الله وان بين الأسباب وسبباتها تلازما عاديا بحيث يصح تأخرها فهو المؤمن الناجى ان
شاء الله تعالى فالأقسام اربعة .....الخ
c.
Pemasangan rajah / wifik / azimat, penagkal dan penyajian uba rampe berjenis
bunga, jajan pasar, rupa-rupa nasi perdukunan dan sebagainya apakah tergolong
ikhtiar yang dibenarkan oleh syariat Islam ?
Jawaban : Sama dengan jawaban sub a. , Ibarat sama
dengan sub a.,( Kumpulan Bahtsu Lirboyo).
.
d. Benarkah
keris, besi kuning, akik, atau benda lainnya bisa di puasa-i, bisa mempunyai
kekuatan tertentu, dan bolehkah kita mempergunakannya ?
Jawaban d : Tidak punya kekuatan, tetapi hanya
keistimewaan saja.
Referensi :
Um Al
Barohin
Fath al
wahhab Juz : 2 Hal : 151
Hamisy fath
al wahhab Juz : 2 Hal : 151
وفي أم البراهين صحيفة ما نصه :
يعني أن الوحدانية في حقه تعالى تشتمل على ثلاثة
أوجه أحدها نفي الكثرة في ذاته تعالى ويسمى الكم المتصل ، الثاني نفي النظر له جل
وعز في ذاته أو في صفة من صفاته ويسمى الكم المنفصل الثالث انفراده تعالى بالإيجاد
والتدبير العام بلا واسطة ولا معالجة فلا مؤثر سواه تعالى في أثر ما عموما قال جل
من قائل (إنا كل شيء خلقناه بقدر). (قوله والتدبير) هو النظر في عواقب الأمور لتقع
على كل وجه الأكمل وهو بهذا المعنى محال في حق الله تعالى فيراد بالتدبير في حقه
تعالى لازمه وهو إيقاع الأمور على وجه الأكمل (قوله بلا واسطة) يحتمل أن يراد بها
الآلة كالقدوم وبالنسبة للنجار ويحتمل أن يراد بها القوة التي أثبتها من قال
:" إن الأسباب العادية تؤثر بقوة أودعها الله فيها ويحتمل إرادتها معا وهو
أولى .
وفي هامش فتح الوهاب جزء 2 صحيفة 151 ما نصه :
(مسئلة : في أقسام السحر وحكمه) السحر أنواع : منها سحر
قوم نسبوا للأفلاك والكواكب تأثيرا لكونها آلهة أو أن الإله أعطاها قوة نافذة في
العالم وفوض تدبيره إليها . ومنها سحر أصحاب الأوهام الزاعمين أن الإنسان يبلغ
بالتصفية في القوة إلى حيث يقدر على الإيجاد والإعدام والإحياء والإماتة وقلب
الأشكال وكلا النوعين كفر عملا وتعلما . ومنها التخييلات الأخذة بالعيون وهي الشعوذة وما
يجري مجراها من إظهار الأمور العجيبة بواسطة ترتيب الألات الهندسية وخفة اليد
والإستعانة بخواص الأدوية والأحجار وليست كفرا وإطلاق السحر عليها تجوز وفي
التحريم إن لم يترتب عليها مفسدة خلاف . ومنها الإستعانة بالأرواح الأرضية بواسطة
الرياضة وقراءة العزائم إلى حيث يخلق الله تعالى عقب ذلك على سبيل جري العادة بعض
خوارق وهذا النوع قالت المعتزلة :" إنه كفر لأنه لا يمكن معه معرفة صدق الرسل
عليهم الصلاة والسلام للإلتباس ". ورد بأن العادة الإلهية جرت بصرف المعارضين
للرسل عن إظهار خارق ثم التحقيق أن يقال إن كان من يتعاطى ذلك خيرا متشرعا في كامل
ما يأتي ويذر وكان من يستعين به من الأرواح الخيرة وكانت عزائمه لا تخالف الشرع
وليس فيما يظهر على يده من الخوارق ضرر شرعي على أحد وليس ذلك من السحر بل من
الأسرار والمعونة وإلا فهو حرام إن تعلمه ليعمل به بل يكفر إن اعتقد حل ذلك فإن
تعلمه ليتوقاه فمباح وإلا فمكروه إهـ
Dalam
ajaran Islam ada sebuah istilah yang boleh jadi dapat membuat momok bagi
penganut agama lain atau orang Islam sendiri dengan istilah “kafir”. Dewasa
ini aksi pengkafiran terhadap kelompok atau golongan yang dipandang sebagai lawan
dan berbeda keyakinan dan penafsiran terhadap ajaran agama seolah-olah telah
dianggap lumrah. Sikap pengkafiran ini lahir sebagai upaya untuk
mendiskreditkan pihak yang dianggap sebagai lawan. Padahal sebagaimana yang
telah kita ketahui bersama, bahwa menuduh orang lain kafir berarti menghalalkan
harta benda dan darahnya.
===========
Referensi
الآداب
الشرعية - (ج 3 / ص 94)
وَذَكَرَ
الْإِمَامُ أَحْمَدُ عَنْ عَائِشَةَ وَغَيْرِهَا أَنَّهُمْ سَهَّلُوا فِي ذَلِكَ
وَلَمْ يُشَدِّدْ فِيهِ أَحْمَدُ وَقَالَ أَبُو دَاوُد رَأَيْتُ عَلَى ابْنٍ
لِأَبِي عَبْدِ اللَّهِ وَهُوَ صَغِيرٌ تَمِيمَةً فِي رَقَبَتِهِ فِي أَدِيمٍ
قَالَ الْخَلَّالُ قَدْ كَتَبَ هُوَ مِنْ الْحُمَّى بَعْدَ نُزُولِ الْبَلَاءِ ،
وَالْكَرَاهَةُ مِنْ تَعْلِيقِ ذَلِكَ قَبْلَ وُقُوعِ الْبَلَاءِ وَهُوَ الَّذِي
عَلَيْهِ الْعَمَلُ
===========
بريقة
محمودية في شرح طريقة محمدية وشريعة نبوية - (ج 6 / ص 140)
( تَنْبِيهٌ
) قَالَ ابْنُ حَجَرٍ كَغَيْرِهِ مَحَلُّ مَا ذُكِرَ فِي هَذَا الْخَبَرِ وَمَا
قَبْلَهُ فِي تَعْلِيقِ مَا لَيْسَ فِيهِ قُرْآنٌ وَنَحْوُهُ أَمَّا مَا فِيهِ
ذِكْرُ اللَّهِ فَلَا نَهْيَ عَنْهُ ، فَإِنَّهُ إنَّمَا جُعِلَ لِلتَّبَرُّكِ
وَالتَّعَوُّذِ بِأَسْمَائِهِ وَذِكْرِهِ ، وَكَذَا لَا نَهْيَ عَمَّا يُعَلَّقُ
لِأَجْلِ الزِّينَةِ مَا لَمْ يَبْلُغْ الْخُيَلَاءَ وَالسَّرَفَ كَذَا فِي
الْفَيْضِ وَأَقُولُ أَيْضًا مَحْمَلُ مَا ذُكِرَ عَلَى اعْتِقَادِ التَّأْثِيرِ
أَوْ عَلَى شَيْءٍ مِنْ أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ ( حك عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللَّهُ تَعَالَى عَنْهَا ) وَعَنْ أَبَوَيْهَا ( أَنَّهَا قَالَتْ لَيْسَتْ
التَّمِيمَةُ مَا تَعَلَّقَ بِهِ بَعْدَ الْبَلَاءِ ) لِأَجْلِ رَفْعِهِ
كَتَعْلِيقِ خَرَزَةٍ لِأَجْلِ رَفْعِ الِاصْفِرَارِ كَمَا فِي الْحَاشِيَةِ (
إنَّمَا التَّمِيمَةُ ) الْمَنْهِيُّ عَنْهَا ( مَا تَعَلَّقَ بِهِ قَبْلَ
الْبَلَاءِ ) لِزَعْمِ أَنَّهَا تَدْفَعُهُ وَعَدَمَ إصَابَتِهِ كَمَا فِي
الْحَاشِيَةِ الْفَرْقُ فِي غَايَةِ الْخَفَاءِ وَالضَّرُورَةُ لَا تَصْلُحُ
فَارِقًا فَالْكَلَامُ مَحْمُولٌ عَلَى التَّعَبُّدِ وَأَنَّ ثُبُوتَ الْأَصْلِ
بِأَثَرٍ خِلَافُ الْقِيَاسِ فَلَا يُقَاسُ غَيْرُهُ عَلَيْهِ ( وَأَمَّا
تَعْلِيقُ التَّعْوِيذِ ) أَيْ حَمْلُ الدُّعَاءِ الْمُجَرَّبِ أَوْ الْآيَةِ
الْمُجَرَّبَةِ أَوْ بَعْضِ أَسْمَائِهِ تَعَالَى لِدَفْعِ الْبَلَاءِ ( فَلَا
بَأْسَ بِهِ ) كَمَا ذَكَرَهُ الْمُصَنِّفُ ( وَلَكِنْ يَنْزِعُهُ عِنْدَ
الْخَلَاءِ وَالْقُرْبَانِ ) أَيْ الْوِقَاعِ بِأَهْلِهِ وَعِنْدَ الْبَعْضِ
يَجُوزُ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar