Mengeraskan Dzikir
Mengenai tata cara dzikir, apakah
dikeraskan atau dibaca pelan, masing-masing ada dalil dan tuntunan dari hadits Nabi J. Di antara hadits yang menjelaskan keutamaan mengeraskan dzikir adalah:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ D قَالَ، قَالَ النَّبِيُّ :J يَقُولُ اللهُ تَعَالَى
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ (رواه البخاري،
7857، ومسلم، 4832، والترمذي، 3528، وابن ماجه،
3812).
“Dari Abu Hurairah D, ia berkata. Nabi J bersabda, “Allah ta’ala berfirman, “Saya
akan berbuat sesuai dengan keyakinan hamba-Ku kepada-Ku. Dan Aku akan selalu
bersamanya
selama ia ingat kepada-Ku. Jika ia ingat (berdzikir) kepada-Ku di dalam hatinya, maka Aku akan
memperhatikannya. Dan jika ia menyebut Aku di dalam suatu perkumpulan (dengan suara yang didengar
orang lain) maka Aku akan ingat kepadanya di dalam perkumpulan yang lebih baik
dari perkumpulan yang mereka adakan.” (HR. al-Bukhari [7857], Muslim [4832], al-Tirmidzi [3528] dan Ibnu Majah [3812]).
Di samping itu banyak sekali do’a-do’a yang
diajarkan oleh Nabi j yang diriwayatkan para sahabat, itu artinya suara Nabi
cukup keras sehingga para sahabat dapat mendengar dan menghafalnya.
Sedangkan hadits yang menjelaskan keutamaan
berdzikir dengan pelan adalah:
عَنْ سَعْدِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ J خَيْرُ الذِّكْرِ الْخَفِيُّ وَخَيْرُ الرِّزْقِ مَا يَكْفِي (رواه أحمد، 1397).
“Dari Sa’ad bin Malik ia berkata, Rasulullah J bersabda, “Paling baik dzikir adalah yang dilakukan
secara samar. Sedangkan rizki yang paling baik adalah yang mencukupi.” (HR. Ahmad [1397]).
Karena sama-sama memiliki sandaran hukum,
maka semua berpulang kepada masing-masing individu. Imam Jalaluddin al-Suyuthi
menjelaskan bahwa memelankan dzikir itu bisa lebih utama sekiranya ada
kekhawatiran akan riya’ atau mengganggu orang yang shalat atau orang tidur.
Pada selain yang dua ini, maka mengeraskan suara itu lebih utama, karena
pekerjaan yang dilakukan ketika itu lebih banyak, serta manfaat dari dzikir
dengan suara keras itu bisa
didapatkan oleh orang yang mendengar. Dzikir itu juga dapat mengingatkan hati orang
yang membaca, memusatkan segenap
pikirannya untuk terus merenungkan dan menghayati (dzikir yang dibaca), memfokuskan konsentrasi dan pendengarannya, menghilangkan ngantuk serta menambah semangat.” (Al-Suyuthi, al-Hawi li al-Fatawi, juz II,
hal. 133).
Keterangan dari Imam al-Suyuthi ini selain
menjelaskan keutamaan mengeraskan
dzikir, sekaligus menegaskan batasannya, bahwa dzikir itu boleh dikeraskan
selama tidak mengganggu orang lain yang sedang beribadah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar