HADIST DHAIF DAN PEMBAGIANNYA
A.
Latar Belakang
Kata dhaif secara bahasa adalah lawan dari al-qowiy,
yang berarti lemah, hadits dhaif ini adalah hadits mardud,
yaitu hadits yang diolak dan tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil
dalam menetapkan suatu hukum. Sedangkan Imam Ibnu Kasir mendefenisikan hadits
dhaif adalah hadits-hadits yang tidak terdapat padanya sifat-sifat shahih
dan sifat-sifat hasan hadits bila ditinjau dari segi kehujjahannya
dapat dibedakan menjadi dua yakni maqbul dan mardud. Hadits maqbul adalah
hadits yang dapat diterima dan dijadikan sebagai hujjah, sementara hadits
mardud adalah hadits yang tidak bisa dijadikan hujjah. Yang menyebabkan sebuah
hadits menjadi mardud adalah cacat baik pada sanad ataupun pada matan. Hadits
mardud terbagi kepada dua macam yakni hadits dhaif dan hadits maudhu’. Makalah
ini akan mengkaji tentang hadits dhaif, baik defenisi, macam-macam hadits dhaif
dan sebagainya.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan diangkat dalam makalah
ini adalah sebagai berikut:
1.
Apakah definisi dan kriteria hadits dhaif?
2.
Bagaimanakah macam-macam hadits dhaif?
3.
Bagaimana hukum mengamalkan hadits dhaif?
C.
Pembahasan
1.
Pengertian dan Kriteria Hadits Dhaif
Kata dhaif secara bahasa adalah lawan dari al-Qowiy, yang berarti
lemah, hadits dhaif ini adalah hadits mardud, yaitu hadits yang diolak dan
tidak dapat dijadikan hujjah atau dalil dalam menetapkan suatu hukum.[1][1] Adapun beberapa ulama mendefenisikan hadits dhaif sebagai berikut: Imam
Abi Amar Ibnu Shalah mendefenisikan Hadits Dhaif sebagai berikut:
“Setiap hadits-hadits yang
tidak terdapat padanya sifat Hadits Shahih dan tidak pula sifat-sifat hadits
hasan maka dia disebut Hadits Dhaif.”[2][2]
Sedangkan Imam Ibnu Kasir mendefenisikan hadits dhaif adalah hadits-hadits
yang tidak terdapat padanya sifat-sifat Shahih dan sifat-sifat hasan.[3][3] Imam Hafiz Hasan al-Mas’udi memberikan defenisi hadits dhaif sebagai
Hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari Hadits Shahih atau hadits
hasan.[4][4]
Hadits dhaif merupakan hadits
yang tidak memenuhi beberapa persyaraatan hadits shahih, misalnya karena tidak
bersambung sanadnya, tidak adil, dan tidak dapat diandalkan kekuatan daya ingat
atau hapalan para perawi dalam seluruh sanad, atau karena adanya keganjilan baik dalam sanad atau pada matan, dan atau karena adanya
cacat-cacat yang tersembunyi baik dalam sanad maupun dalam matan.
Cacat hadits dhaif dapat disimpulkan terkait
pada dua hal yakni pertama, terkait dengan sanad dan kedua, terkait dengan
matan. Cacat yang terkait dengan sanad bisa jadi karena, tidak bersambung
sanadnya, atau seorang perawi tidak bertemu langsung dengan seorang guru
sebagai pembawa berita. Ketidakadilan dan tidak dhabit, terjadi adanya keganjilan (syadzdz) dan cacat (illat),
sedang cacat yang terkait dengan matan adalah karena keganjilan (syadz)
dan cacat (illat) tersebut.
Dari defenisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Hadits Dhaif adalah
Hadits yang tidak mencukupi syarat Shahih maupun hasan baik dari segi sanad dan
matannya, maka kekuatannya lebih rendah dibanding dengan Hadits Shahih dan
Hadits Hasan. Dari kesimpulan di atas pula dapat diambil intisari bahwa
kriteria Hadits Dhaif adalah:
a.
Terputusnya antara satu perawi dengan perawi lainnya dalam satu sanad
Hadits tersebut, yang seharusnya bersambung.
b.
Terdapat cacat pada diri seroang perawi atau matan dari Hadits tersebut.
Dari kedua kriteria inilah dapat dijelaskan kriteria kedhoifan dari Hadits
Dhaif tersebut.
2.
Macam-Macam Hadits Dhaif
Jenis Hadits Dhaif sangat banyak dan tidak cukup jika dijelaskan secara
keseluruhan dalam makalah ini, untuk itu penulis berusaha untuk memilah menjadi
dua macam Hadits Dhaif oleh karena sebabnya, yaitu:
a.
Hadits Dhaif disebabkan oleh terputusnya Sanad.
1)
Hadits Mursal
a)
Pengertian Hadits Mursal
Mursal menurut bahasa, isim maf'ul yang berarti yang dilepaskan. Sedangkan menurut istilah hadits mursal ialah:
مَارَ فَعَهُ التَّا بِعِى اِلَى الرَّسُوْلِ صلى الله
عليه وسلم مِنْ قَوْلٍ اَوْفِعْلٍ اَوْ تَقْرِيْرٍ صَغِيْرًا كَانَ اَوْكَبِيْرًا.
Artinya : Hadits yang disandarkan
(langsung) oleh Tabi'in kepada Rasul SAW baik perkataan, perbuatan, maupun
taqrirnya. Tabiin tersebut baik termasuk tabi'in kecil maupun tabi'in besar.[5][5]
Defenisi seperti inilah yang banyak digunakan oleh ahli Hadits, hanya
mereka tidak memberikan batasan antara tabi’i kecil dan besar. Namun, ada juga
sebgaian ulama hadits yang memberikan batasan Hadits Mursal ini hanya di marfu’kan kepada tabi’i besar saja karena periwayatan tabi’i
besar adalah sahabat dan Hadits yang dimarfu’kan kepada tabi’i yang kecil
termasuk Hadits Munqoti’.
Secara etimologi, Hadits Mursal ini diungkapkan secara bahasa adalah isim
maf’ul dari arsala yang berarti athlaqa, yaitu melepaskan dan
membebaskan. Secara istilah Hadits Mursal adalah Hadits Mursal adalah Hadits
yang gugur dari akhir sanadnya, seorang perawi sesudah tabi’i. Maksud dari
defenisi diatas dapat dipaham bahwa seorang tabi’i mengatakan Rasulullah saw berkata
demikian, den sebagainya, sementara Tabi’i tersebut jelas tidak bertemu dengan
Rasulullah saw. Dalam hal ini Tabi’i tersebut menghilangkan
sahabat sebagai generasi perantara antara Rasulullah saw dengan tabi’i.
Sebagai contoh dari Hadits Mursal ini adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahihnya pada bagian “jual
beli” (kitab al-buyu’) dia berkata: “telah menceritakan kepadaku
Muhammad Ibnu Rafi’, telah menceritakan kepada kami Hujjain, telah menceritakan
kepada kami al-Laits, dari Uqail dari Ibnu Shihab dari Ibnu Ssaid ibnu
Musayyab, bahwa Rasulullah saw melarang menjual kurma yang masih berada
dipohon, dengan kurma yang sudah dikeringkan.”
Said bin Musayyab adalah seorang tabi’i besar. Dia meriwayatkan Hadits ini
tanpa menyebutkan perawi (sahabat) yang menjadi perantara antara dirinya dengan
Rasulullah saw. Dalam hal ini Ibnu Musyayyab telah menggugurkan akhir dari
perawinya yaitu sahabat. Bisa saja selain dari sahabat yang digugurkannya ada tabi’i
lain yang juga digugurkannya.
b)
Klasifikasi Hadits Mursal
Sebagaimana diterangkan bahwa Hadits Mursal adalah hadits yang jalan
sanadnya menggugurkan perawi yang terakhir yaitu sahabat yang langsung menerima
Hadits tersebut dari Rasulullah saw. Diitinjau dari segi siapa yang
menggugurkan dan dari sifat-sifatnya, maka Hadits Mursal ini terdiri dari tiga
bagian :
(1)
Mursal Shahabi, yaitu: Pemberitaan sahabat yang disandarkan kepada
Rasulullah saw tetapi ia tidak mendengar atau menyaksikan sendiri apa yang ia
beritakan, lantaran disaat Rasulullah saw masih hidup ia masih kecil atauu
terbelakang masuk Islamnya.[6][6] Hadits Mursal shahabi ini tidak dipermasalahkan apabila seluruh perawi
dalam sanadnya termasuk dalam kategori adil, sehingga kemajhulannya tidak
bersifat negatif.
(2)
Mursal Khafi’ yaitu: Hadits yang diriwayatkan oleh tabi’i namun tabi’i yang
meriwayatkan Hadits tersebut hidup sezaman dengan sahabat tetapi tidak pernah
mendengar ataupun menyaksikan Hadits langsung dari Rasulullah saw.[7][7]
(3)
Mursal Jali, yaitu: apabila penggugurannya dilakukan oleh rawi (tabi’i)
dapat diketahui jelas sekalii oleh umum, bahwa orang yang menggugurkan tersebut
tidak pernah hidup sezaman dengan orang yang digugurkan-nya atau yang menerima
berita langsung dari Rasulullah saw.[8][8]
2)
Hadits Munqati’
a)
Pengertian Hadits Munqathi’
Kata Munqati’ adalah ism maf’ul dari inqata’a yang berarti terputus.
Secara istilah Hadits Munqati’ ini adalah,
مَاسَقَطَ مِنْ سَنْدِهِ رَاوٍ وَاحِدٍ فِى مَوْضِعٍ
اَوْ اَكْثَ رَ اَوْ ذُكِرَ فِيْفِ رَاوٍ مُبْهَمٍ
Artinya : Hadits yang gugur sanadnya disatu tempat
atau lebih atau pada sanadnya disebutkan nama seseorang yang tidak dikenal
namanya.
Ini adalah definisi yang mashur di kalangan
ulama hadits. Akan tetapi, gugurnya sanad tersebut dibatasi jumlahnya yaitu hanya satu atau dua tapi tidak secara berurutan.
Al Suyuthi manambahkan bahwa tempat
gugur-nya tersebut sebelum sahabat atau pada thabaqat pertama.[9][9]
Defenisi lain menyebutkan Hadits Munqati’ adalah Hadits yang dalam sanadnya
gugur seorang perawi dalam satu tempat atau lebih
atau didalamnya disebutkan seorang perawi yang gmubham. Dari segi gugurnya
perawi, ia sama dengan Hadits Mursal hanya saja jika Hadits Mursal dibatasi
denngan gugurnya sahabat, sementara dalam Hadits Munqati’ tidak ada batasan
seperti itu. Jadi bila terdapat gugurnya perawi baik diawal, ditengah ataupun
diakhir pada suatu Hadits maka dia disebut dengan Hadits Munqati’.[10][10]
b)
Macam-Macam Pengguguran (Inqita’)
(1)
Perawi yang meriwayatkan Hadits jelas dapat diketahui tidak sezaman hidupnya
dengan guru yang memberikan Hadits padanya.
(2)
Dengan samar-samar yang hanya diketahui oleh orang yang mempunyai keahlian
saja. Diketahuii dengan jalan lain dengan adanya kelebihan seorang rawi atau
lebih dalam Hadits riwayat orang lain.[11][11]
(3) Diketahui dari jurusan lain,
dengan adanya kelebihan seorang rawi atau lebih dalam hadits riwayat orang lain.[12][12]
c)
Contoh Hadits Munqathi’
(1)
Contoh gugur sorang rawi
قَالَ اَحْمَدُبْنُ شُعَيْبٍ اَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ
سَعِيْدِ نَااَبُوْ عَوَانَةُ نَاهِشَامُ بْنُ عُمْرَةَ عَنْ فَاطَمَةَ بِنْتِ
المُنْذِرِ عَنْ اُمِّ سَلَمَةَ اُمِّ المُؤْمِنِيْنَ قَالَتْ قَالَ رَسُوْلُ
اللهِ صلى الله عليه وسلم لاَيُحَرِّمُ مِنَ الرَّضَاعِ إِ لاَّ مَا فَتَقَ الاَمْعَاءَ فِى الثَّدْيِ زَكَانَ قَبْلَ
الفِطَامِ
Artinya : Berkata Ahmad bin
Syu'aib. Telah mengkhabarkan kepada kami. Qutaibah bin Sa'id, telah
menceritakan kepada kami, Abu 'Awanah telah menceritakan kepada kami, Hisyam
bin Urwah dari Fatimah bin Mundzir, dari Ummi Salamah, Ummil Mu'minin, ia
berkata Telah bersabda Rasulullah SAW: "Tidak menjadikan haram penyusuan,
melainkan apa-apa yang sampai di pencernaan dari susu, dan adalah (= teranggap
hal ini sebelum (anak) berhenti (dari minum susu).
(2)
Contoh Gugur Dua Rawi
(الحاكم) حَدَّثَنَا اَبُوْ النّظْرِ
مُحَمَّدِبْنِ يُوْسُفَ الفَقِيْهُ ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ الحَضْرَ
مَيُّ ثَنَا مُحَمَّدُبْنُ شَهْلٍ ثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ ذَكَرَ
الثَّوْرِيُ عَنْ اَبِى اِسْحَاقَ عَنْ زَيْدِبْنِ يُثَيْعٍ عَنْ حُدَيْفَةَ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه
وسلم إِنْ وَليَّيْتُمُوْهَا اَبَا بَكْرٍ فَقَوِيٌّ اَمِيْنٌ.
Artinya : "Kata
Hakim : Telah menceritakan kepada kami, Abu Nadlr Muhammad bin Muhammad bin
Yusuf al Faqih, telah menceritakan kepada kami, Muhammad bin Sulaiman
al-Hadlrami, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Sahal, telah
menceritakan kepada kami 'Abdur Rozaq, ia berkata : Tsauri telah disebut dari
Abi Ishaq dari Zaid bin Yu-Sta'i, dari Hudzaifah, ia berkata : Telah bersabda
Rasulullah SAW : "Jika kamu menyerahkan kekhilafahan itu kepada Abu Bakar
adalah ia seorang yang kuat, lagi kepercayaan ..”[13][13]
3)
Hadits Mudallas
a)
Pengertian Hadits Mudallas
Kata mudallas adalah ism maf’ul dari dallasa yang berarti gelap atau
berbaur dengan gelap. Menurut ilmu Hadits Mudallas adalah
مَارَوِيَ عَلَى وَجْهٍ يُتَوَهَّمُ اَنَّهُ لاَ عَيْبَ
Artinya : Hadits yang diriwayatkan menurut cara yang
diperkirakan bahwa hadits itu tiada bernoda.
Atau didefinisikan pula dengan hadits yang
diriwayatkan seorang rawi dari orang yang hidup semasanya, namun ia tidak
pernah bertemu dengan orang yang diriwayatkannya tersebut dan tidak
mendengarnya darinya karena kesamaran mendengarkannya.[14][14]
Pada hadits mudallas ini, rawi yang
menggugurkan pernah bertemu dengan rawi yang digugurkan. Pengguguran itu dimaksudkan
agar aib atau kelemahan suatu hadits dapat tertutupi. Orang yang melakukan tadlis
(perbuatannya) disebut mudallis dan haditsnya disebut hadits mudallas.[15][15]
b)
Macam-macam Hadits Mudallas dan
contohnya:
(1) Hadits mudallas
isnad yaitu bila seorang rawi yang meriwayatkan suatu hadits dari orang
yang pernah bertemu dengan dia, tetapi rawi tersebut tidak pernah mendengar
haditsnya. Contohnya:
رُوَى النُّعْمَانْ
بْنُ رَاشِدٍ عَنِ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ رَسُوْلُ
اللهِ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَضْرِبِ اِمْرَأَةً قَطُّ وَلاَ
خَادِمًا إِلاَّ اَنْ يُجَاهِدَ فِى سَبِيْلِ اللهِ. (علل الححديث 324 : 1)
Artinya :
"Diriwayatkan oleh An-Nu'man bin Rasid, dari Zuhri, dari 'Urwah, dari
Aisyah bahwa Rasulullah SAW tidak pernah sekali-kali memikul seorang perempuan
dan tidak juga seorang pelayan, melainkan jika ia berijtihad di jalan
Allah." ('Ilalul Hadits 1 : 324).
(2) Hadits Mudallas
Syuyukh bila seorang rawi meriwayat-kan sebuah hadits yang didengarkan dari
seorang guru dengan menyebutkan nama keturunannya atau men-sifati gurunya
dengan sifat-sifat yang belum atau tidak dikenal oleh orang banyak. Contohnya:
(قَالَ
ابْنُ عَدِيِّ) اَنْبَأَ نَا سَعْدٌ الخَيْرُبْنُ مُحَمَّدٍ اَنْباءَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ اَبِى نَصْرِ الحُمَيْدِ يُّ اَنْبَاءَ نَا عَبْدُ الرَّحِيْمِ بْنُ اَحْمَدَ
النَّجَارِيُّ اَنْبَاءَنَا عَبْدُ الْغَنِيِّ اَبْنُ سَعِيْدٍ الْحَافِظُ
حَدَّثَنَا اَبُوْ الحَسَنِ عَ لِيُّ بْنُ
عَبْدِ اللهِ بءنِ الفَاضِلِ التَّمِيْمِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ
زَيْدَانَ حَدَّثَنَا هَارثوْنُ بءنُ اَبِى بُرْدَةَ حَدَّثَتِي اَخِى حُسَيْنٌ
اَنْ يَحْيَ بْنِ يَعْلَى عنْ عَبْدِ اللهِ بءنِ مُوْسَى عَنِ الزُّهْرِيُّ عَنِ
السَّائِبِ يَزِيْدَ مَرْفُوْعًا : لاَيَحِلُّ لِمُسْلِمٍ اَنء يُرَى تَجَرُّدِىْ
اَوْ عَوْرَتِىْ اِلاَّ عَلِيُّ (اللا الى ء الممصعونة 375 : 1)
Artinya :
(Berkata Ibnu 'Adi), telah mengkhabarkan kepada kami, Sa'ad Al Khair bin
Muhammad, telah mengkhabarkan kepada kami, Muhammad bin Abi Nashar al Humaidi,
telah mengkhabarkan kepada kami, Abdurrahim bin Ahmad an-Najjari, telah
mengkhabarkan kepada kami Abdul Ghani bin Sa'id al Hafizh telah menceritakan
kepada kami Abul Hasan Ali bin Abdillah bin Fadil at Tamimi, telah menceritakan
kepada kami, Harun bin Abi Burdah, telah menceritakan kepadaku, saudaraku
Husain, dari Yahya bin Ya'la, dari Abdullah bin Musa dari Zuhri dari Sa-ib bin
Yazid, Nabi berkata : "Tidak halal bagi seorang Muslim melihat telanjangku
atau 'auratku, melainkan 'Ali."[16][16]
4)
Hadits Mu’addhal
a)
Pengertian Hadits Mu’addhal
Kata Mu’addhal berarti menyembunyikan sesuatu menjadi sesuatu yang
misterius atau problematik. Secara istilah ilmu hadits, Hadits Mu’addhal adalah
ماسَقَطَ مِنْ سَندِهِ
رَاوِيَانِ مُتَوالِيَانِ اَوْ اَكْثَرَ.
Hadits ini termasuk yang di mursalkan oleh tabiat tabi’in. Hadits ini sama
bahkan lebih rendah dari Hadits Munqati’. Sama dari keburukan kwalitasnya, bila
kemunqoti’annya lebih dari satu tempat.
b)
Contoh Hadits Mu'dhal
(الشافعى) اَخْبَرَنَا سَعِيْدَنَا
سَعِيْدُ بْنُ سَالِمٍ عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه
وسلم كَانَ رَاءَ البَيْتَ رَفَعَ يَدَيْهِ.
Artinya : (Kata
Syafi'i) telah mengkhabarkan kepada kami, Said bin Salim dari Ibnu Juraij bahwa
adalah Nabi SAW apabila melihat Baitullah, beliau mengangkat kedua tangannya.
Keterangan :
(1)
Gambaran sanadnya :
(a) Imam Syafi'i
(b) Sa'id bin Salim.
(c)
Ibnu Juraij.
(d) Rasulullah SAW.
(2)
Ibnu Juraij tersebut tidak sezaman dengan
Nabi, bahkan masanya itu di bawah tabi'in dia disebut "Tabi'ut
Tabi'in" yakni pengikut tabi'in. Jadi antara dia dengan Rasulullah ada
2 orang perantara yaitu Tabi'in dan
sahabat. Karena kedua-dua orang itu tidak tersebut dari tengah sanad itu, maka
riwayat di atas dikatan mu'dhal.
(3)
Hadits Mu'dhal hukumnya lemah yakni
tidak boleh dipakai untuk menetapkan sesuatu hukum atau kejadian.[18][18]
5)
Hadits Mu’allaq
a)
Pengertian Hadits Mu’allaq
Secara bahasa Mu’allaq adalah ism maf’ul dari kata ‘alaqa yang
berarti menggantungkan sesuatu pada sesuatu yang lain sehingga menjadi
tergantung. Sedangkan menurut istilah ilmu Hadits, hadits Mu’allaq adalah
ىْ صَاخُذِفَ مِنْ اَوَّلِ اِسْنَادِهِ وَاحِدٍ
فَاكَثْرَ عَلَلا التَّواَلِى.
Artinya : Yaitu
hadits yang rawinya digugurkan seorang atau lebih di awal sanadnya secara
berturut-turut.[19][19]
Dalam literatur lain disebutkan Hadits Mu’allaq adalah Hadits yang dihapus
dari awal sanadnya seorang perawi secara berturut-turut”.
b)
Contoh Hadits Mu'allaq
Sebagai contoh hadits mua'llaq ialah
Bukhari meriwayatkan hadits dari Bahz Ibnu Hakim dari Bapaknya dan dari
kakeknya, bahwasanya Nabi bersabda :
اللهُ اَحَقُّ اَنْ يُسْتَحْيَ مِنَ النَّاسِ
Artinya : Allah
itu lebih berhak untuk dijadikan tempat mengadu malu dari pada manusia.
Keterangan:
Hadits di atas dalam sanad Abu Daud adalah ia menerima
dari Abdullah ibn Maslamah, dari Ubay Bahz ibn Hakim dan seterusnya. Ini
berarti imam Bukhari dalam kitab shohihnya men-ta'liq-kan kira-kira dua
orang perawi.[20][20]
Contoh lain hadits mu'allaq ialah :
قَالَ اَبُوْ عِيْسَى : وَقَدْ رُفِيَ عَنْ عَائِشَةَ
عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ صَلاَّى بَعْدَ المَغْرِبِ
عِشْرِيْنَ رَكْعَةً بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ. (الترمذى)
Artinya : Abu Isa berkata : Dan sesungguhnya telah diriwayatkan dari Aisyah, dari
Nabi SAW, beliau bersabda : "Barangsiapa shalat sesudah maghrib dua puluh rakaat, Allah SWT akan mendirikan baginya
sebuah rumah di surga. (H.R. Tirmidzi).[21][21]
c)
Kriteria Hadits Mu'allaq
Setiap hadits mua'llaq hukumnya lemah
atau tidak boleh dipakai, disebabkan dengan adanya sanad yang digugurkan
berarti ada ketidak-tahuan akan sifat-sifat dan keadaan sanad secara
menyakinkan.
Dalam Kitab Bukhari terdapat 1.341 hadits mu'allaq
sedangkan dalam Shahih Muslim terdapat 3 hadits mua'llaq. Hadits
Mu'allaq yang dibuang seluruh sanadnya ialah apabila seorang imam hadits
mengatakan: "Rasulullah SAW bersabda" atau langsung menyebutkan matan
hadits itu sendiri tanpa menyebut nama Rasulullah SAW."[22][22]
d)
Hadits-hadits Mu'allaq yang ada dalam
kitab Shohih Bukhari dan Shahih Muslim terbagi menjadi 3 macam.
(1)
Ada yang mu'allaq dengan shighat
jazm yaitu dengan lafadz yang menetapkan, seperti :
(قَالَ) artinya ia telah berkata
(اَمَرَ) artinya ia telah memerintah
(فَعَلَ) artinya ia telah mengerjakan.
(ذَكَرَ) artinya ia telah menyebut.
(2)
Ada yang mu'allaq, tetapi di lain
tempat dia maushul. Yakni bersanad terus, tidak terputus.
(3)
Ada yang mu'allaq dengan shighat yang
tidak menunjukkan kepada ketentuan seperti:
(يُرْوَى) artinya diriwayatkan.
(يُحْكَىَ) artinya diceritakan.
(يُذْكَرُ) artinya disebut.
(ذُكِرَ عَنْ فُلاَنٍ) artinya telah disebut dari si
fulan.
b.
Hadits Dhaif yang ditinjau dari segi cacatnya Perawi.
Dari segi diterima atau tidaknya suatu Hadits untuk dijadikan hujjah maka
Hadits, pada prinsipnya terbagi kepada dua bagian
yaitu Hadits maqbul yang mana Hadits maqbul ini adalah Hadits Shahih dan Hadits
Hasan sementara yang kedua adalah Hadits mardud yaitu Hadits Dhaif dan segala
macamnya.
Karena cacat perawi dalam Hadits Dhaif ini baik dari segi matan maupun
sanadnya disebabkan oleh keadilan perawi,
agamanya tau hafalannya atau kelitiannya, selain itu juga karena terputusnya
sanad perawi atau yang digugurkan atau yang saling tidak bertemu antara satu
dengan yang lain. Dalam hal ini Hadits Dhaif yang ditinjau dari segi perawinya
terbagi bermacam-macam yaitu:
1)
Hadits Mudha’af.
Yaitu Hadits yang
tidak disepakati kedhaifannya. Sebagai ahli Hadits menilainya mengandung
kedhaifan, baik dalam sanad maupun matannya, dan sebagian lain mengatakannya
kuat namun penilaian kedhaifannya lebih kuat. Ibnu al-Jaui merupakan orang yang
pertama kali melakkukan pemilahan terhadap Hadits jenis ini.
2)
Hadits Matruk
Hadits matruk adalah
Hadits yang menyendiri dalam periwayatan dan diriwayatkan oleh orang yang
tertuduh dusta dalam periwayatan Hadits, dalam Hadits nabawi, atau sering
berdusta dalam pembicaraannya atau terlihat jelas kefasikannya, melalui
perbuatan ataupun kata-kata, serta sering kali salah atau lupa. Misalnya Hadits
Amr bin Samar dari Jabir al-Jafiy.
Yang dimaksud dengan
rawi tertuduh dusta yaitu seorang rawi yang dalam pembicaraan selalu berdusta,
tetapi belum dapat dibuktikan bahwa ia berdusta dalam membuat hadits. Adapun
orang yang berdusta diluar pembuatan Hadits ditolak periwayatannya.
3)
Hadits Munkar.
Hadits Munkar adalah
Hadits yang perawinya sangat cacat dalam kadar sangat keliru atau nyata
kefasikannya. Para ulama Hadits memberikan defenisi yang bervariasi tentang
Hadits Munkar ini. Diantaranya ada dua defenisi yang selalu digunakan, yaitu:
a)
Hadits yang terdapat pada sanadnya seorang perawi yang sangat keliru, atau
sering kali lali dan terlihat kefasikannya secara nyata.
b)
Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dhaif yang Hadits tersebut
berlawanan dengan yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqoh.
4)
Hadits Mu’allal
Hadits Muallal adalah
Hadits yang cacat karena perawinya al-wahm, yaitu hanya persangkaan atau dugaan
yang tidak mempunyai landasan yang kuat. Umpamanya, seorang perawi yang menduga
suatu sanad adalah muttashil (bersambung) yang sebenarnya adalah munqathi’
(terputus), atau dia mengirsalkan yang mutthasil, dan memauqufkan yang marfu’
dan sebagainya.
5)
Hadits Mudraj.
Idraj berarti
memasukkan Sesautu kepada suatu yang lainnya dan menggabungkannya kepada yang
lain itu, dengan kata lain Hadits mudraj adalah Hadits yang didalamnya terdapat
kata-kata tambahan yang bukan dari bagian Hadits tersebut. Hadits mudraj ada
dua yaitu :
a)
Mudraj Isnad: “seorang peerawi menambahkan kalimat-kalimat dari dirinya
sendiri saat mengemukakan sebuah Hadits disebabkan oleh suatu perkara sehingga
orang yang meriwayatkan selanjutnya menganggap apa yang diucap-kannya adalah
juga bagian dari Hadits tersebut.
b)
Mudraj Matan: sesuatu yang dimasukkan ke dalam matan suatu Hadits yang
bukan merupakan matan dari Hadits tersebut, tanpa ada pemisahan diantaranya
(yaitu antara matan Hadits dan sesuatu yang dimasukkan tersebut). Atau
memasukkan suatu perkataan dari perawi kedalam matan suatu Hadits, sehingga
diduga perkataan tersebut berasalah dari perkataan Rasulullah saw.
6)
Hadits Maqlub
Hadits Maqlub adalah
Hadits yang menggantikan suatu lafaz dengan lafaz lain pada sanad Hadits atau
matannya engan cara mendahulukan ataupun mengakhirknnya. Dengan kata lain ada
pemutar balikan antara matan dan sanad baik didahulukan ataupun diakhirkan.
Dalam hal ini jelas bahwa hukumnya trtolak serta tidak dapat dijadikan dalil
suatu hukum.
7)
Hadits Mudhtharib
Hadits Mudhtharib
adalah Hadits yang diriwyatkan dalam bentuk yang berbeda yang masing-masing
sama kuat.
8)
Hadits Mushahaf yaitu Hadits yang dirubah kalimatnya, yang tidak
diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqot, baik secara lafaz maupun makna
Hadits ini ada yang berubah sanadnya dan adapula berubah matannya.
9)
Hadits Syaz yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang maqbul, yaitu
perawi yang dhabit, adil dan sempurna kebaikannya namun Hadits ini berlawanan
dengan Hadits yang diriwayatkan oleh perawi lain yang lebih tsiqot, adil dan
dhobit shingga hadits ini ditolak dan Hadits ini juga disebut dengan Hadits
Mahfuz.[24][24]
3.
Hukum Menggunakan Hadits Dhaif
Ada tiga pendapat ulama dalam tentang pengamalan dan penggunaan Hadits
Dhaif:
a.
Hadits Dhaif tidak diamalkan secara mutlak, baik mengenai fadhail maupun
ahkam dan ini merupakan pendapat kebanyakan ulama termasuk Imam Bukhari dan
Muslim.
b.
Hadits Dhaif bisa diamalkan secara mutlak, ini merupakan pendapat Abu Daud
dan Imam Ahmad yang lebih mengutamakan Hadits Dhaif dibandingkan ra’yu
seseorang.
c.
Hadits Dhaif dapat digunakan dalam masalah fadhail mawa’iz atau sejenis
dengan memenuhi kriteria yang ada. Ibnu Hajar membaginya kepada kriteria yaitu:
1)
Kedhaifannyaa tidak terlalu
2)
Hadits Dhaif yang termasuk cakupan Hadits pokok yang bisa diamalkan.
D.
Penutup
1.
Hadits Dhaif adalah Hadits yang tidak mencukupi syarat Shahih maupun hasan
baik dari segi sanad dan matannya, maka kekuatannya lebih rendah disbanding
dengan Hadits Shahih dan Hadits Hasan. Cacat yang menyebabkan sebuah hadits
menjadi dhaif terbagi kepada dua macam yakni:
a.
Terputusnya antara satu perawi dengan perawi lainnya dalam satu sanad
Hadits tersebut, yang seharusnya bersambung.
b.
Terdapat cacat pada diri seorang perawi atau matan dari Hadits tersebut.
2.
Macam-macam hadits dhaif bisa dilihat dari dua kriteria, yaitu:
a.
Hadits Dhaif disebabkan oleh terputusnya Sanad, yaitu hadits Hadits Mursal,
Hadits Munqati’, Hadits Mudallas, Hadits Mu’addhal, dan Hadits Mu’allaq.
b.
Hadits Dhaif yang ditinjau dari segi cacatnya Perawi, yaitu Hadits
Mudha’af, Hadits Matruk, Hadits Munkar, Hadits Mu’allal, Hadits Mudraj, Hadits
Maqlub, Hadits Mudhtharib, Hadits Mushahaf, dan Hadits Syaz.
3.
Hadits Dhaif bisa diamalkan secara mutlak, ini merupakan pendapat Abu Daud
dan Imam Ahmad yang lebih mengutamakan Hadits Dhaif dibandingkan ra’yu.