Oleh ustadz Ma’ruf
khozin
1.
Berkah Orang Shaleh
Pertanyaan:
Bolehkah mencari
berkah dari orang shaleh? Benarkah bertentangan dengan Agama? Rudy, Sby
Jawaban:
Berkah
artinya adalah 'bertambahnya nilai kebaikan.' Selama berkah ditujukan meminta
kepada Allah, maka diperbolehkan. Sementara orang shaleh hanya perantara saja.
Berikut ini dalil-dalilnya.
Rasulullah
mencari berkah air wudlu’ umat Islam:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ
قُلْتُ يَا رَسُولَ اللهِ الْوُضُوءُ مِنْ جَرٍّ جَدِيدٍ مُخَمَّرٍ أَحَبُّ
إِلَيْكَ أَمْ مِنَ الْمَطَاهِرِ؟ فَقَالَ لا بَلْ مِنَ الْمَطَاهِرِ إِنَّ دِينَ
اللهِ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ قَالَ وَكَانَ رَسُولُ اللهِ صلى الله تعالى
عليه يَبْعَثُ إِلَى الْمَطَاهِرِ فَيُؤْتَى بِالْمَاءِ فَيَشْرَبُهُ يَرْجُو
بَرَكَةَ أَيْدِي الْمُسْلِمِينَ (رواه الطبراني)
“Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa ia
bertanya kepada Nabi: Ya Rasulallah, apakah berwudlu dari wadah baru yang
tertutup ataukah dari tempat-tempat berwudlu’ yang lebih engkau senangi?
Rasulullah menjawab: Tidak. Tapi dari tempat-tempat berwudlu’. Agama Allah
adalah yang condong dan mudah. Ibnu Umar berkata: Kemudian Rasulullah menyuruh
seseorang ke tempat-tempat berwudlu’ dan beliau diberi air wudlu’, kemudian
beliau meminumnya. Beliau mengharap berkah dari tangan-tangan umat Islam” (HR Thabrani dalam al-Kabir No 235,
al-Ausath No 806, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman No 2669 dan Abu Nuaim 8/203)
Derajat
Hadis adalah ‘Hasan’, berdasarkan penilaian mayoritas ulama. al-Hafidz
al-Haitsami berkata: “Diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Ausath, para
perawinya dinilai terpercaya. Dan Abdul Aziz bin Abi Rawad adalah terpercaya,
dinisbatkan kepada golongan Murjiah” (Majma’ az-Zawaid 1/133)
Syaikh
Albani pun memasukkan hadis diatas dalam kitabnya as-Silsilah ash-Shahihah
5/117. Albani berkata: “Abdul Aziz bin Abi Rawad diperselisihkan oleh ulama,
mayoritas menilainya terpercaya. Menurut saya, pendapat yang unggul adalah dia
di level tengah hadis hasan, apalagi ia diriwayatkan oleh Bukhari dalam
sahihnya. Al-Hafidz (Ibnu Hajar) berkata: Sangat jujur, kadang salah.
al-Haitsami berkata: “Diriwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Ausath, para
perawinya dinilai terpercaya. Dan Abdul Aziz bin Abi Rawad adalah terpercaya,
dinisbatkan kepada golongan Murjiah”. Saya berkata: Muslim berhujjah dengannya.
Dan faktor dia menjadi murjiah tidaklah berpengaruh, sebagaimana ditetapkan
dalam Mushtalah al-Hadis”.
Dalil
lainnya, diriwayatkan dari Aisyah, bahwa:
عَنْ عُرْوَةَ عَنْ
عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله تعالى عليه كَانَ
إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ، فَلَمَّا
اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا
(رواه البخارى رقم 5016)
"Ketika Rasulullah Saw sakit beliau
membaca Surat al-Falaq dan an-Nas, beliau lalu meniupnya. Jika semakin parah,
maka saya membacakannya dan saya usap tangan beliau, untuk mengaharap
berkahnya" (HR al-Bukhari No
5016)
Diriwayatkan
Asma’ binti Abu Bakar
berkata:
قَالَتْ
هَذِهِ كَانَتْ عِنْدَ عَائِشَةَ حَتَّى قُبِضَتْ فَلَمَّا قُبِضَتْ قَبَضْتُهَا
وَكَانَ النَّبِىُّ صلى الله تعالى عليه يَلْبَسُهَا
فَنَحْنُ نَغْسِلُهَا لِلْمَرْضَى يُسْتَشْفَى بِهَا (رواه
ابو داود ومسلم والبخاري في الادب المفرد)
“Jubah ini (pada mulanya) dipegang oleh
Aisyah sampai ia wafat. Setelah wafat saya ambil jubah tersebut. Rasulullah e memakai jubah ini. Kami membasuhnya untuk
orang-orang yang sakit, kami mengharap kesembuhan melalui jubah tersebut”. (HR. Abu Dawud, Muslim dan al-Bukhari
dalam al-Adab al-Mufrad)
Dari sebuah hadis sahih ketika Rasulullah Saw memamah
kurma yang kemudian diberikan kepada anak yang baru lahir, Imam Nawawi berkata:
"Para ulama sepakat disunahkannya memamah makanan. Dan dianjurkan yang
memamah tadi adalah orang shaleh dan orang-orang yang diharapkan berkahnya,
laki-laki atau wanita" (Syarah Sahih Muslim 14/122)
Ad-Dumairi dalam kitabnya Hayatul Hayawan al-Kubra
(1/100-101) meriwayatkan bahwa Imam Syafii juga mengambil berkah dari air
basuhan jubah Imam Ahmad bin Hanbal. Dan masih banyak dalil tabarruk lain dari para sahabat maupun
para ulama.
2.
Mencium Tangan Kyai
Pertanyaan:
Apakah bersalaman dengan
mencium tangan orang tua, ulama, kyai, ustadz dan sebagainya merupakan sikap ghuluw
(berlebihan) dalam agama? Ranting NU Jepara, Kec. Bubutan, Sby
Jawaban:
Berjabat tangan adalah
sebuah penghormatan sebagaimana sebuah hadis:
عَنْ
أَنَسٍ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله تعالى عليه أَتَاكُمْ أَهْلُ الْيَمَنِ هُمْ أَرَقُّ النَّاسِ
قُلُوْبًا وَهُمْ أَوَّلُ مَنْ حَيَّا بِالْمُصَافَحَةِ (الأوائل للطبراني ج 1
/ ص 31)
”Akan datang kepada kalian penduduk Yaman.
Mereka paling halus hatinya dan mereka adalah orang yang pertama kali memberi
hormat dengan bersalaman” (HR Thabrani dalam al-Awail dari Anas)
Sementara mencium tangan, ulama beda pendapat. Para ulama
yang memperbolehkan berdasarkan banyak riwayat. al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:
قَالَ
اِبْنُ بَطَّالٍ : الْأَخْذُ بِالْيَدِ هُوَ مُبَالَغَةُ الْمُصَافَحَةِ وَذَلِكَ
مُسْتَحَبٌّ عِنْدَ الْعُلَمَاءِ، وَإِنَّمَا اِخْتَلَفُوْا فِي تَقْبِيْلِ
الْيَدِ فَأَنْكَرَهُ مَالِكٌ وَأَنْكَرَ مَا رُوِيَ فِيهِ، وَأَجَازَهُ آخَرُوْنَ
وَاحْتَجُّوْا بِمَا رُوِيَ عَنْ عُمَرَ أَنَّهُمْ لَمَّا رَجَعُوا مِنْ الْغَزْوِ
حَيْثُ فَرُّوْا قَالُوْا نَحْنُ الْفَرَّارُونَ فَقَالَ: بَلْ أَنْتُمْ
الْعَكَّارُوْنَ أَنَا فِئَةُ الْمُؤْمِنِيْنَ، قَالَ فَقَبَّلْنَا يَدَهُ قَالَ
وَقَبَّلَ أَبُو لُبَابَةَ وَكَعْبُ بْنُ مَالِكٍ وَصَاحِبَاهُ يَدَ النَّبِيِّ صلى
الله تعالى عليه حِيْنَ تَابَ اللهُ عَلَيْهِمْ ذَكَرَهُ
الْأَبْهَرِيّ، وَقَبَّلَ أَبُو عُبَيْدَةَ يَدَ عُمَرَ حِيْنَ قَدِمَ وَقَبَّلَ
زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ يَدَ ابْنِ عَبَّاسٍ حِيْنَ أَخَذَ اِبْنُ عَبَّاسٍ
بِرِكَابِهِ، قَالَ الْأَبْهَرِيّ: وَإِنَّمَا كَرِهَهَا مَالِكٌ إِذَا كَانَتْ
عَلَى وَجْهِ التَّكَبُّرِ وَالتَّعَظُّمِ، وَأَمَّا إِذَا كَانَتْ عَلَى وَجْهِ
الْقُرْبَةِ إِلَى اللهِ لِدِيْنِهِ أَوْ لِعِلْمِهِ أَوْ لِشَرَفِهِ فَإِنَّ
ذَلِكَ جَائِزٌ (فتح الباري لابن حجر - ج 18 / ص 1)
”Ibnu Baththal berkata: Memegang tangan adalah berjabatan tangan dengan
erat. Hal ini adalah sunah menurut para ulama. Mereka berbeda pendapat dalam
hal mencium tangan, Imam Malik
mengingkari hal ini dan riwayat tentang mencium tangan. Ulama yang lain
memperbolehkan dengan hujjah yang diriwayatkan dari Umar ketika umat Islam
kabur dari perang mereka berkata: ’kami telah kabur’. Umar menjawab: ’bukan
kabur, tapi kembali ke kelompok. Saya adalah golongan orang beriman’. Kemudian
kami mencium tangan Umar. Abu Lubabah, Ka’b bin Malik dan kedua temannya
mencium tangan Nabi ketika taubat mereka diterima (HR al-Baihaqi dalam
Dalail an-Nubuwwah). Abu Ubaidah mencium tangan Umar ketika datang
(Diriwayatkan oleh Sufyan dalam al-Jami’). Zaid bin Tsabit mencium tangan Ibnu
Abbas ketika mengambilkan kendaraannya (Diriwayatkan oleh Thabari dan Ibnu
al-Muqri). al-Abhari berkata: Imam Malik menghukumi makruh jika salaman
tersebut bertujuan sombong. Jika bersalaman ditujukan untuk mendekatkan diri
kepada Allah karena agamanya, ilmunya atau kemuliaannya, maka hal itu boleh” (Fath al-Bari 18/1)
3.
Ziarah Makam Mencari
Berkah
Pertanyaan:
Bolehkah berziarah ke
makam wali sambil bertawassul dan mencari berkah? Ahad Dluha, MWC NU Gubeng.
Jawaban:
Inilah yang menjadi
kesalahpahaman dari sebagian kecil umat Islam yang kemudian menghukumi syirik
bagi umat Islam yang berziarah ke makam para ulama dan Auliya’ dengan maksud
bertabarruk. Hal yang perlu diluruskan bahwa umat Islam yang berziarah dengan
bertawassul dan bertabarruk adalah orang Islam yang beriman, yang mengesakan
Allah, tidak berdoa dan tidak mencari berkah kecuali hanya kepada Allah.
Ziarah
yang demikian sudah menjadi amaliyah para ahli hadis, diantaranya:
-
Ziarah ke Makam Rasulullah Saw
1.
Jawaban dari Imam Ahmad
سَأَلْتُهُ عَنِ الرَّجُلِ
يَمُسُّ مِنْبَرَ النَّبِيِّ صلى الله تعالى عليه وَيَتَبَرَّكُ بِمَسِّهِ
وَيُقَبِّلُهُ وَيَفْعَلُ بِالْقَبْرِ
مِثْلَ ذَلِكَ أَوْ نَحْوَ هَذَا
يُرِيْدُ بِذَلِكَ التَّقَرُّبَ إِلَى اللهِ جَلَّ وَعَزَّ فَقَالَ لاَ بَأْسَ
بِذَلِكَ (العلل ومعرفة الرجال لاحمد بن حنبل 2 / 492 رقم 3243)
"Saya (Abdullah bin Ahmad) bertanya
kepada Imam Ahmad tentang seseorang yang memegang mimbar Nabi Saw, mencari
berkah dengan memegangnya dan menciumnya. Ia juga melakukannya dengan makam
Rasulullah seperti diatas dan sebagainya. Ia lakukan itu untuk mendekatkan dir
kepada Allah. Imam Ahmad menjawab: Tidak apa-apa" (Ahmad bin Hanbal al-'lal wa Ma'rifat
al-Rijal 3243)
2.
Ahli Hadis ath-Thabrani dan Abu Syaikh
(Ibnu Hibban)
قَالَ ابْنُ الْمُقْرِئِ
كُنْتُ أَنَا وَالطَّبَرَانِيُّ وَأَبُوْ الشَّيْخِ بِالْمَدِيْنَةِ فَضَاقَ بِنَا
الوَقْتُ فَوَاصَلْنَا ذَلِكَ اليَوْمَ فَلَمَّا كَانَ وَقتُ العِشَاءِ حَضَرْتُ
الْقَبْرَ وَقُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ الْجُوْعَ فَقَالَ لِي الطَّبْرَانِيُّ
اِجْلِسْ فَإِمَّا أَنْ يَكُوْنَ الرِّزْقُ أَوِ الْمَوْتُ فَقُمْتُ أَنَا
وَأَبُوْ الشَّيْخِ فَحَضَرَ اْلبَابَ عَلَوِيٌّ فَفَتَحْنَا لَهُ فَإِذَا مَعَهُ
غُلاَمَانِ بِقَفَّتَيْنِ فِيْهِمَا شَيْءٌ كَثِيْرٌ وَقَالَ اَشَكَوْتُمْ إِلَى
النَّبِيِّ صلى الله تعالى عليه؟ رَأَيْتُهُ فِي النَّوْمِ فَأَمَرَنِي بِحَمْلِ
شَيْءٍ إِلَيْكُمْ (الحافظ الذهبي في تذكرة الحفاظ 3 / 121 وفي سير أعلام
النبلاء 31 / 473 والحافظ ابن الجوزي في
الوفا بأحوال المصطفى 818)
"Ibnu al-Muqri
berkata: Saya berada di Madinah bersama al-Hafidz al-Thabrani dan al-Hafidz Abu
al-Syaikh. Waktu kami sangat sempit hingga kami tidak makan sehari semalam. Setelah
waktu Isya' tiba, saya mendatangi makam Rasulullah, lalu saya berkata: Ya
Rasulallah, kami lapar. Al-Thabrani berkata kepada saya: Duduklah, kita tunggu
datangnya rezeki atau kematian. Saya dan Abu al-Syaikh berdiri, tiba-tiba
datang laki-laki Alawi (keturunan Rasulullah Saw) di depan pintu, lalu kami
membukakan pintu. Ternyata ia membawa dua orang budaknya yang membawa dua
keranjang penuh dengan makanan. Alawi itu berkata: Apakah kalian mengadu kepada
Rasulullah Saw? Saya bermimpi Rasulullah dan menyuruhku membawa makanan untuk
kalian" (Diriwayatkan oleh
al-Hafidz al-Dzahabi dalam Tadzkirah al-Huffadz III/121 dan Siyar
A'lam al-Nubala' XXXI/473, dan oleh Ibnu al-Jauzi dalam al-Wafa' bi
Ahwal al-Musthafa 818)
-
Makam Imam Abu Hanifah
عَنْ عَلِيِّ بْنِ
مَيْمُوْنٍ قَالَ سَمِعْتُ الشَّافِعِيَّ يَقُوْلُ اِنِّي َلأَتَبَرَّكُ بِأَبِي
حَنِيْفَةَ وَأَجِيْءُ إِلَى قَبْرِهِ فِي كُلِّ يَوْمٍ يَعْنِي زَائِرًا فَإِذَا
عُرِضَتْ لِي حَاجَةٌ صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ وَجِئْتُ إِلَى قَبْرِهِ وَسَأَلْتُ
اللهَ تَعَالَى الْحَاجَةَ عِنْدَهَ فَمَا تَبْعُدُ عَنِّي حَتَّى تُقْضَى (الحافظ
الخطيب البغدادي في تاريخ بغداد 1 / 123 وعبد القادر ابن ابي الوفا في طبقات
الحنفية 2 / 519) أخبار
أبي حنيفة للقاضي الصيمري - (1 / 94) الطبقات
السنية في تراجم الحنفية التقي الغزي - (1 / 46)
"Dari Ali bin
Maimun, ia berkata: Saya mendengar Syafi'i berkata bahwa: Saya mencari berkah
dengan mendatangi makam Abu Hanifah setiap hari. Jika saya memiliki hajat maka saya salat
dua rakaat dan saya mendatangi makam Abu Hanifah. Saya meminta kepada Allah di
dekat makam Abu Hanifah. Tidak lama kemudian hajat saya dikabulkan" (al-Hafidz Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh
Baghdad I/123 dan Ibnu Abi Wafa dalam Thabaqat al-Hanafiyah II/519)
-
Makam Yahya bin Yahya
قَالَ الْحَاكِمُ سَمِعْتُ
أَبَا عَلِيِّ النَّيْسَابُوْرِي يَقُوْلُ كُنْتُ فِي غَمٍّ شَدِيْدٍ فَرَأَيْتُ
النَّبِيَّ صلى الله تعالى عليه فِي الْمَنَامِ كَأَنَّهُ يَقُوْلُ لِي صِرْ إِلَى
قَبْرِ يَحْيَى بْنِ يَحْيَى وَاسْتَغْفِرْ وَسَلْ تُقْضَ حَاجَتُكَ فَاَصْبَحْتُ
فَفَعَلْتُ ذَلِكَ فَقُضِيَتْ حَاجَتِي (الحافظ ابن حجر في تهذيب التهذيب 11 /
261 والحافظ الذهبي في تاريخ الاسلام 1756)
"Al-Hakim berkata: Saya mendengar Abu
Ali al-Naisaburi berkata bahwa saya berada dalam kesulitan yang sangat berat,
kemudian saya bermimpi melihat Rasulullah Saw seolah beliau berkata kepada
saya: Pergilah ke makam Yahya bin Yahya, mintalah ampunan dan berdolah kepada
Allah, maka hajatmu akan dikabulkan. Pagi harinya saya melakukannya dan hajat
saya dikabulkan"
(al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Tahdzib al-Tahdzib XI/261 dan al-Hafidz
al-Dzhabi dalam Tarikh al-Islam 1756)
-
Makam Musa bin Ja'far
al-Kadhim
عَنْ عَلِيِّ الْخَلاَّلِ
يَقُوْلُ مَا هَمَّنِي أَمْرٌ فَقَصَدْتُ قَبْرَ مُوْسَى بْنِ جَعْفَرٍ
فَتَوَسَّلْتُ بِهِ اِلاَّ سَهَّلَ اللهُ تَعَالَى لِي مَا أُحِبُّ (تاريخ
بغداد للحافظ الخطيب البغدادي 1 / 120)
"Diriwayatkan dari Ali al-Khallal
(pemuka Madzhab Hanbali), ia berkata: Saya tidak pernah mengalami masalah lalu
saya datang ke makam Musa bin Ja'far dan bertawassul dengannya, kecuali Allah
memudahkan kepada saya hal-hal yang saya inginkan" (al-Hafidz Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh
Baghdad I/120)
والله
أعلم بالصواب
Tidak ada komentar:
Posting Komentar