Senin, 28 Maret 2016

SELAPANAN

SELAPANAN (PAGUDAN)
A.    DEFINISI SELAPANAN
Upacara adat selapanan bayi masih banyak dikenal oleh masyarakat jawa. Tradisi ini adalah berupa selamatan yang pada umumnya diselenggarakan pada waktu bayi telah berusia 35-37 hari (dino pitu pasaran limo), dan biasanya diisi dengan upacara pencukuran bayi dan pemotongan kuku jari bayi. Ada juga yang menyandingkan dengan acara aqiqahan. Aqiqah adalah ritual bagi bayi yang merupakan ajaran islam , yaitu penyembelihan hewan .
namun bagi sebagian masyarakat jawa yg melakukan upacara aqiqah bersamaan upacara selapanan dilakukan pada 35 hari setelah kelahiran bayi dan pelaksanaannya itu disesuaikan dengan hari weton yang berasal dari penanggalan jawa, yaitu pon, wage, kliwon, legi, pahing, dengan mengadakan kenduri, atau sebagian juga ada yang melakukannya di hari ke- 40 kelahiran bayi.
            Banyak makna dan pesan tersirat dari praktek upacara selapanan, walaupun dalam pelaksanaannya ada juga yang perlu diluruskan. Contohnya saja bahan-bahan yang digunakan dalam bancakan selapanan, diantaranya : tumpeng weton, sayur 7 macam semua boleh dipotong kecuali kangkung dan kancang panjang, telur ayam direbus sebanyak 7, 11, atau 17 butir, cabai, bawang merah, bumbu gudangan tidak pedas, kalo / saringan santan dari bambu, buah-buahan sebanyak 7 macam, harus dengan pisang raja, kembang setaman, bubur 7 rupa. .semua bahan-bahan tersebut harus ada dan tidak boleh ada yang tertinggal satupun. Bancakan ini hendaknya dimakan minimal 7, 11 atau 17 orang.
Apapun makanan dan bancakannya, semua bermuara dalam satu tujuan, yakni mengharapkan agar bayi selalu mendapatkan kebaikan serta dihindarkan dari mara bahaya dengan sedekah tersebut. Dalam hadits disebutkan
تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ جَهْدِ الْبَلَاءِ وَدَرَكِ الشَّقَاءِ وَسُوءِ الْقَضَاءِ
memohonlah kepada Allah dijaga dari deritanya bala’ dan menjumpai kesulitan dan ketentuan buruk”. (HR, al-Bukhori)
Dalam hadits lain Nabi menjelaskan bahwa diantara upaya mencegah dari bala’ adalah dengan bersedekah, ini artinya dengan bentuk apa saja wujud sedekah seseorang telah tercakup dalam muatan hadits berikut;
الصدقة تسد سبعين بابًا من السوء
“sedekah itu dapat menutup 70 pintu keburukan”. (HR, at-Thabrani)

Islam Mengakomodasi Adat


Adat atau tradisi yang dimaksud di sini adalah adat yang tumbuh dan berkembang disuatu komunitas dab hal itu –secara prinsip- tidak terdapat dalam ritual syariah Islam, baik pada masa Rasulullah SAW.

Adat atau tradisi semacam ini adalah sah-sah saja dan tak masalah. Tentunya dengan catatan, adat atau tradisi tersebut tidak bertentangan dengan nilai-nilai luhur Islam, mempunyai tujuan mulia dan disertai niat ibadah karena Allah SWT. Dalam Kaidah fikih dikatakan, “al-Adah Muhakkamah ma lam yukhalif al-Syar'” (Tradisi itu diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan dasar-dasar syariah).

Sahabat Abdullah bin Abbas mengatakan: Setiap sesuatu yang umat Islam menganggap baik, maka menurut Allah baik juga, dan yang mereka anggap buruk, maka buruk juga manurut Allah” (Diriwayatkan Al-Hakim)

Ia juga berpesan: Sesungguhnya Allah melihat hati hambanya, selalu ditemukan hati Muhammad SAW, sebaik-baiknya hati hambanya, lalu memilihnya untuk-Nya, dan mengutusnya. Lalu melihat hati hambanya selain Muhammad, dan ditemukan beberapa hati sahabatnya, lalu menjadikannya menteri bagi nadi-Nya. Setiap suatu yang umat Islam menganggap baik, maka menurut Allah baik juga, dan yang mereka anggap buruk, maka buruk juga menurut Allah” (Diriwayatkan oleh Ahmad)

Dalam Hasiyah as-Sanady disebutkan, “Bahwa sesungguhnya sesuatu yang mubah (tidak ada perintah dan tidak ada larangan) bisa menjadi amal ibadah selama disertai niat baik. Pelakunya mendapatkan imbalan pahala atas amal tersebut sebagaimana pahalanya orang-orang yang beribadah”. (Hasiyah as-Sanady, Jilid 4, hal.368)

Imam Syafi’i memberikan batasan ideal tentang adat atau tradisi ini, menurutnya, selama adat atau tradisi itu tidak bertentangan dengan dasar-dasar syariat, itu hal terpuji. Artinya, agama memperbolehkannya. Sebaliknya, jika adat atau tradisi tersebut bertentangan dengan dasar-dasar syariat, hal itu dilarang dalam Islam.

Menurut Imam Syafi’i yang dinukil oleh Baihaqi dalam kitabnya Manakip As Syafi’i lil Baihaqi:  Hal baru (bid’ah) terbagi menjadi 2 (dua) macam. Adakalanya hal baru itu bertentangan dengan Al-Qur'an, as-Sunnah, al-Atsar, atau ijma Ulama. Itulah bid’ah yang tercela. Sedangkan hal baru yang tidak bertentangan dengan dasar-dasar agama tersebut adalah bid’ah yang terpuji. (Fathul Bari, karya Ibn Hajar, jilid 20, hal:330)


B.     MAKNA DAN PESAN DALAM BERBAGAI JENIS MAKANAN ACARA SELAPANAN
1.      7 artinya pitu = pitulungan atau pertolongan
2.      11artinya sewelas = kawelasan atau belas kasih
3.      Tumpeng merupakan akronim dalam bahasa jawa : yen metu kudu seng mempeng ( bila keluar harus dengan sungguh-sungguh ) . lengkapnya, ada satu unit makanan lagi namanya “Buceng”, dibuat dari ketan; akronim dari : yen mlebu kudu seng kenceng ( bila masuk harus dengan sungguh-sungguh ). Hal ini selaras dengan pesan Allah dalam al-Quran
وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا نَصِيرًا [الإسراء/80]
“dan katakanlah ; “ Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula ) aku secara  keluar yang benar dan berikanlah kepada-ku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong”. (Qs, al-Isra’ , 80)
4.      17 artinya pitulas= pitulungan dan kawelasan
5.      Kangkung : sayur ini bisa tumbuh di air dan di darat, begitu juga yang diharapkan pada manusia yang harus sanggup hidup dimana saja dan dalam kondisi apapun. Kangkung juga berarti “jinangkung” yang artinya melindung
6.      Kacang panjang : kacang panjang harus hadir utuh, tanpa dipotong. Maksudnya agar manusia hendaknya selalu berpikir panjang sebelum bertindak. Selain itu kacang panjang juga melambangkan umur panjang. Kacang panjang utuh umumnya tidak dibuat hidangan, tetapi hadir sebagai hiasan yang mengelilingi tumpeng atau ditempelkan pada badan kerucut.
7.      Bawang merah (brambang) : melambankan mempertimbangkan segala sesuatu dari sisi baik buruknya dengan matang
8.      Cabe merah : biasanya diletakkan di ujung tumpeng. Ini merupakan simbol dilah / api yang memberikan penerangan / tauladan yang akan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain
9.      Kluwih : berarti linuwih atau mempunyai kelebihan
10.  Bumbu urap : yang berarti urip / hidup atau mampu menghidupi dan menafkahi keluarga
11.  Telur ; telur direbus pindang , bukan didadar atau mata sapi, namun harus disajikan utuh dengan kulitnya (tidak dipotong). Untuk memakannya harus dikupas dahulu. Hal itu (kulit telur, putih telur, dan kuning telur) melambangkan bahwa semua tindakan yang kita lakukan harus direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai dengan rencana dan dievaluasi hasilnya demi tercapainya kesempurnaan.
Dari sisni terlihat bahwa pemilihan macam-macam sajian yang dihadirkan bukan sekedar kebetulan atau tanpa alasan . namun sekalipun aneka ragam sesajian ini sarat dengan makna akan tidak berguna makna-makna yang terkandung jika tidak ada ujuban dari salah seorang yang biasanya dilakukan oleh sesepuh / kiai setempat saat penyajiannya. Karena makna-makna makanan ini hanyalah rekayasa dari pendahulu kita yang sesuai dengan ajaran islam yang di-ujubkan (disampaikan) saat semua orang yang hadir telah berkumpul sebagai mau’idhoh hasanah yang lembut dan tidak menyinggung agar dapat diterima masyarakat jawa khususnya. Demikianlah kecerdikan para sesepuh kita memahami firman Allah Swt
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ [النحل/125]
“serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan bijak dan pelajaran yang baik.” (QS, an-Nahl, 125)
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا ، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
bertaqwalah pada Allah Swt disetiap kau berada, dan sertakanlah kejelekan dengan kebaikannya yang meleburnya. Pergauilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR, Turmudzi )

            Seiring dengan berkembangan Islam Nusantara , adat seperti ini telah mengalami banyak perubahan, dimodifikasi dengan acara-acara yang lebih bernuansakan islami , seperti diselenggarakan khataman al-Quran, berzanjin dll. Sekaligus diadakan pengajian dengan tetap menyertakan hidangan sedekah ( berkatan) walaupun sudah berubah bentuk menjadi soto, rawon, dan roti-rotian. Walaupun begitu sebenarnya ruh budaya ini tetap lestari, sebab yang menjadi inti dari adat selapanan ini adalah do’a untuk bayi, syukuran dan mau’idhoh yang disampaikan oleh tokoh masyarakat, jika dulu disampaikan saat ujuban, sekarang disampaikan dalam acara pengajian yang sengaja diselenggarakan dihari ke-35 / 36 kelahiran bayi.
            Walaupun banyak pesan yang tersirat dari upacara selapanan ini, namun banyak hal-hal yang kurang logis atau kejawen dan harus diluruskan dalam tradisi ini seperti : membancaki (cok bakal ) tempat ari-ari, memberi tumpang kecil di bawah tempat tidur bayi, dan bagi yang sangat kental dengan kejawen meletakkan beberapa benda seperti kaca , gunting, suri dll di bawah bantal bayi yang menurut kepercayaan kejawen untuk menangkal gangguan roh halus yang mengganggu bayi. Inilah diantara hal-hal yang terdapat dalam upacara selapanan yang harus diluruskan, apalagi Islam tidak sekali-kali mengajarkan menyembah atau memohon pertolongan dan keselamatan selain kepada Allah Swt.
{وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ } [يونس: 106]
“dan janganlah kamu memohon / berdo’a kepada selain Allah, yang tidak dapat memberikan manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu, jika kamu berbuat hal itu maka sesungguhnya kamu dengan demikian termasuk orang-orang yang berbuat aniyaya.” (QS, Yunus ,106)

Tradisi jawa memang harus selalu dilestarikan tapi seharusnya kita memahami dan mengerti tentang isi dari tradisi iitu agar  tidak terjerumus dalam kesesatan. Islam masuk di jawa melalui wali songo, dan mereka mengajarkan dengan cara halus, melakukan akulturasi, saat Hindu masih subur di tanah jawa. 35 hari, 100 hari, itu merupakan angka-angka hindu termasuk sesaji merupakan ajaran Hindu. Mungkin itu sebabnya masih ada budaya Hindu di kejawen. Memang secara filosofi dalam budaya selapanan sangat kuat dan termasuk hal yang menarik serta perlu kita lestarikan tradisi-tradisinya yang baik. Namun harusnya tradisi-tradusi yang kental dengan unsur mitos itu dapat disikapi dengan keilmuan yang logis dan diluruskan dalam pelaksanaannya agar tidak menyimpang dari ajaran agama, apalagi jika sampai menyebabkan Su’udhdhon (berburuk sangka ) kepada Allah Swt lantaran meyakini kesialan jika tidak melakukan hal-hal tersebut. Dalam Hadits Qudsi disebutkan
قال النبي صلى الله عليه وسلم يقول الله تعالى أنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِيْ
Nabi Saw bersabda, Allah Swt berfirman : “ Aku berada dalam prasangka hamba-Ku.” (HR. Bukhori )
Dalam sebagian riwayat pada Musnad Ahmad
ان الله عز وجل قال : انا عند ظن عبدي بي اِنْ ظن بي خيراً فله وإنْ ظن شرًّا فله
“sesungguhnya Allah Swt berfirman ;” Aku berada dalam prasangka hamba-Ku, jika ia berprasangka baik maka ia akan mendapatkannya, dan jika ia berprasangka buruk maka ia akan mendapatkannya.” (HR, Ahmad )

Dengan begitu, jika terjadi sesuatu yang buruk pada bayi  sebab meninggalkan sebagian aturan ritual selapanan yang tidak dapat ditoleransi agama, hal itu buka karena tidak melakukan ritual tersebut sebagaimana adat yang ada, namun itu adalah balasan Allah Swt kepada mereka yang telah berburuk sangka kepada-Nya sebagaimana Hadits diatas.
C.    KESIMPULAN
1.      Selapanan harus dilestarikan dengan tata cara yang selaras dengan syari’at serta meninggalkan perilaku yang menjerumus pada kemusyrikan
2.      Beradaptasi dengan tradisi masyarakat selama tidak berupa maksiat adalah anjuran Nabi Saw
3.       Bala’ yang menimpa seseorang yang meninggalkan sebuah ritual adat bukan karena tidak melakukan ritual itu sebagaimana adat yang ada namun adalah balasan Allah kepada mereka yang telah berburuk sangka pada-Nya





Tidak ada komentar:

Jual beli online dan menyusui anak orang kafir

*SOAL* Bahsulmasail# 1_ *bagaimana hukum orang jual beli online, kalo di bolehkan bagaimana cara akadnya apakah sah hanya melewati telpon sa...