Tokoh Besar Wahhabi ; Syeikh Nashiruddin al Albani menipu Awam Wahhabi
Sepertinya menipu dan tidak jujur
dalam mendiskusikan dan atau menukil sebuah data telah menjadi kebiasaan kaum
Wahhâbi/Salafy, khususnya ketika terkait dengan keyakinan mereka yang
menyelisihi kaum Muslimin (selain Wahhâbi, itupun kalau masih dianggap sebagai
Muslimin?!), seperti ketika mereka ngotot ingin membela akidah menyimpang
mereka bahwa Allah SWT bersemayam di langit. Maha suci Allah dari pensifatan
oleh kaum jahil.
Kali ini, saya ajak pembaca setia
blog Abu Salafy untuk menyaksikan langsung kecurangan Syeikh kebanggaan kaum
muda Salafy bersemangat tinggi dalam membedah Hadis/Sunnah, dia adalah Syeikh
Nâshiruddin al Albâni dalam catatan pinggirnya atas kitabnya Mukhtashar al
‘Uluw (ringkasan kitab al ‘Uluw karya adz Dzahabi yang dijadikan
pegangan kaum Wahhâbi dalam akidah Tajsîm terselubung mereka).
Ketika menyebut hadis Jâriyah
(budak wanita), ia menyebut di antara ulama yang menshahihkan hadis tersebut
adalah al Baihaqi dan ia (al Baihaqi) mengatakan Muslim menshahihkannya.
Untuk lebih jelasnya mari kita baca
langsung hadis tersebut dalam riwayat Muslim, sesuai yang termaktub dalam Shahih-nya
dengan syarah Imam an Nawawi,5/20:
حدثنا أبو جعفر
محمد بن الصباح وأبو بكر بن أبي شيبة وتقاربا في لفظ الحديث قالا:حدثنا إسماعيل بن
إبراهيم عن حجاج بن صواف عن يحيى بن أبي كثير عن هلال بن أبي ميمونة عن عطاء بن
يسار عن معاوية بن الحكم السلمي قال:بينا أنا أصلى مع رسول الله (ص)إذ عطس رجل من
القوم؟ فقلت: يرحمك الله فرماني القوم بأبصارهم! فقلت: واثكل أمياه ما شأنكم
تنظرون إلي؟! فجعلوا يضربون بأيديهم على أفخاذهم! فلما رأيتهم يصمتونني لكني سكت،
فلما صلى رسول الله (ص) فبأبي هو وأمي ما رأيت معلما قبله ولا بعده أحسن تعليا
منه؟ فو الله ما كرهني ولا ضربني ولا شتمني، قال: (إن هذه الصلاة لا يصلح فيها شئ
من كلام الناس إنما هو التسبيح والتكبير وقراءة القران ” أو كما قال رسول الله
(ص)، قلت:يا رسول الله إني حديث عهد بجاهلية، وقد جاء الله بالاسلام وإن رجالا
يأتون الكهان، قال:” فلا تأتهم”.
قال ومنا رجال
يتطيرون، قال:” ذلك شئ يجدونه في صدورهم فلا يصدنهم” قال ابن الصباح:فلا
يصدنكم.قال:قلت:ومنا رجال يخطون؟ قال:” كان نبي من الانبياء يخط فمن وافق خطه
فذاك”.قال:وكانت لي جارية ترعى غنما لي قبل أحد والجوانية، فاطلعت ذات يوم فإذا
الذيب قد ذهب بشاة من غنمها وأنا رجل من بني آدم آسف كما يأسفون، لكني صككتها صكة
فاتيت رسول الله (ص)،فعظم ذلك علي،قلت:يا رسول الله أفلا أعتقها؟! قال:”ائتني بها”
فأتيته بها؟ فقال لها:”أين الله؟ ” قالت: في السماء . قال : ” من أنا؟” قالت:أنت
رسول الله. قال:”أعتقها فإنها مؤمنة”
Dalam kesempatan ini saya hanya akan
menerjemahkan bagian terakhir hadis saja mengingat bagian itu yang dijadikan
dalil andalan kaum Mujassimah modern (Wahhâbi/Salafy):
“Aku memiliki seorang budak perempuan yang mengembala
kambing-kambingku sebelum Uhud dan jawaniyah. Pada suatu hari aku saksikan
seekor srigala menyambar seekor kambing gembalaannya, karena aku seorang anak
Adam (manusia biasa) maka aku menyesalinya seperti mereka juga menyesalinya.
Hanya saja aku menempelengnya dengaan sekali tempelengan, kemudian aku
mendatangi Rasulullah saw., aku menyesali perbuatanku. Aku berkata, “Wahai
Rasulullah, apakah perlu aku merdekakan dia?” Beliau bersabda, “Bawa dia
kemari!” Maka aku bawa ia menghadap beliau. Beliau bertanya kepadanya, “Di mana
Allah?” Ia menjawab, “Di langit.” Siapa aku?, lanjut Nabi. ‘Engkau Rasulullah’,
jawabnya. Maka Beliau bersabda, “Merdekakan dia! Sesungguhnya ia seorang
mukiminah.”
Abu Salafy berkata:
Dalam kesempatan ini saya tidak akan
mempermasalahkan fighul hadis dan kandungannya serta idhturâb/kekacauan
redaksi dalam riwayat itu. Sebab sebelumnya telah saya bahas masalah itu dan
kerancuan penukilan teks riwayat bagian akhir dengan radaksi seperti di atas.
Akan tetapi yang penting bagi kita adalah menyaksikan langsung bagaimana
“demonstrasi kejujuran ilmiah” pembesar Wahhâbi dan pakar hadis kebanggaan
mereka yang denggan terang-terangan mempermaikan akal dan keluguan (baca kedangkalan/kebodohan
awam Wahhâbiyyin) menipu demi membela akidah menyimpangnya. Seperti pernah saya
singgung bahwa kaum Wahhâbi demi mencari pembenaran atas kayakinan mereka,
tidak segan-segan memalsu atsar atas nama salaf dan para aimmah,
pembesar ulama umat ini.
Kali ini pembaca saya ajak
menyaksikan bukti “kejujuran ilmiah” itu dari Syeikh Nâshiruddîn al Alabni.
Setelah menyebut hadis di atas, al
Albâni berkomentar demikian dalam kitab Mukhtashar al ‘Uluw: 82, ketika
menyebut nama-nama ulama yang menshahihkan hadis di atas:
” البيهقي في الاسماء حيث قال عقبه ص 422 : وهذا صحيح قد
أخرجه مسلم “
“Al Baihaqi dalam (kitab) al Asmâ,
di mana ia berkata setelahnya: 422, ‘Ini adalah hadis shahih. Imam Muslim telah meriwayatkannya.’”
Syeikh al Albâni dalam melakukan
penukilan komentar al Baihaqi di atas tidak jujur! Ia sengaja memenggal lengkap
komentar al Baihaqi yang jelas-jelas tidak menguntungkannya. Perhatikan lengkap
komentar al Baihaqi dalam kitab al Asmâ’ wa ash Shifât, persis pada
halaman yang ia sebutkan:
” وهذا صحيح قد أخرجه مسلم مقطعا من حديث الاوزاعي وحجاج
الصواف عن يحيى بن أبي كثير دون قصة الجارية. وأظنه إنما تركها من الحديث لاختلاف
الرواة في لفظه ؟
وقد ذكرت في
كتاب الظهار من السنن مخالفة من خالف معاوية بن الحكم في لفظ الحديث ” .
“Ini adalah hadis shahih, Muslim telah mengeluarkan
(meriwayatkan)nya dengan memotong (tidak keseluruhan/total riwayat) dari hadis
(riwayat) al Awza’i dan Hajâj ash Shawwâf dari Yahya ibn Abi Katsîr tanpa menyenut kisah Jâriyah (budak perempuan).
Mungkin ia meninggalkan (menyebutnya) dalam hadis itu disebabkan perselisihan
para perawi dalam penukil redaksinya. Dan saya telah menyebutkan dalam kitab as
Sunan pada bab adz Dzihâr perselisihan perawi yang menyelisihi
Mu’awiyah ibn Hakam dalam redaksi hadis.”<!--[if
!supportFootnotes]-->[1]<!--[endif]-->
Demi Allah! Dan demi kemulian ilmu
agama, terserah Anda untuk menamai apa yang dilakukan Syeikh kebanggaan kaum
Wahhâbi ini? Penipuan! Kecurangan! Atau apapaun, terserah Anda!
Bagiamana Syeikh kebanggaan kaum
Wahhâbi ini mengatakan bahwa al Baihaqi berkaata, “Imam
Muslim telah meriwayatkannya.”? Sedangkan Imam al Baihaqi, seperti Anda
saksikan sendiri menegaskan bahwa kisah budak perempuan itu tidak termasuk
riwayat Imam Muslim!! Dan redaksi seperti yang dibanggakan kaum Mujassimah
masih diperselisihkan para perawi, (seperti juga telah saya beber dalam
kesempatan sebelumnya).
Jadi kalau hadis tersebut sekarang
termaktub dalam kitab Shahih Muslim, sementara al Baihaqi
mengatakaan bukan bagian dari riwayat Imam Muslim, maka hanya ada dua asumsi:
Pertama, Hadis itu
(dengan redaksi tambahan kisah Jâriyah) adalah ditambahkan oleh orang
lain ke dalam Shahih Muslim dengan tujuan melengkapi riwayat.
Kedua, Tambahan itu
tidak termasuk dalam kitab/naskah Shahih Muslim yang dimiliki Imam al
Baihaqi. Artinya naskah Shahih Muslim milik Imam al Baihaqi tidak
lengkap!
Terlepas dari mana dari kedua asumsi
itu yang benar, yang jelas Syeikh Besar kaum Wahhâbiyah telah melakukan sebuah
kecurangan dalam menyebutkan komentar Imam al Baihaqi dengan tujuan yang tidak
samar lagi bagi yang terbiasa meneliti ulah ulama dan tokoh Wahhâbi dari kelas
mamapun mereka!
Tidak cukup itu, Syeikh Besar
Wahhâbi ini meluapkan caci makinya atas sesiapa yang tidak meyakini keshahihan
hadis di atas dan atau menyebutnya sebagai hadis muththarib/kacau
redaksinya!
Ini baru satu dari sekian banyak
kecurangan para pembesar kaum Wahhâbi; pewaris sejati kaum Salaf!
Mengapa harus curang?
Ya. Sebab kalau tidak curang kapan
bisa menang!
Kalau tidak menipu, mana mungkin
dapat menjaring kaum awam dalam jerat ajaran menyimpangnya!
Saran saya, untuk
lebih menutup-nutupi kecurangan ulama kalian, usulkan kepada mereka untuk tidak
mencetak dan memasarkan buku-buku ulama kecuali untuk kalangan sendiri; paea
awam wahhabi/Salafy. Sebab jika buku-buku ulama kalian jatuh ke tangan selain
Wahhabi/Salafy, nanti akan memalukan! Pasti akan dibongkar kecurangannya!
Kedangkalan cara bernalarnya! Keawaman kesimpulannya! dll. Itu sekedar saran
demi kebaikan dan lancarnya Da’wah Salafiyah!
Abu Salafy berkata:
Dengan membongkar data di atas, kami
yakin kami pasti akan dibilang mencaci maki ulama pewaris para nabi!
Kami menfitnah! Berduta! Dan
akhirnya Abu Salafy adalah Ahli Bid’ah dhalâlah.
Walhamdulillah al ladzi hadânâ Li
Hâzâ.
<!--[endif]-->
<!--[if !supportFootnotes]-->
[1]<!--[endif]--> Dalam istialh para ulama hadis, riwayat yang
diperselisihkan redaksinya oleh para perawi disebut muththarib, hadis
kacau redaksinya. Dan seperti telah saya buktikan sebelumnya bahwa kekacauan
redaksi dalam hadis tersebut disebabkan sebagian perawi meriwayatkan hadis
tidak dengan redaksi asli sabda Nabi saw., ia meriwayatkannya dengan ma’nan
(hanya kandungan.maknanya saja). Karenanya ia terjatuh dalam kesalahan.
Sementara redaksi yang benar ialah tidak ada pertanyaan: Di mana Allah?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar