Jumat, 03 Juli 2015

Para imam Madzhab juga belajar TASAWWUF

Seringkali kita mendengar ceramah atau tulisan yang tersebar di buku atau internet, bahwa ilmu tasawuf itu tidak ada dalam Islam. Sesuatu yang tidak ada dalam Islam artinya bid’ah dholalah, karena termasuk sesuatu yang diada-adakan. Dan pelaku bid’ah akan masuk neraka. Maka tasawuf itu adalah sesat dan menyesatkan. Saya pun sedikit banyak membaca dan bergabung dengan pengajian tasawuf, ternyata klaim-klaim seperti itu tidak berdasar. Tidak ada yang baru sebenarnya dalam prinsip-prinsip yang dipelajari dalam tasawuf. Karena sesungguhnya, di zaman nabi pun tasawuf , fiqih, tauhid diajarkan dan dipraktekkan secara serempak. Klasifikasi ilmu-ilmu Islam tersebut barulah ada setelah jauh nabi Muhammad wafat. Tasawuf lebih menfokuskan praktek Islam secara batiniah yaitu bagaimana mendekatkan diri kepada Allah secara ikhlas tanpa pretensi apapun kecuali kecintaan kepada sang Pencipta. Dan juga bagaimana kita bisa merdeka dari penyakit-penyakit hati seperti sombong, iri, dengki, kikir, dan ghibah. Karena semua penyakit itu akan berpotensi menjadi penghalang atau hijab antara manusia dengan Allah Swt. Sedangkan ilmu Fiqih menfokuskan diri bagaimana Islam diterapkan secara lahiriah. Bisa dikatakan semacam juklak atau petunjuk pelaksanaan bagaimana umat Islam menjalankan sholat, puasa, zakat, haji, mengubur jenasah, menikah, menghitung waris dan lain-lain. Jadi Fiqih dan tasawuf pada hakekatnya adalah ilmu lahir dan ilmu batin. Keduanya saling melengkapi, dan tidak bisa dipisahkan. Makanya tidak heran jika para ulama madzab pun semuanya bertarekat dan mempunyai guru tasawuf ( murshid ) yang jelas silsilahnya. IMAM ABU HANIFAH ( HANAFI ) (85 H -150 H)(Nu’man bin Tsabit - Ulama besar pendiri mazhab Hanafi)Beliau adalah murid dari Ahli Silsilah Tarekat Naqsyabandi yaitu Imam Jafar as Shadiq ra . Berkaitan dengan hal ini, Jalaluddin as Suyuthi didalam kitab Durr al Mantsur, meriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah berkata, “Jika tidak karena dua tahun, aku telah celaka. Karena dua tahun saya bersama Sayyidina Imam Jafar as Shadiq, maka saya mendapatkan ilmu spiritual yang membuat saya lebih mengetahui jalan yang benar”. IMAM MALIKI (Malik bin Anas - Ulama besar pendiri mazhab Maliki) juga murid Imam Jafar as Shadiq ra, mengungkapkan pernyataannya yang mendukung terhadap ilmu tasawuf sebagai berikut : “Man tasawaffa wa lam yatafaqa faqad tazandaqa, wa man tafaqaha wa lam yatasawaf faqad tafasaq, wa man tasawaffa wa taraqaha faqad tahaqaq”. Yang artinya : “Barangsiapa mempelajari/mengamalkan tasawuf tanpa fiqih maka dia telah zindik, dan barangsiapa mempelajari fiqih tanpa tasawuf dia tersesat, dan siapa yang mempelari tasawuf dengan disertai fiqih dia meraih Kebenaran dan Realitas dalam Islam.” (’Ali al-Adawi dalam kitab Ulama fiqih, juz 2, hal. 195 yang meriwayatkan dari Imam Abul Hasan). IMAM SYAFI’I (Muhammad bin Idris, 150-205 H)Ulama besar pendiri mazhab Syafi’i berkata, “Saya berkumpul bersama orang-orang sufi dan menerima 3 ilmu: 1. Mereka mengajariku bagaimana berbicara 2. Mereka mengajariku bagaimana memperlakukan orang lain dengan kasih sayang dan kelembutan hati 3. Mereka membimbingku ke dalam jalan tasawuf.” (Riwayat dari kitab Kasyf al-Khafa dan Muzid al Albas, Imam ‘Ajluni, juz 1, hal. 341) IMAM AHMAD BIN HANBAL (164-241 H)Ulama besar pendiri mazhab Hanbali berkata: “Anakku, kamu harus duduk bersama orang-orang sufi, karena mereka adalah mata air ilmu dan mereka selalu mengingat Allah dalam hati mereka. Mereka adalah orang-orang zuhud yang memiliki kekuatan spiritual yang tertinggi. Aku tidak melihat orang yang lebih baik dari mereka” (Ghiza al Albab, juz 1, hal. 120 ; Tanwir al Qulub, hal. 405, Syaikh Amin al Kurdi) Demikian sedikit tulisan tentang catatan bahwa para ulama panutan kita pun belajar tasawuf dan menekankan betapa pentingnya belajar tasawuf sehingga ibadah yang dijalankan oleh umat Islam tidak kering dari ruh yang menghidupkan ibadah. Sehingga pada prakteknya ibadah tidak berhenti pada gerakan badan, tapi berlanjut dengan gerak batin yang selalu ingat kepada Allah Swt kapan dan di mana pun. Barangkali krisis dan dekadensi moral yang melanda bangsa kita, salah satunya karena nilai-nilai ajaran dalam tasawuf tidak dipraktekkan guna menyeimbangkan ilmu syariat yang sudah diamalkan. Makanya sering kita mendengar ucapan, banyak yang sudah sholat dan puasa, tapi masih mau nyuri atau korupsi. Masih mau nilep dan markup anggaran yang diamanahkan. Saatnya para ulama memperhatikan praktek keagamaan yang terintegrasi antara praktek syari’ah dan batiniah, sehingga Islam bisa dipelajari secara menyeluruh dan tidak parsial. Terakhir, jika para ulama madzab pun mengakui dan mempelajari tasawuf, akankah para pengkritik tasawuf yang menghakimi dengan kesesatan dan bid’ah, akan mengatakan bahwa ke empat ulama madzab tersebut sesat? Hmmm... :-) berilmulah sebelum menuduh orang lain sesat. BENARKAH IMAM AS-SYAFI’I RA. MENCELA TASAWUF DAN PARA SUFI ? Di kalangan para penganut Faham sempalan, selalu berkomentar di mana-mana, di radio, majalah, dan internet, bahwa menurut mereka, Imam As-Syafi’i mencela ilmu tasawuf dan para Sufi (pelaku Ilmu tasawuf). Benarkan Imam As-Syafi’i berbuat demikain, atau itu cuma sekedar salah paham akibat belajar ilmu dari sumber yang salah?Atau mungkin bahkan hal itu sengaja dilontarkan untuk memfitnah ilmu tasawuf dan para sufinya? Wallohu a’lam. Di sini saya akan mencoba sajikan fakta-fakta mengenmai permasalahan tsb, semoga dengan FAKTA ini, tidak ada lagi yang salah faham dengan maksud Imam AS-Syafi’i yang tercatat dalam kitab Manaqib Al Imam as-Syafi’i karya Imam Baihaqi. Dari buku ini jelas-jelas terbukti bahwa beliau mencela itu ditujukan hanya kepada oknum sufi (sufi gadungan) dan bukan sufi yang sesungguhnya. Justru Iam As-Syafi’i juga terbukti memuji kepada para sufi, begitlah fakta yang sebenarnya. Memang di beberapa tempat, Imam As Syafi’i telah memberi penilaian terhadap para sufi. Dan yang sering dinukil dari perkataan beliau mengenai sufi bersumber dari Manaqib Al Imam As Syafi’i yang ditulis oleh Imam Al Baihaqi. Di dalam kitab itu, Imam As Syafi’i menyatakan, : “Kalau seandainya seorang laki-laki mengamalkan tashawuf di awal siang, maka tidak tidak sampai kepadanya dhuhur kecuali ia menjadi hamqa (kekurangan akal).” (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207) Beliau juga menyatakan:”Aku tidak mengetahui seorang sufi yang berakal, kecuali ia seorang Muslim yang khawwas.” (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207) BEBERAPAPIHAK SECARA TERGESA-GESA MENYIMPULKAN DARI PERKATAAN DI ATAS BAHWA IMAM ASSYAFI’I MENCELA SELURUH PENGANUT SUFI. PADAHAL TIDAKLAH DEMIKIAN, IMAM ASSYAFI’I HANYA MENCELA MEREKA YANG MENISBATKAN KEPADA TASHAWUF NAMUN TIDAKBENAR-BENAR MENJALANKAN AJARAN ILMU TASAWWUF TERSEBUT ATAU DG KATA LAIN MEREKAPARA PELAKU TASAWUF GADUNGAN. Dalam hal ini, Imam Al Baihaqi menjelaskan,: ”Dan sesungguhnya yang dituju dengan perkataan itu adalah siapa yang masuk kepada ajaran sufi namun mencukupkan diri dengan sebutan daripada kandungannya, dan tulisan daripada hakikatnya, dan ia meninggalkan usaha dan membebankan kesusahannya kepada kaum Muslim, ia tidak perduli terhadap mereka serta tidak mengindahkan hak-hak mereka, dan tidak menyibukkan diri dengan ilmu dan ibadah, sebagaimana beliau sifatkan di kesempatan lain.”(Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/208) Jelas, dari penjelasan Imam Al Baihaqi di atas, yang dicela Imam As Syafi’i adalah para sufi yang hanya sebatas pengakuan (sufi gadungan) yang tidak mengamalkan ajaran sufi yang sesungguhnya. Imam As Syafi’i juga menyatakan: ”Seorang sufi tidak menjadi sufi hingga ada pada dirinya 4 perkara, malas, suka makan, suka tidur dan berlebih-lebihan.” (Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207) Imam Al Baihaqi menjelaskan maksud perkataan Imam As Syafi’i tersebut sebagai berikut: ”Sesungguhnya yang beliau ingin cela adalah siapa dari mereka yang memiliki sifat ini. Adapun siapa yang bersih kesufiannya dengan benar-benar tawakkal kepada Allah Azza wa Jalla, dan menggunakan adab syari’ah dalam muamalahnya kepada Allah Azza wa Jalla dalam beribadah serta mummalah mereka dengan manusia dalam pergaulan, maka telah dikisahkan dari beliau (Imam As Syafi’i) bahwa beliau bergaul dengan mereka dan mengambil (ilmu) dari mereka."(Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207) Kemudian Imam Al Baihaqi menyebutkan satu riwayat, bahwa Imam As Syafi’i pernah mengatakan,: ”Aku telah bersahabat dengan para sufi selama sepuluh tahun, aku tidak memperoleh dari mereka kecuali dua huruf ini,”Waktu adalah pedang” dan “Termasuk kemaksuman, engkau tidak mampu” (maksudnya, sesungguhnya manusia lebih cenderung berbuat dosa, namun Allah menghalangi, maka manusia tidak mampu melakukannya, hingga terhindar dari maksiat). Jelas dalam bukunya tersebut, Imam Al Baihaqi memahami bahwa Imam As Syafi’i mengambil manfaat dari para sufi tersebut. Dan beliau menilai bahwa Imam As Syafi’i mengeluarkan pernyataan (yang bernada mencela) di atas karena prilaku mereka yang mengatasnamakan sufi namun Imam As Syafi’i menyaksikan dari mereka hal yang membuat beliau tidak suka.(lihat, Al Manaqib Al Imam As Syafi’i li Al Imam Al Baihaqi, 2/207) Bahkan Ibnu Qayyim Al Jauziyah menilai bahwa pernyataan Imam As Syafi’i yang menyebutkan behwa beliau mengambil dari para sufi dua hal atau tiga hal dalam periwayatan yang lain, sebagai bentuk pujian beliau terhadap kaum Sufi, ”Wahai, bagi dua kalimat yang betapa lebih bermanfaat dan lebih menyeluruh. Kedua hal itu menunjukkan tingginya himmah dan kesadaran siapa yang mengatakannya. Cukup di sini pujian As – Syafi’i untuk kelompok tersebut sesuai dengan bobot perkataan mereka.”(lihat, Madarij As Salikin, 3/129) Imam As Syafi’i Memuji Ulama SufiBahkan di satu kesempatan, Imam As Syafi’I memuji salah satu ulama ahli qira’ah dari kalangan sufi. Ismail bin At Thayyan Ar Razi pernah menyatakan,:”Aku tiba di Makkah dan bertemu dengan As Syafi’i.Ia mengatakan,:'’Apakah engkau tahu Musa Ar Razi? Tidak datang kepada kami dari arah timur yang lebih pandai tentang Al Qur`an darinya."’Maka aku berkata,:"’Wahai Abu Abdillah sebutkan ciri-cirinya’.Ia berkata,:'’Berumur 30 hingga 50 tahun datang dari Ar Ray’.Lalu ia menyebut cirri-cirinya, dan saya tahu bahwa yang dimaksud adalah Abu Imran As Shufi. Maka saya mengatakan,’Aku mengetahunya, ia adalah Abu Imran As Shufi.As Syafi’i mengatakan,’Dia adalah dia.’”(Adab As Syafi’i wa Manaqibuhu, hal. 164) Walhasil, Imam As Syafi’I disamping mencela sebagian penganut sufi gadungan beliau juga memberikan pujian kepada sufi lainnya. Dan Imam Al Baihaqi menilai bahwa celaan itu ditujukan kepada mereka yang menjadi sufi hanya sebatas sebutan tidak mengamalkan ajaran sufi yang sesungguhnya alias sufi gadungan, dan Imam As Syafi’i juga berinteraksi dan mengambil manfaat dari kelompok ini. Sedangkan Ibnu Qayyim menilai bahwa Imam As Syafi’i juga memberikan pujian kepada para sufi. Dengan demikian, pernyataan yang menyebutkan bahwa Imam As Syafi’i membenci total para sufi, sungguh sangat tidak sesuai dengan fakta sejarah biografinya, juga tidak sesuai dengan pemahaman para ulama mu’tabar dalam memahami perkataan Imam As Syafi’

Tidak ada komentar:

Jual beli online dan menyusui anak orang kafir

*SOAL* Bahsulmasail# 1_ *bagaimana hukum orang jual beli online, kalo di bolehkan bagaimana cara akadnya apakah sah hanya melewati telpon sa...