|||
BEBERAPA KOMENTAR ULAMA TENTANG TAHLILAN |||
Dari paparan sebelumnya, sebenarnya sudah
diketahui bahwa membaca al-Qur’an untuk mayyit merupakan pendapat jumhur
salafush shaleh juga ulama setelahnya, bahkan dikatakan sebagai Ijma’, karena
tidak ada yang mengingkari dan dilakukan oleh kaum Muslimin setiap masa.
Namun, alangkah baiknya jika lebih mengetahui komentar-komentar ulama lainnya
baik dari kalangan yang pro maupun yang kontra ataupun yang dianggap kontra.
‘Ulama ada yang menyatakan secara langsung namun ada juga yang tidak ; seperti
mengajurkan membaca al-Qur’an di kuburan atau memperbolehkan membaca al-Qur’an
di kuburan, yang sebenarnya mereka memahami bahwa bacaan al-Qur’an tersebut
sampai kepada orang mati.
- Al Mughni karya Ibnu Qudamah al-Hanbali- Al-Furu' wa Tahshhih al-Furu' karya Ibnu Muflah al-Maqdisi
- Al-Inshaf fiy Ma'rifatir Rajih minal Khilaf karya 'Alauddin al-Marwadi
- Al-'Uddah syarh al-'Umdah karya AbdIurrahman al-Maqdisi al-Hanbali
- Zadul Mustaqni' fiy Ikhishar al-Muqna' karya Syarifuddin Musa al-Hajawi
- Ar-Raudl al-Marbi' syarh Zaad al-Mustaqni' karya Manshur al-Bahuti al-Hanbali
- Al-Bahr al-Raiq syarh Kanz al-Daqaid karya Ibnu Najim al-Mishri al-Hanafi
- Muraqi al-Falah syarh Matn Nur al-Idlah karya Hasan bin 'Ammar al-Mishri al-Hanafi
- Al-Fiqhu 'alaa Madzahibil Arba'ah karya Abdurrahman bin Muhammad 'Awdl al-Jaziri
- Tuhfatul Ahwadzi bisyarhi Jami' at-Turmidzi karya Abul 'Alaa Al-Mubarakfuri
- Mirqatul Mafaatih syarh Misykah al-Mashabih
- Ulama Madzhab Zaidiyyah (Madzhab Yang Lebih Dekat ke 4 Madzhab)
1. Nailul Authar karya Muhammad 'Ali asy-Syawkani
2. Subulus Salam karya Al-Amir ash-Shan'ani
Al-Mughni merupakan kitab karangan pembesar madzhab Hanabilah yaitu Imam
Ibnu Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali. Didalam kitab ini juga dikisahkan tentang
Imam Ahmad bin Hanbal yang awalnya berpendapat bid’ahnya membaca al-Qur’an di
quburan, namun setelah sampai atsar kepada beliau, maka Imam Ahmad pun ruju’
dan tidak membid’ahkan :
فصل: قال: ولا بأس بالقراءة عند القبر،
وقد روي عن أحمد أنه قال: إذا دخلتم المقابر اقرءوا آية الكرسي وثلاث مرات قل هو
الله أحد، ثم قل: اللهم إن فضله لأهل المقابر. وروي عنه أنه قال: القراءة عند
القبر بدعة، وروي ذلك عن هشيم، قال أبو بكر: نقل ذلك عن أحمد جماعة، ثم رجع رجوعا
أبان به عن نفسه، فروى جماعة أن أحمد نهى ضريرا أن يقرأ عند القبر، وقال له: إن
القراءة عند القبر بدعة. فقال له محمد بن قدامة الجوهري: يا أبا عبد الله: ما تقول
في مبشر الحلبي؟ قال: ثقة. قال: فأخبرني مبشر، عن أبيه، أنه أوصى إذا دفن يقرأ
عنده بفاتحة البقرة وخاتمتها، وقال: سمعت ابن عمر يوصي بذلك. قال أحمد بن حنبل:
فارجع فقل للرجل يقرأ. وقال الخلال: حدثني أبو علي الحسن بن الهيثم البزار، شيخنا
الثقة المأمون، قال: رأيت أحمد بن حنبل يصلي خلف ضرير يقرأ على القبور. وقد روي عن
النبي - صلى الله عليه وسلم - أنه قال: «من دخل المقابر فقرأ سورة يس خفف عنهم
يومئذ، وكان له بعدد من فيها حسنات» . وروي عنه - عليه السلام - من زار قبر والديه
أو أحدهما، فقرأ عنده أو عندهما يس غفر له
“Sebuah
Pasal : Tidak apa-apa dengan membaca al-Qur’an di samping qubur, dan sungguh
telah diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa ia berkata : apabila kalian masuk
area pequburan maka bacalah oleh kalian ayat Kursi dan 3 kali Qul huwallahu
Ahad (surah al-Ikhlas) kemudian ucapkanlah : ya Allah sesungguhnya fadlilahnya
untuk penghuni qubur”. diriwayatkan bahwa beliau juga berkata : “pembacaan
al-Qur’an disisi qubur adalah bid’ah”, diriwayatkan juga dari Husyaim. Abu
Bakar kemudian berkata : sekelompok ulama (hanbali) telah menaqal itu dari Imam
Ahmad kemudian kembali ruju’ dari pendapatnya sendiri, maka sekelompok ulama
meriwayatkan bahwa Ahmad melarang seorang buta membaca al-Qur’an disamping
qubur, kemudian ia berkata kepadanya : sesungguhnya membaca al-Qur’an disisi
qubur adalah bid’ah, kemudian Muhammad bin Qudamah al-Jauhariy berkata kepada
Imam Ahmad : wahai Abu Abdillah (Ahmad), apa yang akan engkau katakan tentang
Mubasyyir al-Halabi ? Ahmad berkata : tsiqah (terpecaya). Ibnu Qudamah
al-Jauhari berkata : telah mengkhabarkan kepadaku Mubasysyir, dari ayahnya,
sesungguhnya ia berwasiat apabila dimakamkan agar dibacakan disisi quburnya
pembukaan surah al-Baqarah dan mengkhatamkannya, dan ia berkata : aku mendengar
Ibnu ‘Umar berwasiat tentang hal itu. Imam Ahmad bin Hanbal berkata : kembalilah
maka katakanlah pada laki-laki itu agar membacanya. al-Khallal
berkata : menceritakan kepadaku Abu ‘Ali al-Hasan bin al-Haitsam al-Bazzar,
syaikh kami seorang yang tsiqah lagi terpercaya, ia berkata : aku
melihat Imam Ahmad bin Hanbal shalat mengikuti (bermakmum pada) seorang buta
yang selalu membaca al-Qur’an diatas quburan. Dan sungguh telah
diriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam : “barangsiapa yang
masuk pekuburuan kemudian membaca surah Yasiin niscaya diringankan (siksanya)
dari mereka seketika itu, dan bagi pembacanya ada kebaikan sebanyak penghuni
qubur itu”, dan juga diriwayatkan : barangsiapa yang melakukan ziarah qubur
kedua orang tuanya atau salah satu dari orang tuanya, bacalah Yasiin disisi
quburnya atau qubur keduanya niscaya diampuni baginya”.
فصل: وأي قربة فعلها، وجعل ثوابها للميت
المسلم، نفعه ذلك، إن شاء الله، أما الدعاء، والاستغفار، والصدقة، وأداء الواجبات،
فلا أعلم فيه خلافا، إذا كانت الواجبات مما يدخله النيابة، وقد قال الله تعالى:
والذين جاءوا من بعدهم يقولون ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان .
وقال الله تعالى: واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات
“Sebuah
Pasal : adalah mengerjakan qurbah (amaliyah untuk mendekatkan diri kepada
Allah) dan menjadikan pahalanya untuk orang mati yang mulism, niscaya
memberikan manfaat dengan yang demikian. InsyaAllah. Adapun do’a,
istighfar, shadaqah dan menegakkan ibadah wajib (wajibaat), maka aku tidak
mengetahui adanya perselisihan tentang hal itu. Apabila perkara wajibaat
termasuk dari perkara yang niyabah (perpindahan). Sungguh Allah Ta’alaa berkata
: Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka
berdoa: "Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang
telah beriman lebih dulu dari kami” dan juga firman Allah Ta’alaa : “dan
mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min, laki-laki dan
perempuan”.
وقال بعضهم: إذا قرئ القرآن عند الميت، أو
أهدي إليه ثوابه، كان الثواب لقارئه، ويكون الميت كأنه حاضرها، فترجى له الرحمة.
ولنا، ما ذكرناه، وأنه إجماع المسلمين؛ فإنهم في كل عصر ومصر يجتمعون ويقرءون
القرآن، ويهدون ثوابه إلى موتاهم من غير نكير
“dan
sebagian dari mereka (syafi’iyyah) berkata : apabila dibacakan al-Qur’an
disamping orang mati atau menghadiahkan pahalanya kepada orang mati, maka
pahalanya bagi si pembacanya sedangkan mayyit laksana orang yang menghadirinya,
sehingga diharapkan adanya rahmat baginya. Dan bagi kami (Hanabilah) telah
menyebutkannya, bahwa sesungguhnya membaca al-Qur’an untuk mayyit merupakan
ijma’ kaum Muslimin, sebab mereka setiap masa dan kota mereka berkumpul, mereka
membaca al-Qur’an, dan menghadiahkan pahalanya kepada orang-orang mati diantara
mereka tanpa ada yang mengingkarinya”.
Karangan ulama Hanabilah yaitu Syaikhul
Islam al-Imam Ibnu Muflah al-Maqdisi, kemudian di tashhih oleh ‘Alauddin ‘Ali
bin Sulaiman al-Mardawi. Termaktub didalam kitab tersebut :
فصل: لا تكره القراءة على القبر وفي المقبرة، نص عليه، اختاره أبو
بكر والقاضي وجماعة، وهو المذهب "وش" وعليه العمل عند مشايخ الحنفية،
فقيل: تباح، وقيل: تستحب، قال ابن تميم: نص عليه
“Sebuah
Pasal : tidak dimakruhkan membaca al-Qur’an diatas qubur dan di area pekuburan,
terdapat nas atas hal tersebut, Abu Bakar, al-Qadli dan Jama’ah telah memilih
pendapat tersebut, dan itulah madzhab Hanbali, dan atasnya beramal menurut
guru-guru Hanafiyyah. Dikatakan : diperbolehkan. Dikatakan : disunnahkan. Ibnu
Tamim berkata : terdapat nas atas hal tersebut”.
مسألة -: قوله: لا تكره القراءة على القبر وفي المقبرة، نص عليه،
وهو المذهب، فقيل: تباح، وقيل: تستحب، قال ابن تميم: نص عليه، انتهى: أحدهما:
يستحب، قال في الفائق: تستحب القراءة على القبر، نص عليه أخيرا، انتهى، وتقدم كلام
ابن تميم و نقل المصنف. والقول الثاني: يباح، قال في الرعاية الكبرى: وتباح
القراءة على القبر، نص عليه، قال في المغني والشرح وشرح ابن رزين لا بأس بالقراءة
عند القبر، وقدم الإباحة في الرعاية الصغرى والحاويين. قلت: وهو الصواب.
“Frasa,
tidak dimakruhkan pembacaan al-Qur’an diatas qubur dan diarea pequburan,
terdapat nas atas hal itu, dan itulah madzhab Hanbali. Dikatakan : hukumnya
mubah, juga dikatakan : hukumnya sunnah (disunnahkan). Ibnu Tamim berkata : nas
tentang hal itu telah selesai (tidak bahas panjang lebar lagi) : salah satunya,
disunnahkan, ia berkata didalam al-Faiq : disunnahkan membaca al-Qur’an diatas
qubur, nas tentang hal itu telah diakhirkan, selesai, dan telah berlalu
perkataan Ibnu Tamim yang dinukil oleh mushannif. Pendapat kedua,
diperbolehkan, ia berkata didalam ar-Ra’ayatul Kubraa : diperbolehkan membaca
al-Qur’an diatas qubur, ada nas tentang hal itu, Ia berkata didalam al-Mughni,
dan syarahnya (al-Muqna’), serta syarah Ibnu Raziin yakni tidak apa-apa dengan
membaca al-Qur’an diatas qubur. Dan telah berlalu kebolehannya (mubah) didalam
ar-Ra’ayatu ash-Shughraa dan al-Hawiyayn. Aku katakan : itulah yang shawab
(yang benar)”
فصل: كل قربة فعلها المسلم وجعل ثوابها للمسلم نفعه ذلك، وحصل له
الثواب، كالدعاء "ع" والاستغفار "ع" وواجب تدخله النيابة
"ع" وصدقة التطوع "ع" وكذا العتق
“Sebuah
Pasal : setiap amaliyah qurbah (amal yang mendekatkan diri kepada Allah)
yang dilakukan oleh seorang muslim dan menjadikan pahalanya untuk orang muslim
lainnya, niscaya yang demikian memberikan manfaat, dan mendapatkan pahala
baginya, seperti do’a, istighfar, hal wajib yang memaksukkannya pada masalah
perpindahan, shadaqah tathawwu’ dan seperti itu juga membebaskan budak.
Kitab ini dikarang oleh al-Imam ‘Alauddin
al-Mardawi yaitu salah seorang ulama Hanabilah. Termaktub didalam kitab
tersebut bahwa amal orang lain bisa bermanfaat bagi orang lain yang muslim, dan
itu merupakan pendapat mutlak dari madzhab Hanbali.
قوله (وأي قربة فعلها وجعلها للميت المسلم نفعه ذلك) . وهو المذهب
مطلقا، وعليه جماهير الأصحاب وقطع به كثير منهم، وهو من المفردات، وقال القاضي في
المجرد: من حج نفلا عن غيره وقع عمن حج لعدم إذنه. فائدة: نقل المروذي: إذا دخلتم
المقابر فاقرءوا آية الكرسي وثلاث مرات {قل هو الله أحد} ثم قولوا: اللهم إن
فضله لأهل المقابر يعني ثوابه
"Frasa (dan adalah
mengerjakan amaliyah qurubaat dan menjadikannya untuk mayyit yang muslim,
niscaya yang demikian bermanfaat), dan itu adalah madzhab Hanbali secara
mutlak, jumhur ulama Hanabilah berpegang pada pendapat tersebut, dan banyak
diantara mereka yang memutuskan dengannya, dan adalah berasal dari kitab
al-Mufradaat (Ibnu ‘Aqil), al-Qadli berkata didalam kitab al-Mujarrad :
barangsiapa berhaji nafilah mengatas namakan orang lain hanya untuk orang yang
berhaji karena ketiadaan idzinnya”.
Faidah
: al-Marrduziy menaqal (dari Imam Ahmad) : apabila kalian memasuki area
pekuburan, bacalah Ayat Kursi dan al-Ikhlas 3 kali, kemudian ucapkanlah : ya
Allah sungguh fadlilahnya untuk penghuni pekuburan ini, maksudnya pahalanya”.
تنبيه: قوله " وأي قربة فعلها، وجعلها للميت المسلم نفعه ذلك
" وكذا لو أهدى بعضه كنصفه، أو ثلثه ونحو ذلك كما تقدم عن القاضي وغيره
“Tanbih
: frasa “dan adalah mengerjakan amaliyah qurbah, kemudian menjadikannya
untuk mayyit yang muslim, niscaya memberikan kemanfaatan dengannya”, seperti
itu juga seandainya menghadiahkan sebagiannya seperti setengah (1/2) nya, atau
seperti tiganya (1/3) atau seumpamanya, sebagaimana telah berlalu
penjabarannya dari al-Qadli dan juga yang lainnya”.
Merupakan kitab fiqh Hanabilah yang dikarang oleh Imam Abdurrahman bin
Ibrahim bin Ahmad Bahauddin al-Maqdisi al-Hanbali. Didalam kitab ini bahkan
menginformasikan adanya Ijma’ atas pembacaan al-Qur’an untuk mayyit :
وأما قراءة القرآن وإهداء ثوابه للميت
فالإجماع واقع على فعله من غير نكير
“Adapun
membaca al-Qur’an dan menghadiahkan pahala bacaan al-Qur'an untuk orang
mati, maka telah ada ijma’ atas mengerjakannya tanpa ada yang mengingkarinya”.
Dikarang oleh Imam Syarifuddin Musa bin Ahmad bin Musa bin Salim bin ‘Isa
bin Salim al-Hajawi al-Maqdisi al-Hanbali. Termaktub didalamnya :
ولا تكره القراءة على القبر وأي قربة
فعلها وجعل ثوابها لميت مسلم "أو حي" نفعه ذلك
“Dan
pembacaan al-Qur’adn diatas qubur tidaklah di makruhkan dan adalah mengerjakan
amaliyah yang mendekatkan diri kepada Allah kemudian menjadikan pahalanya
untuk mayyit yang muslim atau “yang hidup”, niscaya yang demikian memberikan
kemanfaatan”.
Termaktub juga pernyataan yang sama didalam kitab beliau lainnya yaitu
al-Iqnaa’ fi Fiqh al-Imam Ahmad bin Hanbal [1/236], yang redaksinya sebagai
berikut :
ولا تكره القراءة على القبر وفي المقبرة
بل يستحب وكل قربة فعلها المسلم وجعل ثوابها أو بعضها كالنصف ونحوه لمسلم حي أو
ميت جاز ونفعه لحصول الثواب له حتى لرسول الله صلى الله عليه وسلم
“Tidaklah
dimakruhkan membaca al-Qur’an di atas qubur dan di area pekuburan, bahkan
membaca al-Qur'an di tempat itu di sunnahkan, dan setiap amaliyah qurubaat yang
dikerjakan oleh seorang muslim kemudian menjadikan pahalanya atau sebagian
dari pahalanya seperti separuhnya dan semisalnya kepada seorang muslim lainnya
baik yang hidup atau yang mati, itu boleh dan memberikan manfaat karena
pahalanya sampai kepadanya hingga ke Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam”.
Karangan Imam Manshur bin Yunus bin Shalahuddin Ibnu Hasan bin Idris
al-Bahuti al-Hanbali, atau lebih dikenal dengan Imam al-Bahuti. Sebagaimana
pertanyaan ulama-ulama Hanabilah, maka didalam kitab ini pun terdapat
pernyataan yang sama :
(ولا تكره القراءة
على القبر) لما روى أنس مرفوعا «من دخل المقابر فقرأ فيها "يس " خفف
عنهم يومئذ، وكان له بعددهم حسنات» ، وصح عن ابن عمر أنه أوصى إذا دفن أن يقرأ
عنده بفاتحة البقرة وخاتمتها، قاله في " المبدع "، (وأي قربة) من دعاء
واستغفار وصلاة وصوم وحج وقراءة وغير ذلك (فعلها) مسلم (وجعل ثوابها لميت مسلم أو
حي نفعه ذلك) قال أحمد: الميت يصل إليه كل شيء من الخير للنصوص الواردة فيه، ذكره
المجد وغيره حتى لو أهداها للنبي - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - جاز ووصل
إليه الثواب
“dan
tidak dimakruhkan membaca al-Qur’an diatas qubur, berdasarkan riwayat Anas
secara marfu’ “barangsiapa yang masuk area pekuburan maka bacalah Yasiin
didalamnya niscaya meringakan siksa penghuni pekuburan seketika itu, sedangkan
bagi pembacanya terdapat kebaikan-kebaikan sejumlah penghuni pekuburan”, dan
telah sah dari Ibnu ‘Umar bahwa beliau berwasiat apabila di makamkan agar
dibacakan pembukaan surah al-Baqarah di sampingnya hingga menghatamkannya.
Pengarang telah mengatakannya didalam al-Mabda’ (fi syarhi al-Muqna), (dan
adalah amaliyah qurubaat) seperti do’a, istighfar, shalat, puasa, haji, membaca
al-Qur’an dan yang lainnya (yang dikerjakan) oleh seorang muslim (kemudian
menjadikan pahalanya untuk mayyit yang muslim atau yang masih hidup, niscaya
yang demikian bermanfaat) Ahmad berkata : setiap kebajikan bisa sampai
kepada mayyit berdasarkan nas-nash yang warid tentang hal tersebut. Al-Majd dan
ulama lainnya telah menyebutkannya bahkan seandainya menghadiahkan kepada
Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam pun itu boleh dan pahalanya sampai kepada
beliau”.
Kitab fiqh Hanafiyah yang dikarang oleh Imam Zainuddin bin Ibrahim bin
Muhammad, lebih dikenal sebagai Ibnu Najim al-Mishri al-Hanafi. Termaktub
didalamnya :
ولا بأس بقراءة القرآن عند القبور وربما
تكون أفضل من غيره ويجوز أن يخفف الله عن أهل القبور شيئا من عذاب القبر أو يقطعه
عند دعاء القارئ وتلاوته وفيه ورد آثار «من دخل المقابر فقرأ سورة يس خفف الله
عنهم يومئذ وكان له بعدد من فيها حسنات» . اه
“dan
tidak apa-apa membaca al-Qur’an disamping qubur, dan diperbolehkan agar Allah
meringakan siksa qubur penghuni pekuburan atau menghentikan siksanya dengan
do’a si pembaca dan tilawahnya, dalam hal ini terdapat atsar : “barangsiapa
yang masuk area pekuburan, bacalah surah Yasiin niscaya Allah meringakan siksa
seketika itu dan bagi pembacanya mendapatkan kebaikan sejumlah penghuni
pekuburan” selesai.
Fiqh Hanafiyah yang dikarang oleh Imam Hasan bin ‘Ammar bin ‘Ali al-Mishri
al-Hanafi. Merupakan kitab syarah atau penjelasan dari kitab Nurul Idlaah wa
Najaatul Arwah fil Fiqhi al-Hanafi, yaitu karangan beliau sendiri. Termaktub
didalamnya yang penjelasan sebagai berikut :
ويستحب" للزائر "قراءة"
سورة "يس لما ورد" عن أنس رضي الله عنه "أنه" قال قال رسول
الله صلى الله عليه وسلم: "من دخل المقابر فقرأ سورة يس" يعني وأهدى
ثوابها للأموات "خفف الله عنه يومئذ" العذاب ورفعه وكذا يوم الجمعة يرفع
فيه العذاب عن أهل البرزخ ثم لا يعود على المسلمين "وكان له" أي للقارئ
"بعدد ما فيها" رواية الزيلعي من فيها من الأموات "حسنات" وعن
أنس أنه سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال يا رسول الله إنا نتصدق عن موتانا
ونحج عنهم وندعو لهم فهل يصل ذلك إليهم فقال: "نعم إنه ليصل ويفرحون به كما
يفرح أحدكم بالطبق إذا أهدي إليه" رواه أبو جعفر العكبري فلإنسان أن يجعل
ثواب عمله بغيره عند أهل السنة والجماعة صلاة أو صوما أو حجا أو صدقة أو قراءة قرآن
أو الأذكار أو غير ذلك من أنواع البر ويصل ذلك إلى الميت وينفعه
“Disunnahkan
bagi peziarah membaca surah Yasiin, berdasarkan yang telah warid dari Anas
radliyallahu ‘anh bahwa Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda :
(barangsiapa yang masuk area pekuburan maka bacalah Yasiin) yakni dan
hadiahkanlah pahalanya untuk orang-orang mati (niscaya Allah akan meringakan
siksa atas orang mati seketika itu juga mengangkat derajatnya, seperti itu juga
pada hari Jum’at diangkat adzab bagi penghuni alam barzah, dan bagi pembacanya
akan mendapatkan kebaikan sejumlah penghuni pekuburan. Dan dari Anas bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam ditanya ; wahai Rasulullah
sesungguhnya kami bershadaqah atas nama orang-orang mati diantara kami dan
berhaji atas nama mereka, kamu juga berdoa’a untuk mereka, apakah yang demikian
sampai kepada mereka ?” Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam menjawab :
“betul, sesungguhnya itu sampai dan mereka bahagian dengan hal tersebut,
sebagaimana bahagainya salah seorang diantara kalian ketika mendapatkan hadiah,
dan diriwayakan juga dari Abu Ja’far, seseorang yang menjadikan pahala
amalnya untuk orang lain menurut Ahlu Sunnah wal Jama’ah berupa shalat, puasa,
haji, shadaqah, membaca al-Qur’an, dzikir-dzikir atau yang lainnya seperti
beragama amal kebajikan niscaya yang demikian sampai kepada mayyit dan
memberikan manfaat”.
Kitab-kitab Fiqh Hanafiyah yang lainnya banyak menuturkan hal serupa
seperti didalam Durar al-Hukkam syarah Gharar al-Ahkam, Hasyiyah ath-Thahthawi
‘alaa Muraqi al-Falah, Raddul Mukhtar ‘alaa ad-Durr al-Mukhtar karangan
Ibnu ‘Abidin dan lain sebagainya. Demikian juga didalan fiqh Malikiyah seperti
didalan kitab Mawahibul Jalil fiy syarhi Mukhtashar Khalil karya al-Hathib
ar-Ru’ayni al-Maliki dan lainnya sebagainya. Terkait membaca al-Qur’an di
kuburan, pendapat awal madzhab Maliki memakruhkannya namun ulama-ulama
mutaakhhiriin malikiyah memperbolehkannya seperti al-Qadli ‘Iyadl dan
al-Qarafi.
Merupakan kitab fiqh yang merangkum pendapat-pendapat ulama madzhab, yang
dikarang oleh Syaikh Abdurrahman bin Muhammad ‘Awdl al-Jaziri. Kitab ini juga
menjadi rujukan kaum Muslimin namun kebanyakan tidak menjadikannya sebagai
rujukan utama, seperti halnya Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq yang tidak dijadikan
rujukan utama. Termaktub didalam kitabnya :
وينبغي للزائر الاشتغال بالدعاء والتضرع
والاعتبار بالموتى وقراءة القرآن للميت، فإن ذلك ينفع الميت على الأصح
“dan
selayaknya bagi peziarah menyimbukkan dengan do’a serta mengambil i’tibar
dengan kematian, juga membaca al-Qur’an untuk mayyit, sesungguhnya yang
demikian bermanfaat bagi mayyit berdasarkan qaul yang lebih shahih”.
||| TUHFATUL AHWADZI BI-SYARHI JAMI' AT-TURMIDZI |||
Kitab ini dikarang oleh Syaikh Abul ‘Alaa
Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri. Didalamnya terdapat
beberapa riwayat terkait pembacaan al-Qur’an untuk orang mati. Kemudian
dikomentari sebagai berikut :
وهذه الأحاديث وإن كانت ضعيفة فمجموعها يدل على أن لذلك أصلا وأن
المسلمين ما زالوا في كل مصر وعصر يجتمعون ويقرأون لموتاهم من غير نكير فكان ذلك
إجماعا
“Hadits-hadits
ini jika memang dlaif, maka pengumpulannya menunjukkan bahwa yang demikian
memang asal, dan sungguh kaum Muslimin tidak pernah meninggalkan amalan
tersebut pada setiap masa dan kota, mereka berkumpul dan membaca al-Qur’an
untuk orang-orang mati diantara mereka tanpa ada yang mengingkari maka jadilah
itu sebagai Ijma’.” [10]
||| MIRQATUL MAFAATIH SYARH MISYAKAH AL-MASHAABIH |||
Merupakan kitab syarah terhadap kitab Misykatul Mashabih karangan
At-Tabrizii. Didalam kitab ini, menaqal beberapa komentar sebagai berikut ;
وذكر في
" الأذكار " عن الشافعي وأصحابه، أنه يستحب أن يقرأ عنده شيء من القرآن.
قالوا: وإن ختموا القرآن كله كان حسنا. وفي سنن البيهقي، أن ابن عمر استحب أن يقرأ
على القبر بعد الدفن أول سورة البقرة وخاتمتها قاله الطيبي، وفي رواية: يقرأ أول
البقرة عند رأس الميت وخاتمتها عند رجله. (رواه أبو داود)
“Dan
disebutkan didalam al-Adzkar dari Imam asy-Syafi’i dan sahabat-sahabatnya,
bahwa disunnahkan untuk membacakan sesuatu dari al-Qur’an disamping qubur,
mereka berkata : dan jika mengkhatamkan al-Qur’an seluruhnya maka itu bagus.
Didalam Sunan al-Baihaqi disebutkan : bahwa Ibnu ‘Umar (sahabat Nabi)
menganjurkan untuk membacakan awal surah al-Baqarah dan mengkhatamkannya diatas
qubur setelah pemakaman, ini juga qaul ath-Thayyibi, dan didalam sebuah riwayat
: membacakan awal surah al-Baqarah disamping kepala mayyit dan menyelesaikannya
disamping kakinya (diriwayatkan oleh Abu Daud)”. [11]
|||
MADZHAB ZAIDIYYAH |||
Madzhab Zaidiyah dengan pendiri al-Imam Zaid bin ‘Ali bin al-Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib,
saat ini di anggap sebagai madzhab yang paling dekat dengan madzhab yang empat
yakni Madzhab Hanafi, Madzhab Maliki, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Hanbali.
Pasca adanya sejumlah konflik dengan
Khalifah al-Manshur, madzhab Zaidiyah mulai melemah dan menyebabkan pendapat
sejumlah Imam-Imam Syi’ah mempengaruhi madzhab Zaidiyah. Beberapa dari
Imam-Imam Syi’ah tidak mengakui Kekhalifahan Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina
‘Umar sehingga masalah ini dianggap sebagai karakteristik madzhab Zaidiyah.
Namun, pada masa berikutnya para penganut
Madzhab Zaidiyah mulai kembali ke ajaran Imam Zaid yang semula. Sehingga
muncullah sosok yang kita kenal dengan Imam Asy-Syawkani yang mengikuti
pemikiran-pemikiran awal madzhab Zaidiyah. Selain itu juga muncul sosok
Imam Ash-Shan’ani yakni pengarang kitab Subulus Salaam. Yang mana kitab
keduanya saat ini telah menjadi rujukan kaum Muslimin.
|||
NAILUL AWTHAAR |||
Didalam kitabnya, al-Imam asy-Syawkani menyebutkan pandangan Ahl Sunnah
terkait amal kebajikan untuk mayyit (orang mati) yang dibandingkan dengan
pandangan aliran Mu’tazilah.
وقد اختلف في غير الصدقة من أعمال البر هل
يصل إلى الميت؟ فذهبت المعتزلة إلى أنه لا يصل إليه شيء واستدلوا بعموم الآية وقال
في شرح الكنز: إن للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة كان أو صوما أو حجا أو
صدقة أو قراءة قرآن أو غير ذلك من جميع أنواع البر، ويصل ذلك إلى الميت وينفعه عند
أهل السنة انتهى والمشهور من مذهب الشافعي وجماعة من أصحابه أنه لا يصل إلى الميت
ثواب قراءة القرآن وذهب أحمد بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من أصحاب الشافعي
إلى أنه يصل، كذا ذكره النووي في الأذكار وفي شرح المنهاج لابن النحوي: لا يصل إلى
الميت عندنا ثواب القراءة على المشهور، والمختار الوصول إذا سأل الله إيصال ثواب
قراءته، وينبغي الجزم به؛ لأنه دعاء، فإذا جاز الدعاء للميت بما ليس للداعي، فلأن
يجوز بما هو له أولى، ويبقى الأمر فيه موقوفا على استجابة الدعاء هذا المعنى لا
يختص بالقراءة بل يجري في سائر الأعمال، والظاهر أن الدعاء متفق عليه أنه ينفع
الميت والحي القريب والبعيد بوصية وغيرها وعلى ذلك أحاديث كثيرة، بل كان أفضل
الدعاء أن يدعو لأخيه بظهر الغيب انتهى وقد حكى النووي في شرح مسلم الإجماع على
وصول الدعاء إلى الميت، وكذا حكى الإجماع على أن الصدقة تقع عن الميت ويصله ثوابها
ولم يقيد ذلك بالولد.
“Sungguh
telah diperselisihkan terkait amal-amal kebajikan selain shadaqah, apakah bisa
sampai kepada orang mati ataukah tidak ?. Madzhab Mu’tazilah menyatakan
bahwa tidak ada yang sampai sama sekali, mereka beristidlal dengan keumuman
ayat (QS. an-Najm : 39). Didalam Syarh al-Kanz disebutkan : sesungguhnya
bagi manusia yang menjadikan pahala amalnya untuk orang lain seperti shalat,
puasa, haji, shadaqah, membaca al-Qur’an, atau seluruh amal-amal kebajikan
lainnya, yang demikian sampai kepada mayyit (orang mati) dan memberikan manfaat
kepada mayyit menurut Ahl Sunnah wal Jama’ah. Selesai. Qaul masyhur dari
madzhab Asy-Syafi’i dan sekelompok dari Ashhabusy Syafi’i menyatakan bahwa
pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit, sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal,
jama’ah minal Ulamaa (sekelompok dari ulama) serta jama’ah min ashhabisy
Syafi’i (sekelompok dari Asyhabusy Syafi’i) menyatakan sampai kepada mayyit.
Seperti itu juga, al-Imam an-Nawawi telah menyebutkannya didalam al-Adzkar dan
didalam Syarhul Minhaj li-Ibni an-Nahwii (dengan menyatakan) : pahala bacaan
al-Qur’an untuk mayyit tidak sampai kepada orang mati berdasarkan qaul masyhur,
sedangkan yang dipilih (qaul mukhtar atau yang dipilih sebagai fatwa Madzhab
Syafi’i) adalah menyatakan sampai apabila memohon kepada Allah agar disampaikan
pahala bacaaan al-Qur’annya (maksudnya, membaca al-Qur’an disertai iishal,
red), dan selayaknya menetapkan dengan hal tersebut karena sesungguhnya do’a,
apabila boleh berdo’a untuk mayyit maka kebolehan dengan perkara lain untuk
mayyit lebih utama, dan perkara tersebut telah diperintahkan secara mauquf atas
dianjurkannya berdo’a, makna ini tidak hanya khusus pada pembacaan al-Qur’an
saja bahkan juga seluruh amal-amal kebajikan. Dan faktanya do’a telah
disepakati bahwa bisa memberikan manfaat kepada mayyit maupun orang mati, baik
dekat maupun jauh, baik dengan wasiat maupun tanpa wasiat, dan yang menunjukkan
hal tersebut adalah banyak hadits, bahkan do’a yang lebih afdlal (utama) supaya
berdo’a untuk saudaranya yang tidak terlihat (dhahrul ghayb). Selesai. Imam
an-Nawawi menuturkan didalam Syarh Muslim tentang adanya Ijma’ atas sampainya
do’a kepada orang mati, demikian juga ia menuturkan adanya ijma’ atas shadaqah
atas nama mayyit dan pahalanya sampai kepada mayyit, serta tidak hanya sebatas
dari anaknya saja”. [] [12]
|||
SUBULUS SALAAM |||
Demikian juga, Imam al-Amir ‘Izzuddin Ash-Shan’ani didalam kitabnya
menuturkan hal serupa tentang pembacaan al-Qur’an untuk orang mati :
وأما غيرها من قراءة القرآن له فالشافعي
يقول لا يصل ذلك إليه وذهب أحمد وجماعة من العلماء إلى وصول ذلك إليه وذهب جماعة
من أهل السنة والحنفية إلى أن للإنسان أن يجعل ثواب عمله لغيره صلاة كان أو صوما
أو حجا أو صدقة أو قراءة قرآن أو ذكرا أو أي أنواع القرب وهذا هو القول الأرجح
دليلا
“Adapun
yang lainnya seperti membaca al-Qur’an untuk orang mati, maka Asy-Syafi’i
mengatakan yang demikian tidak sampai, sedangkan pendapat Ahmad dan jama’ah
dari ulama menyatakan sampainya yang demikian kepada mayyit, dan pendapat
jama’ah dari Ahl As-Sunnah dan al-Hanafiyyah menyatakan bahwa bagi seorang
manusia yang menjadikan pahala amalnya untuk orang lain berupa shalat, atau
puasa, atau haji, atau shadaqah atau bacaan al-Qur’an atau dzikir-dzikir atau
beragam amaliyah qurubaat, dan ini merupakan qaul yang rajih sebagai dalil”.
[13]
[3] Lihat : Al-Inshaf fiy
Ma’rifatir Rajih minal Khilaf [2/558-559] al-Imam ‘Alauddin al-Mardawi
[4]
Lihat : al-‘Uddah syarh al-Umdah [1/134] Imam Abdurrahman al-Maqdisi al-Hanbali
[6]
Lihat : Ar-Raudl al-Marbi’ syarh Zaad al-Mustaqni’ [1/191] Imam al-Bahuti
[7]
Lihat : Al-Bahr ar-Raiq syarh Kanz ad-Daqaid [2/210] Imam Ibnu Najim al-Hanafi
[8]
Lihat : Muraqi al-Falah syarh Matn Nur al-Idlah [1/229], Hasan bin ‘Ammar
al-Mishri al-Hanafi
[9]
Lihat : al-Fiqh ‘alaa Madzahibil Arba’ah, pada pembahasan terkait ziarah Qubur,
Abdurrahman bin Muhammad ‘Audl al-Jaziri
[10] Lihat : Tuhfatul Ahwadzi
bisyarhi Jami’ at-Turmidzi [3/275] Abul ‘Alaa Muhammad Abdurrahman bin
Abdurrahim al-Mubarakfuri.
[11]
Lihat : Mirqatul Mafaatiih syarh Misykah al-Mashaabih [1/ 216] Nuruddin al-Mulla ‘Ali bin
Sulthan Muhammad al-Qarii.
[12]
Lihat : Nailul Awthaar [4/112-113] Imam asy-Syawkanii
[13]
Lihat : Subulus Salaam [1/510] al-Amir ash-Shan’ani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar