بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ
الرَّحِيمِ
Masyarakat
muslim Indonesia adalah mayoritas penganut madzhab Imam Syafi’i atau biasa
disebut sebagai Syafi’iyah (penganut Madzhab Syafi’i). Namun, sebagain lainnya
ada yang tidak bermadzhab Syafi’i. Di Indonesia, Tahlilan banyak dilakukan oleh
penganut Syafi’iyah walaupun yang lainnya pun ada juga yang melakukannya.
Tentunya tahlilan bukan sekedar kegiatan yang tidak memiliki dasar dalam
syariat Islam, bahkan kalau ditelusuri dan dikaji secara lebih mendalam secara
satu persatu amalan-amalan yang ada dalam tahlilan maka tidak ada yang
bertentangan dengan hukum Islam, sebaliknya semuanya merupakan amalah sunnah
yang diamalkan secara bersama-sama. Oleh karena itu, ulama seperti walisongo
dalam menyebarkan Islam sangatlah bijaksana dan lihai sehingga Islam hadir di
Indonesia dengan tanpa anarkis dan frontal, salah satu buahnya sekaligus
kelihaian dari para ulama walisongo adalah diperkenalkannya kegiatan tahlilan
dengan sangat bijaksana.
Tahlilan,
sebagian kaum Muslimin menyebutnya dengan “majelis tahlil”, “selamatan
kematian”, “kenduri arwah” dan lain sebagainya. Apapun itu, pada dasarnya
tahlilan adalah sebutan untuk sebuah kegiatan dzikir dan bermunajat kepada
Allah Subhanahu wa Ta’alaa. Yang mana didalamnya berisi kalimat-kalimat
thayyibah, tahmid, takbir, tasybih hingga shalawat, do’a dan permohonan
ampunan untuk orang yang meninggal dunia, pembacaan al-Qur’an untuk yang
meninggal dunia dan yang lainnya. Semua ini merupakan amaliyah yang tidak ada
yang bertentangan dengan syariat Islam bahkan merupakan amaliyah yang memang
dianjurkan untuk memperbanyaknya.
Istilah
tahlilan sendiri diambil dari mashdar dari fi’il madzi “Hallalla – Yuhallilu
– Tahlilan”, yang bermakna membaca kalimat Laa Ilaaha Ilaallah. Dari sini
kemudian kegiatan merahmati mayyit ini di namakan tahlilan karena kalimat
thayyibah tersebut banyak dibaca didalamnya dan juga penamaan seperti ini
sebagaimana penamaan shalat sunnah tasbih, dimana bacaan tasbih dalam shalat
tersebut dibaca dengan jumlah yang banyak (300 kali), sesuai dengan tuntunan
Rasulullah. Namun, masing-masing tempat kadang memiliki sebutan tersendiri yang
esensinya sebenarnya sama, sehingga ada yang menyebutnya sebagai “Majelis
Tahlil”, “Selamatan Kematian”, “Yasinan” (karena dimulai dengan pembacaaan
Yasiin), “Kenduri Arwah”, “Tahlil”, dan lain sebagainya.
Tahlilan
sudah ada sejak dahulu, di Indonesia pun atau Nusantara pun tahlilan sudah ada
jauh sebelum munculnya aliran yang kontra, yang mana tahlilan di Indonesia di
prakarsai oleh para ulama seperti walisongo dan para da’i penyebar Islam
lainnya. Tahlilan sebagai warisan walisongo terus di laksanakan oleh masyarakat
muslim hingga masa kini bersamaan dengan sikap kontra segelintir kaum muslimin
yang memang muncul di era-era dibelakangan. Dalam bahasan ini setidaknya ada
beberapa hal pokok dalam tahlilan yang harus dipaparkan sebab kadang sering
dipermasalah. Untuk mempermudah memahami masalah ini yakni amaliyah-amaliyah
masyru’ yang terdapat dalam tahlilan (kenduri arwah) maka bisa di rincikan
sebagai berikut :
||| DO'A
UNTUK ORANG MATI |||
Kaitan dengan do’a, hal ini tidak begitu dipermasalahkan, sebab telah
menjadi kepakatan ulama ahlus sunnah wal jama’ah bahwa do’a sampai kepada orang
mati dan memberikan manfaat bagi orang mati. Begitu banyak dalil yang
menguatkan hal ini. Diantaranya dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah
sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’alaa telah berfirman :
والذين جاءوا من بعدهم يقولون ربنا اغفر
لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين آمنوا ربنا إنك
رءوف رحيم
“Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa:
"Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah
beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian
dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya
Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang." (QS. al-Hasyr 59 ; 10)
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’alaa memberitahukan bahwa orang-orang
yang datang setelah para sahabat Muhajirin maupun Anshar mendo’akan dan
memohonkan ampun untuk saudara-saudaranya yang beriman yang telah (wafat)
mendahului mereka sampai hari qiamat. [1]
Mereka yang dimaksudkan adalah para tabi’in dimana mereka datang setelah masa
para sahabat, mereka berdoa untuk diri mereka sendiri dan untuk saudara
mukminnya serta memohon ampun untuk mereka. [2]
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
“dan
mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan
perempuan” (QS. Muhammad 47 : 19)
Ayat ini mengisyaratkan bermanfaatnya do’a atau permohonan ampun oleh yang
hidup kepada orang yang meninggal dunia. Serta perintah untuk memohonkan
ampunan bagi orang-orang mukmin.
رب اغفر لي ولوالدي ولمن دخل بيتي مؤمنا وللمؤمنين والمؤمنات ولا تزد الظالمين
إلا تبارا
“Ya
Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman
dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau
tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan”. (QS. Nuh 71 : 28)
Allah Subhanahu wa Ta’alaa juga berfirman :
وَصَلِّ عَلَيْهِمْ إِنَّ صَلَاتَكَ
سَكَنٌ لَهُمْ
“dan
mendo'alah untuk mereka, sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa
bagi mereka” (QS. at-Taubah : 104)
Frasa “shalli ‘alayhim” maksudnya adalah
berdolah dan mohon ampulan untuk mereka, [3]
ini menunjukkan bahwa do’a bermanfaat kepada orang lain.
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم كلما
كان ليلتها من رسول الله صلى الله عليه وسلم يخرج من آخر الليل إلى البقيع فيقول
السلام عليكم دار قوم مؤمنين وأتاكم ما توعدون غدا مؤجلون وإنا إن شاء الله بكم
لاحقون اللهم اغفر لأهل بقيع الغرقد.
“Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wa sallam pada malam hari yaitu keluar pada akhir malam ke
pekuburan Baqi’, kemudian Rasulullah mengucapkan “Assalamu’alaykum dar qaumin
mu’minin wa ataakum ma tu’aduwna ghadan muajjaluwna wa innaa InsyaAllahu bikum
laa hiquwn, Allahummaghfir lil-Ahli Baqi al-Gharqad”. [4]
Ini salah satu ayat dan hadits yang menyatakan bahwa mendo’akan orang mati
adalah masyru’ (perkara yang disyariatkan), dan menganjurkan kaum muslimin agar
mendo’akan saudara muslimnya yang telah meninggal dunia. Banyak-ayat-ayat
serupa dan hadits-hadits yang menunjukkan hal itu.
‘Ulama besar madzhab Syafi’iyah yaitu al-Imam an-Nawawi dalam al-Adzkar
menyebutkan :
بابُ ما ينفعُ الميّتَ من قَوْل غيره :
أجمع العلماء على أن الدعاء للأموات ينفعهم ويَصلُهم. واحتجّوا بقول اللّه
تعالى: {وَالَّذِينَ جاؤوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنا اغْفِرْ لَنا
ولإِخْوَانِنا الَّذين سَبَقُونا بالإِيمَانِ} وغير ذلك من الآيات المشهورة
بمعناها، وفي الأحاديث المشهورة كقوله صلى اللّه عليه وسلم: "اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لأهْلِ بَقِيعِ الغَرْقَدِ" وكقوله صلى اللّه عليه وسلم:
"اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِحَيِّنا وَمَيِّتِنَا" وغير ذلك.
“Bab
perkataan dan hal-hal lain yang bermanfaat bagi mayyit : ‘Ulama telah ber-ijma’
(bersepakat ) bahwa do’a untuk orang meninggal dunia bermanfaat dan pahalanya
sampai kepada mereka. Dan ‘Ulama’ berhujjah dengan firman Allah :
{“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka, mereka berdoa: "Ya Rabb
kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu
dari kami (59:10)”}, dan ayat-ayat lainnya yang maknanya masyhur, serta dengan
hadits-hadits masyhur seperti do’a Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam “ya
Allah berikanlah ampunan kepada ahli pekuburan Baqi al-Gharqad”, juga do’a
: “ya Allah berikanlah Ampunan kepada yang masih hidup dan sudah meninggal
diantara kami”, dan hadits- yang lainnya.” [5]
Didalam Minhajuth Thalibin :
وتنفع الميت صدقة ودعاء من وارث وأجنبي.
“dan
memberikan manfaat kepada mayyit berupa shadaqah juga do’a dari ahli
waris dan orang lain” [6]
Imam al-Mufassir Ibnu Katsir asy-Syafi’i terkait do’a dan shadaqah juga
menyatakan sampai.
فأما الدعاء والصدقة فذاك مجمع على وصولهما، ومنصوص من الشارع عليهما
“Adapun
do’a dan shadaqah, maka pada yang demikian ulama telah sepakat atas
sampainya pahala keduanya, dan telah ada nas-nas dari syariat atas keduanya”. [7]
Syaikh an-Nawawi al-Bantani (Sayyid ‘Ulama Hijaz) didalam Nihayatuz Zain :
وَالدُّعَاء ينفع الْمَيِّت وَهُوَ عقب الْقِرَاءَة أقرب للإجابة
“dan do’a
memberikan manfaat bagi mayyit, sedangkan do’a yang mengiringi pembacaan
al-Qur‘an lebih dekat di ijabah”.[8]
Syaikh al-‘Allamah Zainudddin bin ‘Abdul ‘Aziz al-Malibari didalam Fathul
Mu’in :
وتنفع ميتا من وارث وغيره صدقة عنه ومنها
وقف لمصحف وغيره وبناء مسجد وحفر بئر وغرس شجر منه في حياته أو من غيره عنه بعد
موته. ودعاء له إجماعا وصح في الخبر أن الله تعالى يرفع درجة العبد في الجنة
باستغفار ولده له وقوله تعالى: {وَأَنْ لَيْسَ لِلْإِنْسَانِ إِلَّا مَا
سَعَى} عام مخصوص بذلك وقيل منسوخ.
“dan
memberikan manfaat bagi mayyit dari ahli waris atau orang lain berupa
shadaqah darinya, diantara contohnya adalah mewaqafkan mushhaf dan yang
lainnya, membangun masjid, sumur dan menanam pohon pada masa dia masih hidup
atau dari orang lain yang dilakukan untuknya setelah kematiannya, dan do’a
juga bermanfaat bagi orag mati berdasarkan ijma’, dan telah shahih khabar
bahwa Allah Ta’alaa mengangkat derajat seorang hamba di surga dengan istighafar
(permohonan ampun) putranya untuknya [9].
dan tentang firman Allah {wa an laysa lil-insaani ilaa maa sa’aa} adalah ‘amun
makhsush dengan hal itu, bahkan dikatakan mansukh”. [10]
Sayyid al-Bakri Syatha ad-Dimyathi didalam I’anatuth Thalibin :
(قوله: ودعاء) معطوف
على صدقة، أي وينفعه أيضا دعاء له من وارث وغيره،
“Frasa
(do’a) ma’thuf atas lafadz shadaqah, yakni do’a juga memberikan manfaat bagi
orang mati baik dari ahli waris atau orang lain”.[11]
Syaikhul Islam al-Imam Zakariyya al-Anshari didalam Fathul Wahab :
" وينفعه
" أي الميت من وارث وغيره " صدقة ودعاء " بالإجماع وغيره وأما قوله
تعالى: {وأن ليس للإنسان إلا ما سعى} فعام مخصوص بذلك وقيل منسوخ وكما ينتفع
الميت بذلك ينتفع به المتصدق والداعي
“dan
memberikan manfaat bagi orang mati baik dari ahli waris atau orang lain berupa
shadaqah dan do’a berdasarkan ijma’ dan hujjah lainnnya, adapun firman
Allah {wa an laysa lil-insaani ilaa maa sa’aa} adalah ‘amun makhshush dengan
hal itu bahkan dikatakan mansukh, sebagaimana itu bermanfaat bagi mayyit juga
bermanfaat bagi person yang bershadaqah dan yang berdo’a”.[12]
Imam Ibnu Hajar al-Haitami didalam Tuhfatul Muhtaj :
(وينفع الميت صدقة)
عنه ومنها وقف لمصحف وغيره وحفر بئر وغرس شجر منه في حياته أو من غيره عنه بعد
موته (ودعاء) له (من وارث وأجنبي) إجماعا وصح في الخبر: «إن الله تعالى يرفع درجة
العبد في الجنة باستغفار ولده له» وهما مخصصان وقيل ناسخان لقوله تعالى {وأن ليس
للإنسان إلا ما سعى} [النجم: 39] إن أريد ظاهره وإلا فقد أكثروا في تأويله، ومنه
أنه محمول على الكافر أو أن معناه لا حق له إلا فيما سعى، وأما ما فعل عنه فهو محض
فضل لا حق له فيه
“dan memberikan
manfaat kepada mayyit berupa shadaqah darinya, seperti mewaqafkan mushhaf
dan yang lainnya, menggali sumur dan menanam pohon pada masa hidupnya atau dari
orang lain untuknya setelah kematiannya, dan do’a juga bermanfaat bagi orang
mati baik berasal dari ahli waris atau orang lain berdasarkan ijma’ dan
telah shahih didalam khabar bahwasanya Allah mengangkat derajat seorang hamba
didalam surga dengan istighafar anaknya untuknya, keduanya (ijma’ dan khabar)
merupakan pengkhusus, bahkan dikatakan sebagai penasikh untuk firman Allah {wa
an laysa lil-insaani ilaa ma sa’aa} jika menginginkan dhahirnya, namun jika
tidak maka kebanyakan ulama menta’wilnya, diantaranya itu dibawa atas
pengertian kepada orang kafir atau maknanya tidak ada haq baginya kecuali pada
perkara yang diusahakannya”. [13]
Imam Syamsuddin al-Khathib as-Sarbiniy didalam Mughni :
ثم شرع فيما ينفع الميت فقال (وتنفع الميت
صدقة) عنه، ووقف، وبناء مسجد، وحفر بئر ونحو ذلك (ودعاء) له (من وارث وأجنبي) كما
ينفعه ما فعله من ذلك في حياته
“kemudian
disyariatkan tentang perkara yang bermanfaat bagi mayyit, maka kemudian ia
berkata (dan bermanfaat bagi mayyit berupa shadaqah) darinya, waqaf,
membangun masjid, menggali sumur dan seumpamanya, (juga bermanfaat berupa do’a)
untuknya (baik dari ahli waris atau orang lain) sebagaimana bermanfaatnya
perkara yang ia kerjakan pada masa hidupnya”. [14]
Al-‘Allamah Muhammad az-Zuhri al-Ghamrawi didalam As-Siraajul Wahaj :
وتنفع الميت صدقة عنه ووقف مثلا ودعاء من
وارث وأجنبي كما ينفعه ما فعله من ذلك في حياته ولا ينفعه غير ذلك من صلاة وقراءة
ولكن المتأخرون على نفع قراءة القرآن وينبغي أن يقول اللهم أوصل ثواب ما قرأناه
لفلان بل هذا لا يختص بالقراءة فكل أعمال الخير يجوز أن يسأل الله أن يجعل مثل
ثوابها للميت فان المتصدق عن الميت لا ينقص من أجره شيء
“dan
shadaqah darinya bisa memberikan manfaat bagi mayyit seumpama mewaqafkan
sesuatu, juga do’a dari ahli waris atau orang lain sebagaimana bermanfaatnya
sesuatu yang itu ia lakukan pada masa hidupnya dan tidak memberikan manfaat
berupa shalat dan pembacaan al-Qur’an akan tetapi ulama mutaakhirin berpendapat
atas bermanfaatnya pembacaan al-Qur’an, dan sepatutrnya mengucapakan : “ya
Allah sampaikan apa apa yang kami baca untuk fulan”, bahkan ini tidak khusus
untuk qira’ah saja tetapi juga seluruh amal kebaikan boleh untuk memohon kepada
Allah agar menjadikan pahalanya untuk mayyit, sungguh orang yang bershadaqah
untuk mayyit tidak mengurangi pahalanya dirinya”.[15]
Al-‘Allamah Syaikh Sulaiman al-Jamal didalam Futuhat al-Wahab :
قوله: وينفعه صدقة) ومنها وقف لمصحف وغيره
وحفر بئر وغرس شجرة منه في حياته، أو من غيره عنه بعد موته ودعاء له من وارث
وأجنبي إجماعا
“(frasa
bermanfaatnya shadaqah) diantaranya yakni waqaf untuk mushhaf dan yang
lainnya, menggali sumur dan menanam pohon darinya pada masa hidupnya atau dari
orang lain untuknya setelah kematiannya, dan do’a untuknya dari ahli waris
dan orang lain berdasarkan ijma’”.[16]
Masih banyak lagi pertanyaan ulama-ulama Syafi’iyah yang termaktub didalam
kitab-kitab mereka. Oeh karena itu dapat disimpulkan bahwa do’a jelas sampai
dan memberikan kepada orang mati dan ulama telah berijma’ tentang ini. Artinya
dari sini, mayyit bisa memperoleh manfaat dari amal orang lain berupa do’a.
Ini adalah amal baik dan penuh kasih sayang terhadap saudara muslimnya yang
telah meninggal dunia, dan telah menjadi kebiasaan kaum muslimin terutama yang
bermandzhab syafi’i baik di Indonesia yang lainnya, yang dikemas dalam kegiatan
tahlilan.
CATATAN KAKI :
[1]
Lihat : Tafsirul Jalalain karya al-Hafidz Jalaluddin as-Suyuthi dan Jalaluddin
al-Mahalli (asy-Syafi’i).
[3]
Lihat ; Ibid. “Ash-Shalah” menurut bahasa adalah do’a. Frasa “sakanun lahum”
yaitu sesunguhnya do’amu sebagai rahmat bagi mereka, ini qaul Ibnu ‘Abbas. ;
Juga didalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adhiim, Ibnu Katsir.
[4]
Shahih Muslim no. 1618 ; Sunan an-Nasa’i no. 2012 ; Assunanul Kubra lil-Imam
al-Baihaqiy (4/79) ; Musnad Abu Ya’la no. 4635 ; Shahih Ibnu Hibban no. 3239 ;
[8]
Lihat : Niyahatuz Zain fiy Irsyadil Mubtadi-in lil-Syaikh Ibnu ‘Umar an-Nawawi
al-Jawi [hal. 162]
[9]
Haditsnya terdapat dalam Shahih Muslim (1631), Ibnu Majah [3660], Musnad Ahmad
[8540] dan ad-Darimi [3464].
[10]
Lihat : Fathul Mu’in bisyarhi Qurrati ‘Ain, al-‘Allamah Zainuddin bin ‘Abdul
‘Aziz al-Malibari [hal. 431].
[12]
Lihat : Fathul Wahab bisyarhi Minhajith Thullab lil-Imam Zakariyya al-Anshari
[w. 926 H] (2/23).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar