Rabu, 20 April 2016

al-fiqh



(والفِقْهُ) بِالْمَعْنَى الشَّرْعِيِّ (أَخَصُّ مِنَ العِلْمِ) لِصِدْقِ الْعِلْمِ بِالنَّحْوِ وَغَيْرِهِ فَكُلُّ فِقْهٍ عِلْمٌ وَلَيْسَ كُلُّ عِلْمٍ فِقْهاً.
(وَالْعِلْمُ مَعْرِفَةُ الْمَعْلُوْمِ) أَيْ إِدْرَاكُ مَا مِنْ شَأْنِهِ أَنْ يُعْلَمَ (عَلَى مَا هُوَ بِهِ فِيْ الْوَاقِعِ) كَإِدْرَاكِ الْإِنْسَانِ بِأَنَّهُ حَيَوَانٌ نَاطِقٌ

Fiqh dengan arti syar’i mempunyai makna lebih sempit daripada ilmu, karena mencakupnya arti ilmu pada nahwu dan lainnya. Maka setiap fiqh pasti ilmu akan tetapi tidak setiap ilmu dinamakan fiqh.
Ilmu ialah pengetahuan pada perkara yang diketahui, maksudnya menemukan perkara yang keadaannya perkara tersebut memungkinkan untuk diketahui, sesuai dengan kenyataan yang ada. Seperti pengetahuan pada manusia, bahwa manusia ialah hewan yang dapat berfikir.

Penjelasan :
Fiqh dipandang dari makna bahasa lebih luas daripada makna ilmu, sebab arti fiqh secara bahasa adalah kefahaman yang mencakup ilmu dan selainnya. Sedangkan dipandang dari sisi makna syar’i, fiqh lebih sempit dari pada makna ilmu, karena setiap fiqh pasti ilmu, dan ilmu bisa mencakup fiqh dan yang lainnya, seperti ilmu nahwu, sharaf dan lainnya. Dari pengertian ini, ilmu memiliki pengertian yang sangat luas dibandingkan dengan pengertian yang ada dalam fiqh.
Pengertian ilmu adalah,
إِدْرَاكُ مَا مِنْ شَأْنِهِ أَنْ يُعْلَمَ عَلَى مَا هُوَ بِهِ فِيْ الْوَاقِعِ
Menemukan (idrak) perkara yang memungkinkan untuk diketahui sesuai kenyataan yang ada”.

Contoh, menemukan pada manusia bahwa manusia adalah binatang yang bisa berfikir. Maka hal ini adalah ilmu karena sesuai kenyataan yang ada. Mengecualikan sebuah pengetahuan yang tidak sesuai kenyataan yang ada, seperti pengetahuan kaum Yahudi bahwa Uzair adalah anak Allah swt. Pengetahuan ini tidak bisa disebut sebagai ilmu, namun dinamakan sebagai jahl murakkab (kebodohan bertingkat).[1][9]
Sedangkan pengertian idrak ialah,
وُصُولُ النَّفْسِ إلَى الْمَعْنَى بِتَمَامِهِ
“Sampainya hati pada makna dengan sempurna”

Dimana idrak yang adanya tanpa disertai hukum disebut tashawwur dan yang disertai hukum disebut dengan tashdiq. [2][10]

(وَالْجَهْلُ تَصُّورُ الشَّيْءِ) أَيْ إِدْرَاكُهُ (عَلَى خِلَافِ مَا هُوَ بِهِ فِيْ الْوَاقِعِ) كَإِدْرَاكِ الْفَلَاسِفَةِ أَنَّ الْعَالَمَ وَهُوَ مَا سِوَى اللهِ تَعَالَى قَدِيْمٌ وَبَعْضُهُمْ وَصَفَ هَذَا الْجَهْلَ بِالْمُرَكَّبِ، وَجَعَلَ الْبَسِيْطَ عَدَمَ الْعِلْمِ بِالشَّيْءِ، كَعَدَمِ عِلْمِنَا بِمَا تَحْتَ الْأَرَضِيْنَ وَبِمَا فِيْ بُطُوْنِ الْبِحَارِ، وَعَلَى مَا ذَكَرَهُ  الْمُصَنِّفُ لَا يُسَمَّى هَذَا جهلاً

Bodoh yaitu menggambarkan sesuatu, maksudnya ialah menemukan sesuatu tidak sesuai dengan keadaan nyata yang ada, seperti menemukannya kaum filosof bahwa alam semesta, yakni perkara selain Allah swt bersifat qadim (dahulu). Sebagian ulama menamakan kebodohan ini dengan jahl murakkab. Dan menjadikan definisi jahl basith ialah tidak mengetahui (sama sekali) terhadap sesuatu, seperti tidak tahunya kita atas benda di perut bumi dan yang ada di dasar laut. Hal ini menurut keterangan mushannif tidak dinamakan jahl.

Penjelasan :
Kebalikan dari ilmu adalah jahl (bodoh). Terbagi dua:
1.        Jahl murakkab (kebodohan bertingkat) yaitu menggambarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Contoh, pengetahuan para ahli filsafat bahwa alam bersifat qadim (dahulu tanpa permulaan). Pengetahuan mereka tidak sesuai dengan kenyataan yang ada, karena kenyataan sebenarnya alam bersifat hadits (tercipta baru). Ditandai dengan perubahan dan sifat-sifat yang nampak pada alam. Jahl semacam ini disebut murakkab (bertingkat), karena pelakunya selain tergolong bodoh, juga tidak menyadari bahwa dirinya bodoh (tidak sadar bahwa penemuannya salah).
2.        Jahl basith, yaitu tidak adanya pengetahuan sama sekali atas sesuatu. Seperti tidak tahu tentang isi perut bumi dan dasar lautan. Dan jenis ini bukan tergolong jahl, apabila berpijak dari definisi pengarang.

Pertanyaan :
Apa sebab penamaan jahl dengan nama jahl murakkab?
Jawab :
Karena pelakunya meyakini sesuatu tidak sesuai dengan kenyataan, hal ini merupakan kebodohan atas sesuatu tersebut. Ditambah ia meyakini bahwa keyakinannya itu sesuai dengan kenyataan, hal ini menjadi kebodohan lain (tingkat kedua).
Referensi :
(بِالمُرَكَّبِ) وَإِنَّمَا سُمِيَ مُرَكَّبًا لِاَنَّ صَاحِبَهُ يَعْتَقِدُ الشَّيْئَ عَلَى خِلاَفِ مَا هُوَ عَلَيْهِ فَهَذَا جَهْلٌ بِذَلِكَ الشَّيءِ وَيَعْتَقِدُ أَنَّهُ يَعْتَقِدُهُ عَلَى مَا هُوَ عَلَيْهِ فَهَذَا جَهْلٌ أَخَرُ تَرَكَّبَا مَعًا (النَّفَحَاتُ صـ 25)
“(Perkataan pengarang : jahl murakkab), kebodohan ini disebut dengan jahl murakkab (kebodohan yang berganda), karena pelakunya meyakini atas sesuatu tidak sesuai dengan kenyataan, hal ini merupakan kebodohan atas sesuatu tersebut. Ditambah ia meyakini bahwa keyakinannya itu sesuai dengan kenyataan, hal ini juga merupakan kebodohan lain. Kedua jenis kebodohan ini tersusun secara bersamaan.

(وَالْعِلْمُ الضَّرُوْرِيُّ مَا لَا يَقَعُ عَنْ نَظَرٍ وَاسْتِدْلَالٍ) كَالْعِلْمِ الْوَاقِعِ بِإِحْدَى

Ilmu dlaruri yaitu ilmu yang didapatkan tanpa melalui berfikir dan tanpa menggunakan dalil.

الْحَوَاسِ الْخَمْسِ الظَّاهِرَةِ وَهِيَ السَّمْعُ وَالْبَصَرُ وَاللَّمْسُ وَالشَّمُ وَالذَّوْقُ فَإِنَّهُ يَحْصُلُ بِمُجَرَّدِ الْإِحْسَاسِ بِهَا مِنْ غَيْرِ نَظَرٍ وَاسْتِدْلَالٍ
(وَأمَّا الْعِلْمُ الْمُكْتَسَبُ فَهُوَ المَوْقُوْفُ عَلَى النَّظَرِ وْالْإِسْتِدْلَالِ) كَالْعِلْمِ بِأَنَّ الْعَالَمَ حَادِثٌ فَإِنَّهُ مَوْقُوْفٌ عَلَى النَّظَرِ فِيْ الْعَالَمَ وَمَا نُشَاهِدُهُ فِيْهِ مِنَ التَّغَيُّرِ فَيَنْتَقِلُ مِنْ تَغَيُّرِهِ إِلَى حُدُوْثِهِ

Seperti ilmu yang diperoleh melalui salah satu panca indra yang nampak, yakni pendengaran, penglihatan, peraba, penciuman, dan perasa. Pengetahuan ini didapat hanya dengan interaksi panca indra tanpa butuh pemikiran dan menggunakan dalil.
Ilmu muktasab ialah suatu pengetahuan yang dicapai melalui berfikir dan menggunakan dalil. Seperti pengetahuan bahwa alam adalah ciptaan baru. Pengetahuan ini dicapai melalui berfikir tentang alam, dan yang kita lihat pada alam, berupa perubahan. Dari perubahan tersebut maka hati berpindah (menyimpulkan) bahwa alam adalah ciptaan baru.

Penjelasan :
Ilmu terbagi menjadi dua macam :
1.    Ilmu dlaruri, yakni ilmu yang diperoleh tanpa melalui proses berfikir dan tanpa menggali dalil. Seperti pengetahuan yang dihasilkan mata manusia bahwa sebuah benda berwarna hitam atau putih[3][11]
2.    Ilmu muktasab, adalah ilmu yang diperoleh melalui proses berfikir dan menggunakan dalil. Seperti pengetahuan bahwa alam adalah ciptaan baru. Pengetahuan tersebut dicapai melalui pemikiran tentang alam dan segala keadaan yang melingkupinya. Dimulai dari kenyataan bahwa alam berubah-ubah, dari ada menjadi hilang, dari tidak ada menjadi wujud dan lain sebagainya. Dari perubahan inilah, hati menyimpulkan pengetahuan bahwa alam adalah ciptaan baru.
(وَالنَّظَرُ هُوَ الْفِكْرُ فِيْ حَالِ الْمَنْظُوْرِ فِيْهِ) لِيُؤَدِّيَ إِلَى الْمَطْلُوْبِ
(وَالْاِسْتِدْلَالُ طَلَبُ الدَّلِيلِ) لِيُؤَدِّيَ إِلَى الْمَطْلُوْبِ فَمُؤَدَّى النَّظَرِ وَالْاِسْتِدْلَالِ وَاحِدٌ وَجَمَعَ الْمُصَنِّفُ بَيْنَهُمَا فِيْ الْإِثْبَاتِ وَالنَّفْيِ تَأْكِيْدًا
(وَالدَّلِيْلُ هُوَ الْمُرْشِد إِلَى الْمَطْلُوْبِ) لِأَنَّهُ عَلَامَةٌ عَلَيْهِ 
(وَالظَّنُّ تَجْويْزُ أَمْرَيْنِ أَحَدُهُمَا أَظْهَرُ مِنَ الْآخَرِ) عِنْدَ الْمُجَوِّز
(وَالشَّكُّ تَجْوِيْزُ أَمْرَيْنِ لَا مَزِيَّةَ لِأَحَدِهِمَا عَلَى الْآخَرِ) عِنْدَ الْمُجَوِّز فَالتَّرَدُّدُ فِيْ قِيَامِ زَيْدٍ وَنَفْيِهِ عَلَى السَّوَاءِ شَكٌّ، وَمَعَ رُجْحَانِ الثُّبُوْتِ وَالْاِنْتِفَاءِ ظَنٌّ

An-Nadhar ialah berfikir mengenai sesuatu yang difikirkan agar sampai pada sesuatu yang dicari. Istidlal ialah  pencarian dalil agar sampai pada sesuatu yang dicari. Sehingga tujuan an-Nadhar dan istidlal adalah sama. Pengarang mengumpulkan keduanya dalam kalam itsbat dan kalam nafi bertujuan untuk mengukuhkan.
Dalil ialah sesuatu yang menunjukkan pada perkara yang dicari. Karena dalil merupakan tanda dari adanya perkara yang dicari.
Dhan ialah menganggap adanya kemungkinan dari dua perkara, dimana salah satunya dianggap lebih kuat dari yang lainnya menurut orang yang mempunyai anggapan.
Syak ialah menganggap adanya kemungkinan pada dua perkara, yang salah satunya tidak dianggap lebih kuat dari yang lain menurut orang yang mempunyai anggapan. Keraguan atas berdiri dan tidaknya Zaid secara seimbang, dinamakan syak. Dan jika disertai anggapan lebih kuatnya salah satu di antara berdiri dan tidak berdiri, maka dinamakan dhan.

Penjelasan :
Nadhar adalah berfikir tentang keadaan dari perkara yang difikirkan supaya sampai pada kesimpulan yang dicari (al-matlub).
Istidlal ialah pencarian dalil yang dapat menunjukan pada kesimpulan yang dicari. Dari dua pengertian di atas, nadhar dan istidlal memiliki tujuan sama.
Dalil secara lughat adalah sesuatu yang menunjukkan pada perkara lain. Secara istilah dalil adalah sesuatu yang ketika dianalisa dengan benar memungkinkan sampai pada kesimpulan berbentuk khabar. Definisi ini semakna dengan definisi pengarang di atas.
Dhan ialah menganggap adanya kemungkinan dari dua perkara, dimana salah satunya dianggap lebih kuat dari yang lainnya menurut orang yang mempunyai anggapan. Contoh anggapan berdiri dan tidaknya Zaid, dimana salah satunya lebih kuat.
Syak ialah menganggap adanya kemungkinan pada dua perkara, yang salah satunya tidak dianggap lebih kuat dari yang lain menurut orang yang mempunyai anggapan. Contoh, keraguan atas berdiri dan tidaknya Zaid secara seimbang.
        
Pertanyaan :
Apa maksud pernyataan pengarang telah mengumpulkan keduanya (nadhar dan istidlal) dalam kalam itsbat dan dalam kalam nafi?
Jawab :
Maksud pengarang mengumpulkan keduanya dalam kalam itsbat adalah dalam definisi ilmu muktasab. Dan dalam kalam nafi, maksudnya adalah dalam definisi ilmu dlaruri.
Referensi :
(فِي الِاثْبَاتِ وَالنَّفيِ) اَرَادَ بِالْاِثْبَاتِ الجَمْعُ بَيْنَهُمَا فِي تَعْرِيْفِ العِلْمِ الْمُكْتَسَبِ حَيْثُ قَالَ فَهُوَ المَوْقُوْفُ عَلَى النَّظَرِ وْالْإِسْتِدْلَالِ وَبِالنَّفْيِ الجَمْعُ بَيْنَهُمَا فِي تَعْرِيْفِ العِلْمِ الضَّرُوْرِي حَيْثُ قَالَ مَا لَا يَقَعُ عَنْ نَظَرٍ وَاسْتِدْلَالٍ (اَلنَّفَحَاتُ صـ30)
“(dalam kalam isbat dan nafi) pengarang menghendaki dengan itsbat, adalah mengumpulkan nadhar dan istidlal dalam definisi ilmu muktasab dengan perkataan : المَوْقُوْفُ عَلَى النَّظَرِ وْالْإِسْتِدْلَال. Sedangkan maksud kalam nafi adalah mengumpulkan nadhar dan istidlal dalam definisi ilmu dlaruri dengan perkataan : مَا لَا يَقَعُ عَنْ نَظَرٍ وْالْإِسْتِدْلَالِ.”






Tidak ada komentar:

Jual beli online dan menyusui anak orang kafir

*SOAL* Bahsulmasail# 1_ *bagaimana hukum orang jual beli online, kalo di bolehkan bagaimana cara akadnya apakah sah hanya melewati telpon sa...