KETAUHIDAN ORANG TUA NABI SAW
Dalam
mengkaji masalah yg berkaitan dengan keluarga Nabi SAW, ahlussunnah waljamaah
sangat berhati-hati dan selalu mengambil sikap ber-etika terhadap kedudukan
baginda Nabi SAW yg sangat mulia, sikap ini diambil karna khawatir jika
permasalahan yg terkait malah akan menyakiti hati Nabi Saw, karena siapapun yg
menyakiti Nabi Saw terdapat ancaman dalam al-Quran
إِنَّ الَّذِينَ
يُؤْذُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَأَعَدَّ
لَهُمْ عَذَابًا مُهِينًا [الأحزاب/57
”sesungguhnya orang-orang yg menyakiti Allah dan Rosul-Nya akan
dilaknat oleh Allahdi dunia dan akhirat, dan Allah akan menyediakan bagi mereka
siksa yg sangat menghinakan” (al-ahzab
: 57 )
Sebagaimana tercatat dalam sejarah,bahwa
terdapat kejadian yg menarik untuk kita renungkan yakni betapa marahnya Nabi
SAW ketika putri Abi lahab di-ejek oleh masyarakat. Seperti keterangan berikut
ذخيرة الحفاظ - (ج 2 / ص 913)
عن ان سبيعة بنت أبي لهب جاءت الى رسول الله ، فقالت : يارسول الله ! ان الناس يصيحون بي ويقولون
: انت ابنة حمالة الحطب ! قال : فقام رسول الله
مغضباً ، شديد النضب ، فقال : ما بال أقوام يؤذون نسبي ، وذي رحمي ، ألا ومن
آذى نسبي ، وذي رحمي ، فقد آذاني ، ومن آذاني ، فقد أذى الله . رواه يزيد بن عبد الملك
بن المغيرة النوفلي : عن سعيد المقبري ، عن أبي هريرة
Dari
Abu hurairoh bahwa sabi’ah putri Abi lahab mendatangi Nabi SAW, lalu berkata :
wahai Rosulullah, sesungguhnya masyarakat meneriaki aku, mereka mengatakan:
“engkau putri pembawa kayu bakar”. Lalu Nabi berdiri dalam keadaan marah dan
bersabda:” bagaimana keadaan kaum yg
menyakiti nasab-ku dan sanak keluargaku, perhatikanlah !!! siapa yang
menyakiti nasab-ku dan sanak keluargaku maka sungguh telah menyakiti-ku, dan
siapa yg menyakitiku maka sungguh telah menyakiti Allah SWT.”
Jika putri Abi lahab yg diteriaki
oleh masyarakat saja membuat Nabi SAW marah tersakiti dan marah lantas
bagaimana jika terkait langsung dengan kedua orang tua Nabi SAW ....??
Pembahasan
terkait ke-tauhid-an kedua orang tua Nabi SAW telah dipelopori oleh para
punggawa ulama, seperti imam asy-Syafi’iy, an-Nawawiy, as-Suyuthiy, al-Munawiy,
al-Mawardiy dan ulama lainnya.
v
AYAT
AL-QURAN MENGENAI BERTAUHID-NYA LELUHUR NABI MUHAMMAD SAW
Jika
kita telaah lebih dalam redaksi al-quran maka akan kita temukan banyak sekali
ayat yg menyatakan betapa mulianya garis keturunan Nabi SAW. Kita ingat-ingat
lagi bahwa nabi Isma’il dan Nabi Ibrahim as telah berdoa kepada Allah supaya
keturunannya menjadi keturunan yg berpasrahdiri tunduk patuh kepada-Nya.
رَبَّنَا
وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ [البقرة/128
“wahai Tuhan kami, jadikanlah kami berdua sebaai orang yg
berpasrah diri, patuh kepada-Mu. Dan jadikanlah
dari anak keturunan kami berdua, umat yg tunduk berpasrah kepada-Mu”.(al-Baqorah: 128)
Jika
kita perhatikan doa diatas serta doa yg mengiringinya, yaitu رَبَّنَا
وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولًا مِنْهُمْ [البقرة/129] “wahai Tuhan kami, utuslah ditengah
mereka seorang Rosul dari kalangan mereka” menunjukkan bahwa keturunan
Nabi Muhammad SAW adalah orang-orang yg slalu berpasrah diri kpd Allah SWT,
sebab yg dimaksud dari “Rosul yg diutus” dalam doa Nabi Ibrahim AS adalah Nabi
Muhammad SAWseperti dalam hadits yg diriwayatkan oleh Harits bin Abi usamah
at-Thayaliy dan ad-Dailamiy; “Aku adalah seruan dalam doa Nabi Ibrahim AS”.oleh
sebab itu keturunan Nabi Muhammad bisa dipastikan adalah keturunan dari
orang-orang yg selalu berpasrah diri kpd Allah SWT sebagaimana dalam doa Nabi
Ibrahim As tersebut.
Imam suyfan bin ‘uyainah sebagaimana
keterangan g diriwayatkan oleh ibnu Abi hatim saat ditanya , apakah ada
seseorang dari keturunan Nabi Isma’il AS yang menyembah berhala ???, beliau
menjawab : Tidak !!, tidakkah engkau mendengar firman Allah SWT
وَإِذْ
قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آَمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ
أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ [إبراهيم/35]
“ketika Ibrahim berdoa : wahai Tuhan-ku,jadikanlah negeri ini
sebagai kawasan yang aman dan jauhkanlah aku dan anak-ku dari menyembah berhala”.(QS.Ibrahim 35)
Begitu juga Ibnu jarir dalam
tafsirnya meriwayatkan dari Mujahid bahwa beliau berkata: “Allah Swt telah
mengabulkan doa yg disampaikan oleh Nabi Ibrahim pada putranya (menjadikan keturunannya sebagai
orang-orang yg meng-Esakan Allah ) , sehingga tiada seorangpun dari
keturunannya yang menyembah berhala setelah doa yang beliau sampaikan”.
Yang patut dipertanyakan kepada
kelompok yg lancang mengvonis bahwa kedua orang tua Nabi SAW tidak selamat adalah apakah masuk akal bila Allah SWT meletakkan ruh
yang suci pada beberapa tulang rusuk orang-orang musyrik dan rahim wanita
musyrik dan menjadikannya sebagai asal mula dari penciptaan Nabi Muhammad SAW,
padahal Allah SWT telah menyebut orang-orang musyrikdengan sebutan najis ?? Allah
berfirman
{إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ [التوبة: 28
“sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis”.(at-Taubah 28)
{الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ}
[النور: 26
“wanita yang keji adalah untuk lelaki yang keji, dan laki-laki
yg keji adalah buat wanita yang keji pula”.(an-Nur 26)
Dan perlu diketahui, seorang anak
adalah bibit yg dihasilkan oleh ayah dan dikandung oleh ibu. Karena itu, anak
yang suci dan bersih tidak seyogyanya lahir dari bibit dan dikandung oleh orang
tua yg musyrik dan najis. Maha benar Allah dalam firmannya:
{وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ
لِلطَّيِّبَاتِ} [النور: 26]
“wanita-wanita yang baik adalah untuk lelaki yang baik,
laki-laki yg baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula”. (an-Nur 26 )
v
HADITS
MENGENAI GARIS KETURUNAN NABI SAW ADALAH NASAB YANG TERBAIK DAN SUCI
Pertama
mari kita perhatian kesucian TRAH nasab Nabi SAW dalam berbagai riwayat hadits
yang Beliau sampaikan :
عَنْ أَبِى
هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ
« بُعِثْتُ مِنْ خَيْرِ قُرُونِ بَنِى آدَمَ قَرْنًا فَقَرْنًا ، حَتَّى كُنْتُ مِنَ
الْقَرْنِ الَّذِى كُنْتُ فِيهِ
“dari Abu hurairah , Rosulullah SAW bersabda: Aku diutus dari
kurun terbaik Bani adam, kurun demi kurun hingga Aku berada pada kurun yang Aku
berada dikurun itu”.(
HR. Bukhoriy)
إِنَّ اللَّهَ
اصْطَفَى كِنَانَةَ مِنْ بَنِي إِسْمَاعِيلَ ، وَاصْطَفَى مِنْ بَنِي كِنَانَةَ قُرَيْشًا
، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ
”sungguh Allah memilih bani kinanah dari keturunan Isma’il, dari
bani kinanah Allah memilih Quraisy, dari Quraisy Allah Bani hasyim, dari bani
Hasyim Allah telah memilih-ku”.(
HR. Muslim)
Ibnu
taimiyah dalam mengomentari hadits ini mengatakan:” Hadits ini
menjelaskan bahwa Nabi Ismail dan keturunannya adalah yg terpilih dari anak
Ibrahim AS. Muhammad adalah keturunan Nabi Ibrahim dari jalur Ismail.
Abdullah dan Aminah adalah penerus keturunan Ismail yang menjadi perantara
perpindahan Ruh suci Nabi Muhammad SAW, maka dapat disimpulkan bahwa kedua
orang tua Nabi SAW adalah orang yg meng-Esakan Allah SWT.
مسند الصحابة
في الكتب التسعة - (ج 47 / ص 20)
إِنَّ اللَّهَ
خَلَقَ الْخَلْقَ فَجَعَلَنِي مِنْ خَيْرِهِمْ مِنْ خَيْرِ فِرَقِهِمْ وَخَيْرِ الْفَرِيقَيْنِ
ثُمَّ تَخَيَّرَ الْقَبَائِلَ فَجَعَلَنِي مِنْ خَيْرِ قَبِيلَةٍ ثُمَّ تَخَيَّرَ الْبُيُوتَ
فَجَعَلَنِي مِنْ خَيْرِ بُيُوتِهِمْ فَأَنَا خَيْرُهُمْ نَفْسًا وَخَيْرُهُمْ بَيْتًا
”sesungguhnya Allah menciptakan makhluq dan menjadikan-ku dari
makhluk terbaik, dari sebaik-baiknya golongan makhluk dan sebaik-baiknya dua
kelompok , lalu Allah memilih dari dari beberapa kabilah dan menjadikan-ku
berasal dari kabilah terbaik, lalu Allah memilih dari beberapa keluarga dan
dijadikannya diri-ku dari sebaik-baiknya keluarga mereka, maka Aku adalah
pribadi terbaik dari mereka dan sebaik-baiknya keluarga”.(HR. Turmudzi)
Muhammad
SAW berasal dari keluarga terbaik , itulah yg dikatakan Beliau. Adakah insan
terbaik yang terbangun dari sepasang pasutri yang menyekutukan Allah ???
وما افْتَرَقَ الناسُ فِرْقَتَيْنِ إلا جَعَلني اللهُ
في خَيْرِهِمَا، فأخْرَجْتُ مِنْ بَيْنِ أَبَوَي فلم يُصِبْنِي شيْءٌ مِنْ عِهْرِ الجاهلية،
وخرجْتُ من نكاحٍ ولم أخْرُجْ مِنْ سِفَاحٍ
من لَدُنِّ آدَمَ حتَّى انْتَهَيْتُ إلى أبي وأُمِّي فأَنَا خَيْرُكُمْ نَسَبًا
وخيركم أبًا
”dan tidaklah manusia terpisah menjadi dua kelompok melainkan
Allah menjadikan-ku sebagai yang terbaik, aku terlahir dari dua orang tua dan
tiada yang mengenaiku suatu apapun dari praktek keji kaum jahiliyah, aku
terlahir dari pernikahan dan bukan dari hubunan terlarang sejak Nabi Adam
hinggan aku sampai pada ayah ibuku, aku adalah sebaik-baik nasab dan ayah dari
pada kalian”. ( HR.
Baihaqiy)
Nabi
menyebit nasabnya adalah sebaik-baik nasab. Maka ayah ibu Nabi adalah
sebaik-baiknya orang tua. Adakah sebaik-baik orang tua berada di neraka
???
لم يزل
الله ينقلنى من الأصلاب الحسنة إلى الأرحام الطاهرة مصفى مهذبا لا تتشعب شعبتان إلا
كنت فى خيرهما
“Allah senantiasa memindahkan-ku dari beberapa tulang rusuk yg
baik menuju beberapa rahim yang suci, murni dan bersih, tidaklah terbelah
menjadi dua bagian melainkan aku berada pada yang terbaik”.( HR. Abu nu’aim)
Maka sudah
menjadi ketetapan bahwa tidak satupun orang musyrik yang masuk dalam garis
nasab Nabi saw serta senantiasa cahaya kenabian berpindah dari tulang rusuk
yang suci ke rahim yg suci pula, dan senantiasa dari orang yg ahli bersujud
pada rahim ahli sujud, sebagaimana firman Allah
وَتَقَلُّبَكَ
فِي السَّاجِدِينَ
“dan per-alihan diri-mu diantara orang-orang yang bersujud”.( asy-Syu’ara’ : 219 )
v KE-DUA ORANG TUA NABI ADALAH AHLI FATROH
Dalam
berbagai kitab para ulama telah menjelaskan bahwa umat manusia yg hidup dalam
masa FATROH (masa kekosongon Rosul sebelum diutusnya Rasul yang selanjutnya )
terbebas dari jeratan azab , berdasarkan dalil
{وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا}
[الإسراء: 15
“dan Kami tidak meng-adzab sampai Kami mengutus seorang utusan”(al-isra’ 15 )
Al-Qasimi
dalam menafsiri ayat diatas mengatakan : “tidak benar, bahkan mustahil dalam
sunnah-Ku yang terbangun atas kebijaksanaan, menghukum kaum sehingga Aku utus
Rasul atas mereka, Rasul yg akan menunjukkan mereka pada kebenaran dan
menjauhkan mereka dari kesesatan untuk menegakkan hujjah dan memutus dalih yang
dibuat-buat”.
{وَمَا أَهْلَكْنَا مِنْ قَرْيَةٍ إِلَّا لَهَا مُنْذِرُونَ}
[الشعراء: 208
“dan Kami tidak membinasakan sesuatu negeri-pun melainkan
sesudah ada baginya orang-orang yg memberi peringatan”.(asy-syu’ara’ 208 )
{رُسُلًا مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ لِئَلَّا يَكُونَ
لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا}
[النساء: 165
“(mereka Kami utus ) selaku Rasul-rasul pembawa berita gembira
dan pemberi peringatan supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah
sesudah diutusnya Rasul-rasul itu. Dan Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana”.(an-Nisaa 165)
Dari ayat diatas itulah para ulama
berani menyimpulkan bahwa manusia yg hidup di-era fatroh tidak terkena ancaman
adzab, hal ini dikarenakan belum adanya Rasul yg diutus untuk orang yang hidup
pada masa fatroh, dan jelas sekali bahwa keberadaan kedua orang tua Nabi
SAW merupakan bagian dari ahli fatroh, karena beliau berdua meninggal sebelum
Nabi Muhammad diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Oleh karenanya tidak layak bagi
siapapun memberikan pernyataan kedua orangtua Nabi berada di neraka.
Syaikh Syaraf ad-Din al-Munawiy pernah
ditanya, apakah orang tua Nabi SAW berada di neraka ? Beliau menjawab
si-penanya dengan bentakan yg keras. Beliau juga ditanya adakah orang tua Nabi
menetapi agama islam ? beliau menjawab,sesungguhnya orang tua Nabi wafat dalam
masa fatroh, tiada azab sebelum terutusnya Nabi. Seluruh ahli fatroh adalah
orang-orang yang selamat dari siksa sebagaimana ayat-ayat yang telah
disampaikan. Jelas sekali bahwa orang tua Nabi tidak disiksa, hal ini bukan karena
faktor bahwa beliau berdua merupakan orang tua Nabi, melainkan dikarenakan
beliau berdua termasuk golongan ahli fatroh.
Dalil yg menegaskan keselamatan
kedua orang tua Nabi tanpa melirik bahwa beliau berdua merupakan ahli fatroh
adalah firman Allah SWT:
وَتَقَلُّبَكَ
فِي السَّاجِدِينَ
“dan per-alihan diri-mu diantara orang-orang yang bersujud”.( asy-Syu’ara’ : 219 )
v
MENJAWAB
KESAMARAN DAN KERAGU-RAGUAN DALIL ATAS TIDAK SELAMATNYA ORANG TUA NABI SAW
Dari semua
keterangan diatas menyimpulkan bahwa orang tua Nabi SAW selamat dari siksa
neraka lantas apakah keterangan diatas tidak bertentangan dengan makna harfiyah
hadits yang oleh sebagian sekte minoritas dijadikan sebagai pijakan untuk
menyerang status keselamatan kedua orang tua Nabi SAW
Dalam sebuah hadits terkait ibunda Nabi,
disampaikan dalam shahih muslim
اسْتَأْذَنْتُ
رَبِّى أَنْ أَسْتَغْفِرَ لأُمِّى فَلَمْ يَأْذَنْ لِى وَاسْتَأْذَنْتُهُ أَنْ أَزُورَ
قَبْرَهَا فَأَذِنَ لِى
“Aku memohon izin kpd Allah untuk memintakan ampun untuk
ibunda-ku, akan tetapi Allah tidak mengizinkan, lantas aku minta izin untuk
berziarah ke makam ibu-ku, dan Allah memberiku izin”.(HR. Muslim)
Jika kita cermati dalam muatan
hadits ini tidak ada keterangan yg menunjukkan bahwa Aminah (ibunda Nabi) tidak
beriman, hadits ini hanya menjelaskan bahwa Allah tidak memberikan izin kepada
Nabi SAW untuk memintakan ampunanuntuk sang ibunda, dan perlu dicatat bahwa
larangan memohonkan ampun untuk seseorang itu tidak mesti karena kekufuran,
seperti tercatat dalam sejarah bahwa pada saat awal mula agama islam, Nabi SAW
dilarang men-shalati seorang jenazah dan setelah ditelusuri ternyata alasan yg
melatar belakangi kejadian ini adalah jenazah ini memiliki hak adami yg belum
terlunasi, dan setelah salah satu sahabat yg bersedia menanggung maka Nabi SAW
pun bersedia men-shalati-nya. Esensi dari kisah ini adalah Nabi tidak bersedia
menshalati jenazah yg inti dari shalat itu sendiri merupakan permohonan ampun
untuk jenazah yg dishalati, faktornya adalah karena si jenazah memiliki tanggungan
hutang yg belum lunas, dan bukan karena faktor kekufuran. Jadi terjegahnya
permintaan ampunan Nabi SAW untuk ibunda-nya tidak bisa jika langsung diklaim karena
sebab kekufuran, tapi ada faktor lain yg menyebabkan hal itu. WALLAHU A’LAM
Dalam
al-Quran disebutkan
{وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا} [الإسراء: 24]
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucpkanlah:”wahai Tuhan-ku kasihinilah mereka berdua sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.(QS.al-Isra’: 24)
Dalam ayat itu tersurat perintah
bagi orang mukallaf untuk memintakan ampun, rahmat kepada Allah untuk kedua
orang tuanya. Sedangkan perintah tersebut menurut pandangan Ibnu Jauzi harus
dilakukan meski hanya satu kali, lalu apakah baginda Nabi dilarang berdoa
dengan doa yang ada dalam al-Quran ??
Untuk
memperkuat argumen mengenai keselamatan kedua orang tua Nabi yg merupakan ahli
fatroh diatas, al-Habib Muhammad Luthfi bin Yahya memaparkan bahwa anak kecil
yg lahir dari orang kafir tatkala meninggal sebelum baligh maka tidak disiksa,
pertanyaannya adalah apakah mereka yg tidak menjumpai ke-rosulan baginda Nabi
SAW akan disiksa? Jawabnya tentu tidak.
Sedang terkait Ayah Nabi Muhamad SAW
mengenai hadits
عَنْ أَنَسٍ
أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِى قَالَ « فِى النَّارِ ». فَلَمَّا
قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ « إِنَّ أَبِى وَأَبَاكَ فِى النَّارِ »
“dari Anas, sesungguhnya seorang laki-laki bertanya pada
Rasulullah SAW dimana ayahku? Rasul menjawab:”di neraka”,maka disaat dia
beranjak pergi Rasul mengundangnya lalu berkata:” sesungguhnya ayahku dan
ayahmu dineraka”.(HR.Muslim)
Menanggapi
hadits diatas,al-Hafidh as-Suyuthi berkata: lafadz hadits (inna abii wa abaka
fin-nar) adalah kalimat yg penyebutannya tidak disepakati oleh para perawi
hadits. Kalimat ini hanya disampaikan oleh Ahmad bin Salamah dari Tsabit dari
Anas. Sedangkan yg diperoleh Mu’ammar tidak sama dengan yg didapatkan Ahmad.
Riwayat yg didapat Mu’ammar dari Tsabit adalah kalimat
إِذَا مَرَرْت
بِقَبْرِ كَافِر فَبَشِّرْهُ بِالنَّارِ
“jika kamu melewati kubran orang kafir maka takutilah dengan
neraka”
Yang
dimaksud dari riwayat ini adalah Nabi menghendaki menyampaikan hal itu untuk
memberitahukan pada pemuda itu bahwa ayahnya bukanlah satu-satunya orang yg
berada di neraka karena kekufurannya, banyak orang-orang yg sama dengan ayah
pemuda itu telah kufur.
As-Suyuthi juga menegaskan lafadz
hadits ( idza mararta bi qobri kafirin fabasysyirhu bin nari ) sama sekali
tidak menunjukkan bahwa orang tua Nabi di neraka, sebab dalam hadits ini dengan
riwayat yg lebih ATSBAT sama sekali tidak menyebutkan orang tua Nabi SAW.
As-Suyuthi juga mengatakan bahwa hadits dengan riwayat Ahmad, yakni ( inna abi
wa abaka fin-nar) adalah bagian dari perangai yang riwayatkan secara makna yang ber-asal dari pemahamannya
(riwayat bi makna). Yakni rawi memahami dari sabda Nabi SAW (jika kamu
melewati kuburan orang-orang kafir maka takutilah dengan neraka)
Dalil
golongan yang menyatakan orang tua Nabi masuk neraka adalah hadits riwayat Imam
Muslim dari Hammad :
أَنَّ رَجُلًا قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيْنَ أَبِي قَالَ فِي النَّارِ فَلَمَّا قَفَّى دَعَاهُ فَقَالَ إِنَّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النَّارِ
Bahwasanya seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah “ Ya, Rasulullah, dimana keberadaan ayahku ?, Rasulullah menjawab : “ dia di neraka” . maka ketika orang tersebut hendak beranjak, rasulullah memanggilnya seraya berkata “ sesungguhnya ayahku dan ayahmu di neraka “.
Imam Suyuthi menerangkan bahwa Hammad perowi hadits di atas diragukan oleh para ahli hadits dan hanya diriwayatkan oleh Imam Muslim. Padahal banyak riwayat lain yang lebih kuat darinya seperti riwayat Ma’mar dari Anas, al-Baihaqi dari Sa’ad bin Abi Waqosh :
“اِنَّ اَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُوْلِ الله اَيْنَ اَبِي قَالَ فِي النَّارِ قَالَ فَأَيْنَ اَبُوْكَ قَالَ حَيْثُمَا مَرَرْتَ بِقَبْرِ كَافِرٍ فَبَشِّّرْهُ بِالنَّارِ”
Sesungguhnya A’robi berkata kepada Rasulullah SAW “ dimana ayahku ?, Rasulullah SAW menjawab : “ dia di neraka”, si A’robi pun bertanya kembali “ dimana AyahMu ?, Rasulullah pun menawab “ sekiranya kamu melewati kuburan orang kafir, maka berilah kabar gembira dengan neraka “
Riwayat di atas tanpa menyebutkan ayah Nabi di neraka.
Ma’mar dan Baihaqi disepakati oleh ahli hadits lebih kuat dari Hammad, sehingga riwayat Ma’mar dan Baihaqi harus didahulukan dari riwayat Hammad.
Dalil mereka yang lain hadits yang berbunyi :
لَيْتَ شِعْرِي مَا فَعَلَ أَبَوَايَ
Demi Allah, bagaimana keadaan orang tuaku ?
Kemudian turun ayat yang berbunyi :
{ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيْراً وَنَذِيْراً وَلَا تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيْم }
Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka.
Tanggapaan :
Ayat itu tidak tepat untuk kedua orang tua Nabi karena ayat sebelum dan sesudahnya berkaitan dengan ahlul kitab, yaitu :
يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُوا نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ وَأَوْفُوا بِعَهْدِي أُوفِ بِعَهْدِكُمْ وَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ
Hai Bani Israil, ingatlah akan nikmat-Ku yang telah Aku anugerahkan kepadamu, dan penuhilah janjimu kepada-Ku, niscaya Aku penuhi janji-Ku kepadamu; dan hanya kepada-Ku-lah kamu harus takut (tunduk) (Q.S. Albaqarah : 40)
sampai ayat 129 :
وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي قَالَ لَا يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ
Semua ayat-ayat itu menceritakan ahli kitab (yahudi).
Bantahan di atas juga diperkuat dengan firman Allah SWT :
وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا
“dan Kami tidak akan meng’azab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”
Kedua orang tua Nabi wafat pada masa fatroh (kekosongan dari seorang Nabi/Rosul). Berarti keduanya dinyatakan selamat.
Imam Fakhrurrozi menyatakan bahwa semua orang tua para Nabi muslim. Dengan dasar berikut :
Al-Qur’an surat As-Syu’ara’ : 218-219 :
الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ
Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.
Sebagian ulama’ mentafsiri ayat di atas bahwa cahaya Nabi berpindah dari orang yang ahli sujud (muslim) ke orang yang ahli sujud lainnya.
Adapun Azar yang secara jelas mati kafir, sebagian ulama’ menyatakan bukanlah bapak Nabi Ibrohim yang sebenarnya tetapi dia adalah bapak asuhNya dan juga pamanNya.
Hadits Nabi SAW :
قال رسول الله (( لم ازل انقل من اصلاب الطاهرين الى ارحام الطاهرات ))
“ aku (Muhammad SAW) selalu berpindah dari sulbi-sulbi laki-laki yang suci menuju rahim-rahim perempuan yang suci pula”
Jelas sekali Rasulullah SAW menyatakan bahwa kakek dan nenek moyang beliau adalah orang-orang yang suci bukan orang-orang musyrik karena mereka dinyatakan najis dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْمُشْرِكُونَ نَجَسٌ
“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya orang-orang yang musyrik itu najis”
Nama ayah Nabi Abdullah, cukup membuktikan bahwa beliau beriman kepada Allah bukan penyembah berhala.
Jika anda ingin mengetahui lebih banyak, maka bacalah kitab ‘Masaliku al-hunafa fi waalidai al-Musthafa” karangan Imam Suyuthi.
Referensi
حاشية
السندي على ابن ماجه (3/ 348)
وَفِي
رِوَايَة مُسْلِم عَنْ أَنَس أَنَّهُ قَالَ لَهُ إِنَّ أَبِي وَأَبَاك فِي النَّار
قَالَ السُّيُوطِي وَإِنَّمَا ذَكَرهَا حَمَّاد بْن مَسْلَمَة عَنْ ثَابِت وَقَدْ خَالَفَهُ
مَعْمَر عَنْ ثَابِت فَلَمْ يَذْكُرهُ وَلَكِنْ قَالَ إِذَا مَرَرْت بِقَبْرِ كَافِر
فَبَشِّرْهُ بِالنَّارِ وَلَا دَلَالَة فِي هَذَا اللَّفْظ عَلَى حَال الْوَالِد وَهُوَ
أَثْبُت فَإِنَّ مَعْمَرًا أَثْبُت مِنْ حَمَّاد فَإِنَّ حَمَّادًا تُكُلِّمَ فِي حِفْظه
وَوَقَعَ فِي أَحَادِيثه مَنَاكِير وَلَمْ يُخَرِّج لَهُ الْبُخَارِيّ وَلَا خَرَّجَ
لَهُ مُسْلِم فِي الْأُصُول إِلَّا مِنْ رِوَايَته عَنْ ثَابِت وَأَمَّا مَعْمَر فَلَمْ
يُتَكَلَّم فِي حِفْظه وَلَا اُسْتُنْكِرَ شَيْء مِنْ حَدِيثه وَاتَّفَقَ عَلَى التَّخْرِيج
لَهُ الشَّيْخَانِ فَكَانَ لَفْظه أَثْبُت ثُمَّ وَجَدْنَا الْحَدِيث وَرَدَ مِنْ حَدِيث
سَعْد اِبْن أَبِي وَقَاصّ بِمِثْلِ لَفْظ مَعْمَر عَنْ ثَابِت عَنْ أَنَس أَخْرَجَهُ
الْبَزَّار وَالطَّبَرَانِيُّ وَالْبَيْهَقِيُّ وَكَذَا مِنْ حَدِيث اِبْن عُمَر رَوَاهُ
اِبْن مَاجَهْ فَتَعَيَّنَ الِاعْتِمَاد عَلَى هَذَا اللَّفْظ وَتَقْدِيمه عَلَى غَيْره
فَعُلِمَ أَنَّ رِوَايَة مُسْلِم مِنْ تَصَرُّف الرُّوَاة بِالْمَعْنَى عَلَى حَسَب
فَهْمه عَلَى أَنَّهُ لَوْ صَحَّ يُحْمَل فِيهِ الْأَب عَلَى الْعَمّ وَلِهَذَا قَالَ
السُّيُوطِي فِي حَاشِيَة الْكِتَاب هَذَا أَيْ سُنَن اِبْن مَاجَهْ مِنْ مَحَاسِن
الْأَجْوِبَة أَنَّهُ لَمَا وَجَدَ الْأَعْرَابِيّ فِي نَفْسه لَاطَفَهُ النَّبِيّ
صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَدَلَ إِلَى جَوَاب عَامّ فِي كُلّ مُشْرِك وَلَمْ
يَتَعَرَّض إِلَى الْجَوَاب عَنْ وَالِده صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِنَفْيٍ
وَلَا إِثْبَات وَقَالَ وَلَمْ يُعْرَف لِوَالِدِهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
حَالَة شِرْك مَعَ صِغَر سِنّه جِدًّا فَإِنَّهُ تُوُفِّيَ وَهُوَ اِبْن سِتّ عَشْرَة
سَنَة وَقَدْ رُوِيَ أَنَّ اللَّه تَعَالَى أَحْيَا لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَالِدِيهِ حَتَّى آمَنَا بِهِ وَاَلَّذِي يَقْطَع بِهِ أَنَّهُمَا فِي الْجَنَّة
وَمِنْ أَقْوَى الْحُجَج عَلَى ذَلِكَ أَنَّهُمَا مِنْ أَهْل الْفَتْرَة وَقَدْ أَطْبَقَ
أَئِمَّتنَا الشَّافِعِيَّة وَالْأَشْعَرِيَّة عَلَى أَنَّ مَنْ لَمْ تَبْلُغهُ الدَّعْوَة
لَا يُعَذَّب وَيَدْخُل الْجَنَّة لِقَوْلِهِ تَعَالَى { وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ
} الْآيَة وَقَالَ الْحَافِظ اِبْن حَجَر فِي الْإِصَابَة وَرَدَ مِنْ عِدَّة طُرُق
فِي حَقّ الشَّيْخ الْهَرَم وَمَنْ مَاتَ فِي الْفَتْرَة وَمَنْ وُلِدَ أَكْمَه أَعْمَى
أَصَمّ وَمَنْ وُلِدَ مَجْنُونًا أَوْ طَرَأَ عَلَيْهِ الْجُنُون قَبْل أَنْ يَبْلُغ
وَنَحْو ذَلِكَ أَنَّ كُلًّا مِنْهُمْ يَأْتِي بِحُجَّةٍ وَيَقُول لَوْ عَقَلْت أَوْ
ذَكَرْت لَآمَنَتْ فَتُرْفَع لَهُمْ نَار وَيُقَال اُدْخُلُوهَا فَمَنْ دَخَلَهَا كَانَتْ
لَهُ بَرْدًا وَسَلَامًا وَمَنْ اِمْتَنَعَ أُدْخِلهَا كُرْهًا وَنَحْنُ نَرْجُو أَنْ
يَدْخُل عَبْد الْمَطْلَب وَآل بَيْته فِي جُمْلَة مَنْ يَدْخُلهَا طَائِعًا إِلَّا
أَبَا طَالِب ا ه وَكَأَنَّ الْمُصَنِّف أَخَذَ التَّرْجَمَة مِنْ لَفْظ حَيْثُمَا
مَرَرْت بِقَبْرِ مُشْرِك لِأَنَّهُ نَوْع مِنْ الزِّيَارَة وَفِيهِ تَأَمُّل وَفِي
الزَّوَائِد إِسْنَاد هَذَا الْحَدِيث صَحِيح وَاَللَّه أَعْلَم
v SECERCAH SYAIR DEWI AMINAH IBUNDA NABI MUHAMMAD SAW
بَارَكَ اللهُ فِيْـكَ مِنْ غُـــلاَمٍ * يَا ابْنَ الَّذِي مِنْ حَوْمَةِ الْحَمَامِ
نَجَا بِعَوْنِ الْمَلِكِ الْمُنْعَامِ * فَوَّدِيْ غَدَّاةُ الضَّرْبِ بِالسِّهَام
بِمِائَةٍ مِنْ إِبِـــلٍ سَـــوَّامِ * اِنْ صَحَّ مَا ابْصَرْتُ فِي الْمَنَام
فَأَنْتَ مَبْــعُوْثٌ اِلَى الأنَام * مِنْ عِنْدِ ذِي الْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ
تُبْعَثُ فِي
الْحِلِّ وَفِى الْحَرَامِ * تُبْعَثُ بِالتَّحْقِيْقِ وَالإسْلاَمِ
دِيْنِ
أَبِيْكَ الْبَرِّ ابْرَاهَامِ * فَاللهُ أَنْهَاكَ عَنِ الأصْنَامِ
أنْ لاَ تَوَالِيْهَا مَعَ الاَقْوَامِ
Semoga
Allah memberkatimu sebagai putra, wahai anaknya orang dari Haumatil Hamam(makkah)
Semoga
mendapatkan keburuntungan dengan pertolongan Dzat yg merajai, yg memberikan
nikmat, tebusanku segenap makanan pagi
Dengan
seratus unta gembala. Jika benar yang kulihat dalam mimpiku
Maka
kamu akan di-utus kepada manusia dari hadirat Dzat yang agung dan mulia
Kamu
diutus ditanah halal dan haram, diutus membawa kebenaran dan islam
Agama
bapakmu Ibrahim. Allah telah melarangmu dari berhala
Untuk
tidak bersama menyembah berhala bersama kaum
Bait-bait
syair Siti Aminah ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam kitabnya-Dalail
an-Nubuwwah- dari riwayat Zuhri dari Umi sama’ah dari ibunya. Beliau
menyaksikan ibunda Nabi melantunkan syair-syair dalam keadaan sakitnya
menjelang wafat. Pada saat itu Nabi mendekati usia 5 tahun.
Dikatakan
juga disaat wafatnya Siti Aminah , ibu Umi Sama’ah mengatakan:”kami
mendengarkan ratapan kesedihan para jin-jin atas kepergian ibunda Rasulullah
SAW”.
Didalam syair ibunda Rasul ada
beberapa kalimat yg menunjukkan bahwa beliau ibunda Nabi bukanlah orang kafir.
Diantaranya
Pertama: Siti Aminah menyebutkan kalimah dinu ibrahim(agama
Nabi Ibrahim)
Kedua: beliau menyebutkan keter-utusan putranya dari Hadirat Allah.
Ketiga: juga disebutkan dalam syair bahwa putranya dilarang menyembah
berhala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar