/Data/Bahtsul_Masaail/Kang
Santri/BUKU FIQH NIKAH LBM.htm (12 hits)
1.
POLIGAMI
UU perkawinan
dan Kompilasi Hukum Islam (KHI) terkesan mempersempit ruang kepada kaum pria
untuk menikah lebih dari satu (Poligami). Kasuistik sejumlah tokoh ternama
seperti Aa Gym mendapat sorotan berbagai kalangan. Lalu bagaimana legalitas
syara' memandang Poligami, dan bagaimana pula kita menjawab bahwa poligami
sudah tidak relevan diterapkan untuk saat ini, karena manusia tidak mungkin
bisa berbuat adil kepada para istri?
q Dasar
Al-Qur'an Tentang Poligami
فَانْكِحُوا
مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ
أَلا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
"Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi;
dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil,
maka (kawinilah) seorang saja".
Ayat diatas
jelas-jelas melegalkan Poligami sampai batas maksimal empat orang. Kemudian
mensyaratkan berlaku adil diantara mereka. Sebagaimana keterangan tafsir Arrozy,
siyaqul kalam (pemaparan) ayat diatas bermula pada seorang yang tidak
bisa memenuhi kebutuhan dhohir (sandang, pangan, papan) kepada istri-istri
mereka sehingga ia tega memakan harta anak yatim. Karenanya ayat ini lebih pas
kalau diartikan tentang keadilan yang bersifat dhohir.
1. تفسير الرازي
- (ج 5 / ص 45)
وَإِنْ
خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ
النِّسَاءِ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا
فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا (النساء
: 3)
الوجه الثاني
: في تأويل الآية : انه لما نزلت الآية المتقدمة في اليتامى وما في أكل أموالهم من
الحوب الكبير ، خاف الأولياء أن يلحقهم الحوب بترك الاقساط في حقوق اليتامى ،
فتحرجوا من ولايتهم ، وكان الرجل منهم ربما كان تحته العشر من الأزواج وأكثر ، فلا
يقوم بحقوقهن ولا يعدل بينهن ، فقيل لهم : إن خفتم ترك العدل في حقوق اليتامى
فتحرجتم منها ، فكونوا خائفين من ترك العدل من النساء ،
Ayat ini
(Annisa :03) turun menjelaskan tentang digunakannya harta anak yatim oleh orang
yang tidak mampu. Saat itu muncul kekuatiran dari wali anak yatim akan ketidak
mampuannya dalam memenuhi hak-hak anak yatim. Karena kadangkala istri mereka
sampai sepuluh atau lebih, sehingga ia kuatir tidak bisa memenuhi hak-haknya
dan berbuat adil. Karenanya dikatakan kepada mereka "Kalau kamu sekalian
kuatir tidak dapat berbuat adil akan hak-hak anak yatim yang menyebabkan kamu
berdosa, maka kuatirlah juga akan hak-hak (dhohir) istri-istrimu".
2. تفسير الرازي
- (ج 5 / ص 46)
الوجه الرابع
: في التأويل : ما روي عن عكرمة أنه قال : كان الرجل عنده النسوة ويكون عنده
الأيتام ، فاذا أنفق مال نفسه على النسوة ولم يبق له مال وصار محتاجا ، أخذ في
إنفاق أموال اليتامى عليهن فقال تعالى : { وَإِنْ خِفْتُمْ أَن لا تُقْسِطُواْ فِى
أموال اليتامى } عند كثرة الزوجات فقد حظرت عليكم أن لا تنكحوا أكثر من أربع كي
يزول هذا الخوف ، فان خفتم في الأربع أيضاً فواحدة
Mengenai
ta'wilan surat Annisa' ayat 3 ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
shohabat Ikrimah, beliau berkata;
"ada seorang laki-laki yang mempunyai beberapa istri dan anak yatim.
Apabila ia membelanjakan hartanya untuk istrinya, habislah hartanya, sedang ia
masih membutuhkan, maka ia ambil harta yang (mestinya) untuk anak yatim. Karena
kejadian diatas Alloh swt. berfirman yang artinya "Jikalau kamu kuatir
tidak bisa berbuat adil terhadap harta anak-anak yatim"-dilanjutkan oleh
Imam thobari- padahal ia punya banyak istri, maka hendaklah ia tidak menikah
lebih dari empat istri agar kamu tidak merasa kuatir. Jika kamu masih kuatir
(ketika kawin empat orang) maka kawin satu saja.
Tentang surat
Annisa' ayat 129 yang artinya; "Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat
berlaku adil diantara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat
demikian. Menurut Imam Thobary, ayat diatas menjelaskan ketidak bisaan
berbuat adil dalam hal batiniyah. Karena merupakan hal yang pasti (Dhoruri)
kalau manusia punya kecenderungan dalam mencintai seseorang.
3. تفسير الطبري
- (ج 9 / ص 284)
القول في
تأويل قوله : { وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ
حَرَصْتُمْ فَلا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ }
قال أبو جعفر:
يعني جل ثناؤه بقوله:"ولن تستطيعوا أن تعدلوا بين النساء"، لن تطيقوا،
أيها الرجال، أن تسوُّوا بين نسائكم وأزواجكم في حُبِّهن بقلوبكم حتى تعدِلوا
بينهنّ في ذلك، فلا يكون في قلوبكم لبعضهن من المحبة إلا مثلُ ما لصواحبها، لأن
ذلك مما لا تملكونه.
Menurut Imam
Thobari, tentang ta'wilan ayat yang berbunyi "Dan kamu tidak akan dapat
berbuat adil diantara istri-istrimu………." Sebagaimana yang dikatakan oleh
Abu Ja'far "Wahai kaum laki-laki, kamu tidak akan kuat menyamakan
kecintaanmu kepada istri-istrimu dalam perasaanmu kecuali hanya bisa berbuat
adil. Tidaklah perasaan cintamu kepada sebagian mereka bisa sama. Karena hal itu tidak kamu punyai.
2. PERNIKAHAN
DINI
Kasus pernikahan dini
antara Pudjiono cahyo widianto (syech puji),
seorang pengusaha kaya raya dengan lutfiana ulfah anak yang lahir 13
desember 1995 benar-benar membuat gempar komisi nasional (komnas) perlindungan anak.
Setelah dikonfikrmasi ternyata syech puji mendapatkan ulfa dengan cara
sayembara. Namun pernikahan tersebut direspon oleh komnas pa karena status ulfa
yang masih belia dan pernikahan itu bisa merusak masa depannya. Setelah konflik
yang panjang timbullah kesepakatan antara syech puji dan komnas untuk
mengembalikan ulfah pada orang tuanya dan menunggu sampai umur 16 tahun.
Pertanyaan
a.
Bagaimana
hukum intervensi komnas mengembalikan ulfa pada orang tuanya sesuai deskripsi
di atas?
Jawaban
a.
Dapat dibenarkan karena intervensi tersebut dinilai
maslahah.
q Uraian
Jawaban
Pada dasarnya, dalam melangsungkan pernikahan itu tidak
ada batasan mengenai usia minimum atau maximum. Bahkan banyak Hadits yang
meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad saw. Menikahi Siti A'isyah saat berusia enam
tahun. Baru kemudian Beliau melakukan hubungan intim saat usia A'isyah sembilan
tahun.
Ulama' hadits menjelaskan lebih lanjut, usia sembilan
tahun bukan merupakan syarat mutlaq diperbolehkannya menggauli istri. Sembilan
tahun hanya ukuran kebiasaan atau yang banyak terjadi. Namun yang prinsip
adalah mempertimbangkan kapan seorang istri sudah kuat disetubuhi. Sehingga
jangan sampai ia merasakan siksaan dalam melakukan senggama karena kondisi
biologis atau mental yang relative belum kuat/siap disetubuhi.
Namun demikian, bukan berarti pemerintah tidak boleh
membuat aturan tentang batasan usia minimum dalam pernikahan. Pemerintah
boleh-boleh saja membatasi usia minimum, asal sesuai prinsip kemaslahatan.
Karena semua jenis kebijakan pemerintah harus berpatokan pada azas maslahah, sebagaimana
kaidah Imam Syafi'I yang berbunyi;
تَصَرُّفُ الإِمَامِ مَنُوطٌ بِالْمَصْلَحَة
الرَّعِيّّة
"Kebijakan Imam (pemimpin) hendaklah untuk
kemaslahatan rakyat".
Kendati seorang Imam boleh melakukan apa saja yang
penting demi kebaikan yang kembali kepada rakyat, namun apa yang telah
diputuskan tidak boleh menabrak aturan syara' (keharaman). Kalau ternyata
aturan pemerintah bertentangan dengan syara', karena terbukti menghalalkan hal
yang diharamkan syara' maka kita tidak boleh menaati peraturan itu, Karena
memang kita tidak boleh tunduk kepada perintah siapa saja yang berindikasi
mendurhakai aturan Alloh swt. Sebagaimana kaidah sbb;
لاَ طَاعَةَ لِمَخْلُوْقٍ لِمَعْصِيَةِ
الْخَالِق
"Tidak boleh mematuhi (perintah) makhluk yang
berimplikasi mendurhakai (melanggar larangan) Alloh".
Selain hal diatas, masih ada pertimbangan-pertimbangan
mengenai prilaku syaikh Puji. Dalam kaidah disebutkan;
المصلحة
العامة مقدمة على مصلحة الخاصة
"Kemaslahatan yang kembali kepada
masyarakat umum itu didahulukan daripada kemaslahtan yang bersifat
local/khusus".
Karena kita akui atau tidak, perkawinan merupakan kepentingan
pribadi. Sedangkan peraturan yang dibuat oleh pemerintah yang dituangkan dalam Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 tahun 1974, bahwa " usia minimal untuk calon
mempelai perempuan itu 16 tahun dan 19 tahun untuk pria dan juga adanya
kematangan fisik dan mental" adalah kebijakan pemeritah dalam mencapai
kemaslahatan atau kebaikan bersama, bukan diskriminasi atau membatasi Hak Asazi
Manusia.
Kesimpulan dari beberapa uraian diatas adalah, pemerintah
atau KOMNASHAM boleh intervensi pada apa yang dilakukan syaikh Puji, karena
sekali lagi, ini semua adalah demi kebaikan bersama.
q Hak Membuat Peraturan
1.
الموسوعة
الفقهية الجزء الثاني /8968
حقّ الإمام في
وضع الأنظمة المستنبطة من الشّريعة 11- تقرير مبدأ سيادة الشّريعة لا يعني حرمان
الإمام ومن دونه أهل الحكم والسّلطة من حقّ اتّخاذ القرارات والأنظمة الّتي لا بدّ
منها لسير أمور الدّولة. ذلك لأنّ نصوص الشّريعة محدودة ومتناهية وأمّا الحوادث
وتطوّر الحياة والمسائل الّتي تواجه الأمّة والدّولة معاً فغير محدودة ولا
متناهية. ولا بدّ للإمام وأهل الحكم من مواجهة كلّ ذلك بما يرونه من أنظمة ولكن
هذا الحقّ ليس مطلقاً وإنّما هو مقيّد بما لا يخالف النّصوص الشّرعيّة ولا يخرج
على مبادئ الإسلام وقواعده العامّة وأن يكون ذلك لمصلحة الأمّة الواجبة الرّعاية
والّتي لأجلها قامت الدّولة ولا يكون ذلك إلاّ بعد الرّجوع إلى أهل الخبرة
والاختصاص من الفقهاء وغيرهم.
"Hak Imam (pemimpin Negara) membuat peraturan
yang digali dari Syari'at": Ketetapan dasar kepemimpinan dalam syari'at
tidaklah menghalangi kepada Imam atau bawahannya dalam mengatur pemerintahan,
seperti membuat ketetapan atau undang-undang yang harus dimiliki, sebagai
pijakan dalam menjalankan pemerintahan. Demikian, karena (memang) syari'at itu
dibatasi dan bersifat final. Adapun hal-hal baru dalam kehidupan, atau
persoalan-persoalan masyarakat dan Negara itu tidak dibatasi. Sehingga menjadi
suatu kewajiban (tersendiri) bagi Imam dan pemerintah menghadapi dan
menyelesaikan persoalan itu dengan membuat suatu aturan/undang-undang. Namun
demikian, atauran yang dibuat jangan sampai bertentangan dengan
keterangan-keterangan syara', dan juga tidak keluar dari sendi-sendi Islam dan
kaidah umum. Dan itu semua hendaklah untuk mencapai kemaslahatan umat yang
wajib dijaga. Karena dengan merekalah Negara akan berdiri tegak. Dan hal ini
bisa terwujud setelah menanyakan kepada ahli dibidangnya, seperti fuqoha' dan
sebaginya.
q
Kebijakan Pemerintah
1. (الشرقاوي .1/290-298)
والحاصل انه
يجب طاعة الامام في كل ما امر به ظاهرا وباطنا فيما ليس بحرام ولا مكروه فان امر
بواجب تاكد وجوبه او مندوب وكذا بمباح ان كان فيه مصلحة عامة
Semua
kebijakan pemerintah itu dilandasi dengan azas maslahah (kebaikan bersama),
karenanya wajib bagi seluruh warga Negara menaati semua aturan yang dibuat oleh
pemerintah, baik aturan yang langsung dibuat oleh kepala Negara atau dibuat
oleh DPR atau Departemen tertentu.
Apa yang
sudah menjadi peraturan wajib ditaati secara dhohir dan bathin, walau pada
dasarnya peraturan tersebut menurut kaca mata agama tidak wajib (mubah atau
sunnah).
q Taat Kepada
Pemimpin
1. والحاصل أنه
يجب طاعة الإمام في ما أمر به ظاهرا وباطنا مما ليس بحرم ومكروه فالواجب يتأكد
والمندوب يجب وكذا المباح إن كان في مصلحة كشرب التمباك .( بغية المسترشدين : 91)
Mematuhi peraturan pemerintah adalah
suatu kewajiban yang harus ditaati, asalkan peraturan pemerintah bukan hal yang
dilarang atau dijauhi oleh agama, baik peraturan tadi adalah hal yang sunnah
atau hal yang mubah seperti larangan merokok.
q Etika
Bersetubuh
2.
نهاية
المحتاج إلى شرح المنهاج - ج 6 / ص 340
(
ولا تسلم صغيرة ) لا تحتمل الوطء ( ولا مريضة ) وهزيلة بهزال عارض لا يطيقان الوطء
( حتى يزول مانع وطء ) لأنه ربما يحمله فرط الشهوة على الجماع فتتضرر به ويكره
لولي صغيرة ولنحو مريضة التسليم قبل الإطاقة ويحرم وطؤها ما دامت لا تحتمله
Wanita yang masih kecil dan belum kuat (layak) disetubuhi atau wanita
yang sakit atau lanjut usia dan sudah tidak bisa melayani hasrat suami, itu
tidak boleh diserahkan kepada suaminya sampai ia kuat disetubuhi. Karena
kaang-kadang keinginan bersetubuh suami yang berlebihan menjadikan istri merasa
berat. Dan makruh hukumnya bagi wali (orang tua)nya menyerahkan kepada suaminya
sebelum ia kuat disetubuhi'. Haram menyetubuhi istri yang belum kuat digauli.
q Legalitas Pernikahan Dini
q
شرح
النووي على مسلم الجزءالتاسع /207
باب جواز
تزويج الأب البكر الصغيرة فيه حديث عائشة رضي الله تعالى عنها قالت "تزوجني
رسول الله r لست سنين وبنى بي وأنا بنت تسع سنين" وفي رواية "تزوجها
وهي بنت سبع سنين" هذا صريح في جواز تزويج الأب الصغيرة بغير إذنها لأنه لا
إذن لها –الى ان قال- وإذا بلغت فلا خيار لها في فسخه عند مالك
والشافعي وسائر فقهاء الحجاز وقال أهل العراق لها الخيار إذا بلغت - إلى أن قال-
واعلم أن الشافعي وأصحابه قالوا ويستحب ألا يزوج الأب والجد البكر حتى تبلغ
ويستأذنها لئلا يوقعها في أسر الزوج وهي كارهة .
Bab boleh orang tua
mengawinkan anak gadisnya. Hadits yang meriwayatkan mengenai hal ini adalah
hasits siti Aisyah, Beliau berkata "Rosululloh mengawiniku pada saat aku
berusia enam tahun. Dan kemudian menyetubuhiku pada usia sembilan tahun".
Sebagian riwayat mengatakan, Rosululloh mengawini Aisyah pada usia tujuh tahun.
Hadits ini cukup jelas memperbolehkan kepada orang tua dalam mengawinkan anak
gadisnya yang masih kecil tanpa meminta persetujuannya terlebih dahulu, karena
memang ia tidak perlu dimintai izin. Kemudian
apabila ia telah dewasa maka tidak ada baginya khiyar (pilihan)
menfasakh/merusak pernikahn itu. Ini adalah pendapat imam Syafi'I dan Imam
Maliki dan pakar fiqh Hijaz. Namun menurut fuqoha' irak, ia berhak menfasakh.
Dan ketahuilah,
bahwasanya, Imam syafi'I dan ashabnya berkata, disunatkan bagi orang tua untuk
tidak mengawinkan anak gadisnya sampai ia baligh dan kemudian meminta izin
kepadanya agar tidak terjadi kebencian pada saat ia berada disamping suaminya.
3. Kawin Kontrak
(Mut'ah)
1. الموسوعة
الفقهية - (ج 2 / ص 351)
68 - إذا تزوّج امرأةً بشرط أن يطلّقها في وقت معيّن
، لم يصحّ النّكاح ، وسواء كان معلوماً أو مجهولاً ، مثل أن يشترط عليه طلاقها إن
قدم أبوها أو أخوها ، وقال أبو حنيفة : يصحّ النّكاح ، ويبطل الشّرط ، وهو أظهر
قولي الشّافعيّ ، قاله في عامّة كتبه ؛ لأنّ النّكاح وقع مطلقاً ، وإنّما شرط على
نفسه شرطاً ، وذلك لا يؤثّر فيه ، كما لو شرط ألاّ يتزوّج عليها أو لا يسافر
بها.واستدلّ القائلون بالبطلان بأنّ هذا الشّرط مانع من بقاء النّكاح فأشبه نكاح
المتعة
Ketika
seorang laki-laki mengawini seorang perempuan dengan perjanjian-ia akan
menceraikannya pada waktu tertentu- maka tidak sah nikahnya. Seperti berjanji
akan menceraikannya pada waktu orang tuanya atau saudaranya datang. Menurut
Imam Abu Hanifah, sah nikahnya. Yang tidak sah (sia-sia) adalah syaratnya. Dan
ini adalah salah satu pendapat Adzhar mazhab syafi'I. karena nikah bisa terjadi
secara mutlak (kapan saja), perjanjian seperti ini hanya dibebankan pada
dirinya (bukan kepada istrinya) dan tidak punya pengaruh sama sekali terhadap
aqad nikah. Sama halnya dengan perjanjian, ia tidak akan kawin dengannya ataau
tidak akan pergi bersamanya. Ulama' yang mengatakn batal (tidak sah nikahnya)
beralasan, karena syarat seperti ini menjadi penghalang kelestarian nikah dan
mirip sekali dengan Nikah Mut'ah.
2. الموسوعة
الفقهية - (ج 2 / ص 3442)
النّكاح لا
يقبل التّأقيت اتّفاقاً. فالنّكاح المؤقّت غير جائز ، سواء أكان بلفظ المتعة أم
بلفظ التّزويج. كما صرّح المالكيّة بمنع ذكر الأجل مهما طال.والنّكاح المؤقّت عند
الشّافعيّة والحنابلة باطل ، سواء قيّد بمدّة مجهولة أو معلومة.لأنّه نكاح المتعة
، وهو حرام كحرمة الميتة والدّم ولحم الخنزير. «الفرق بين النّكاح المؤقّت ونكاح
المتعة» 15 - يفرّق بينهما من جهة اللّفظ ، فنكاح المتعة هو الّذي يكون بلفظ
التّمتّع ، كأن يقول لها أعطيك كذا على أن أتمتّع بك يوماً أو شهراً أو سنةً ونحو
ذلك ، وهو غير صحيح عند عامّة العلماء. وأمّا النّكاح المؤقّت فهو الّذي يكون بلفظ
التّزويج والنّكاح ، وما يقوم مقامهما ويقيّد بمدّة ، كأن يقول لها: أتزوّجك عشرة
أيّام ونحو ذلك ، وهو غير صحيح عند عامّة العلماء ، وقال زفر: يصحّ العقد ويبطل
التّأقيت.
3. الموسوعة
الفقهية - (ج 81 / ص 42)
الثالث نكاح
المتعة، وهو أن يتزوج الرجل المرأة إلى مدة، أو يقول أمتعيني نفسك فتقول أمتعتك
نفسي، لا بولي ولا شاهدين، لما روى الربيع بن سبرة عن أبيه ( "أن رسول الله
صلى الله عليه وسلم نهى يوم الفتح عن متعة النساء " )
Jenis Nikah yang ketiga
adalah Nikah Mut'ah. Yaitu pernikahn seorang laki-laki dengan seorang wanita
sampai batas waktu tertentu atau dengan perkataanya "jadikanlah dirimu
sebagai penghibur diriku" kemudian wanita yang diomongi berkata "akau
akan menjadi penghibur bagimu" dan tanpa dihadiri wali atau saksi.
Larangan ini bertendensi pada sabda Nabi, Bahwasanya pada saat penaklukan kota
makkah Beliau melarang memut'ah wanita.
1.
شرح النووي على مسلم - (ج 9
/ ص 179)
( باب نكاح
المتعة وبيان أنه أبيح ثم نسخ ثم أبيح ثم نسخ )
( واستقر تحريمه إلى يوم القيامة ) اعلم أن القاضي عياضا بسط شرح هذا الباب
بسطا بليغا وأتى فيه بأشياء نفيسة وأشياء يخالف فيها فالوجه أن ننقل ما ذكره
مختصرا ثم نذكر ما ينكر عليه ويخالف فيه وننبه على المختار قال المازرى ثبت أن
نكاح المتعة كان جائزا في أول الاسلام ثم ثبت بالأحاديث الصحيحة المذكورة هنا أنه
نسخ وانعقد الاجماع على تحريمه ولم يخالف فيه الا طائفة من المستبدعة وتعلقوا
بالأحاديث الواردة في ذلك وقد ذكرنا أنها منسوخة فلا دلالة لهم فيها وتعلقوا بقوله
تعالى فما استمتعتم به منهن فآتوهن أجورهن وفي قراءة بن مسعود فما استمتعتم به
منهن إلى أجل وقراءة بن مسعود هذه شاذة لا يحتج بها قرآنا ولا خبرا ولا يلزم العمل
بها قال وقال زفر من نكح نكاح متعة تأبد نكاحه وكأنه جعل ذكر التأجيل من باب
الشروط الفاسدة في النكاح فإنها تلغى ويصح النكاح قال المازرى واختلفت الرواية في
صحيح مسلم في النهى عن المتعة ففيه أنه صلى الله عليه و سلم نهى عنها يوم خيبر
وفيه أنه نهى عنها يوم فتح مكة فإن تعلق بهذا من أجاز نكاح المتعة وزعم أن
الاحاديث تعارضت وأن هذا الاختلاف قادح فيها قلنا هذا الزعم خطأ وليس هذا تناقضا
لأنه يصح أن ينهى عنه في زمن ثم ينهى عنه في زمن آخر توكيدا أو ليشتهر النهى
ويسمعه من لم يكن سمعه أولا فسمع بعض الرواة النهى في زمن وسمعه آخرون في زمن آخر
فنقل كل منهم ما سمعه وأضافه إلى زمان سماعه هذا كلام المازرى قال القاضي عياض روى
حديث المتعة جماعة من الصحابة فذكره مسلم من رواية بن مسعود وبن عباس وجابر وسلمة
بن الأكوع وسبرة بن معبد الجهنى وليس في هذه الاحاديث كلها أنها كانت
2.
شرح النووي على مسلم - (ج 9
/ ص 180)
الحضر وإنما كانت في أسفارهم في الغزو عند
ضرورتهم وعدم النساء مع أن بلادهم حارة وصبرهم عنهن قليل وقد ذكر في حديث بن أبي
عمر أنها كانت رخصة في أول الاسلام لمن اضطر اليها كالميتة ونحوها وعن بن عباس رضي
الله عنهما نحوه وذكر مسلم عن سلمة بن الأكوع اباحتها يوم أوطاس ومن رواية سبرة
اباحتها يوم الفتح وهما واحد ثم حرمت يومئذ وفي حديث على تحريمها يوم خيبر وهو قبل
الفتح وذكر غير مسلم عن على أن النبي صلى الله عليه و سلم نهى عنها في غزوة تبوك
من رواية إسحاق بن راشد عن الزهري عن عبد الله بن محمد بن علي عن أبيه عن علي ولم
يتابعه أحد على هذا وهو غلط منه وهذا الحديث رواه مالك في الموطأ وسفيان بن عيينه
والعمري ويونس وغيرهم عن الزهري وفيه يوم خيبر وكذا ذكره مسلم عن جماعة عن الزهري
وهذا هو الصحيح وقد روى أبو داود من حديث الربيع بن سبرة عن أبيه النهي عنها في
حجة الوداع قال أبو داود وهذا أصح ما روى في ذلك وقد روى عن سبرة أيضا اباحتها في
حجة الوداع ثم نهى النبي صلى الله عليه و سلم عنها حينئذ إلى يوم القيامة وروى عن
الحسن البصري أنها ما حلت قط الا في عمرة القضاء وروى هذا عن سبرة الجهني أيضا ولم
يذكر مسلم في روايات حديث سبرة تعيين وقت الا في رواية محمد بن سعيد الدارمي
ورواية إسحاق بن ابراهيم ورواية يحيى بن يحيى فإنه ذكر فيها يوم فتح مكة قالوا
وذكر الرواية بإباحتها يوم حجة الوداع خطأ لأنه لم يكن يؤمئذ ضرورة ولا عزوبة
وأكثرهم حجوا بنسائهم والصحيح أن الذى جرى في حجة الوداع مجرد النهي كما جاء في
غير رواية ويكون تجديده صلى الله عليه و سلم النهى عنها
يومئذ لاجتماع الناس وليبلغ الشاهد الغائب ولتمام الدين وتقرر الشريعة كما قرر غير
شيء وبين الحلال والحرام يومئذ وبت تحريم المتعة حينئذ لقوله إلى يوم القيامة قال
القاضي ويحتمل ما جاء من تحريم المتعة يوم خيبر وفي عمرة القضاء ويوم الفتح ويوم
أوطاس أنه جدد النهي عنها في هذه المواطن لأن حديث تحريمها يوم خيبر صحيح لا مطعن
فيه بل هو ثابت من رواية الثقات الاثبات لكن في رواية سفيان أنه نهى عن المتعة وعن
لحوم الحمر الأهلية يوم خيبر فقال بعضهم هذا الكلام فيه انفصال ومعناه أنه حرم
المتعة ولم يبين زمن تحريمها ثم قال ولحوم الحمر الأهلية يوم خيبر فيكون يوم خيبر
لتحريم الحمر خاصة ولم يبين وقت تحريم المتعة ليجمع بين الروايات قال هذا القائل
وهذا هو الأشبه أن تحريم المتعة كان بمكة وأما لحوم الحمر فبخيبر بلا شك
3.
صحيح البخاري - (ج 5 / ص
1966)
32 - باب نهى رسول الله صلى الله عليه و سلم عن
نكاح المتعة آخرا
4825 - حدثنا مالك بن إسماعيل حدثنا ابن عيينة
أنه سمع الزهري يقول أخبرني الحسن بن محمد بن علي وأخوه عبد الله عن أبيهما : أن عليا رضي الله عنه قال لابن عباس إن النبي
صلى الله عليه و سلم نهى عن المتعة وعن لحوم الحمر الأهلية زمن خيبر [ ر 3979 ]
4.
صحيح مسلم - (ج 4 / ص 130)
3 - باب
نِكَاحِ الْمُتْعَةِ وَبَيَانِ أَنَّهُ أُبِيحَ ثُمَّ نُسِخَ ثُمَّ أُبِيحَ ثُمَّ
نُسِخَ وَاسْتَقَرَّ تَحْرِيمُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. (3)
3484 -
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَاحِدِ بْنُ زِيَادٍ حَدَّثَنَا أَبُو عُمَيْسٍ عَنْ
إِيَاسِ بْنِ سَلَمَةَ عَنْ أَبِيهِ قَالَ رَخَّصَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- عَامَ أَوْطَاسٍ فِى الْمُتْعَةِ ثَلاَثًا ثُمَّ نَهَى عَنْهَا.
5.
صحيح مسلم - (ج 4 / ص 132)
3488 -
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِى
حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عُمَرَ حَدَّثَنِى الرَّبِيعُ بْنُ سَبْرَةَ
الْجُهَنِىُّ أَنَّ أَبَاهُ حَدَّثَهُ أَنَّهُ كَانَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- فَقَالَ « يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّى قَدْ كُنْتُ أَذِنْتُ
لَكُمْ فِى الاِسْتِمْتَاعِ مِنَ النِّسَاءِ وَإِنَّ اللَّهَ قَدْ حَرَّمَ ذَلِكَ
إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ فَمَنْ كَانَ عِنْدَهُ مِنْهُنَّ شَىْءٌ فَلْيُخَلِّ
سَبِيلَهُ وَلاَ تَأْخُذُوا مِمَّا آتَيْتُمُوهُنَّ شَيْئًا ».
6.
صحيح مسلم - (ج 4 / ص 132)
3490 -
حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ الرَّبِيعِ بْنِ
سَبْرَةَ الْجُهَنِىِّ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ قَالَ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- بِالْمُتْعَةِ عَامَ الْفَتْحِ حِينَ دَخَلْنَا مَكَّةَ
ثُمَّ لَمْ نَخْرُجْ مِنْهَا حَتَّى نَهَانَا عَنْهَا.
7.
صحيح مسلم - (ج 4 / ص 134)
3499 -
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِى شَيْبَةَ وَابْنُ نُمَيْرٍ وَزُهَيْرُ بْنُ
حَرْبٍ جَمِيعًا عَنِ ابْنِ عُيَيْنَةَ - قَالَ زُهَيْرٌ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ
بْنُ عُيَيْنَةَ - عَنِ الزُّهْرِىِّ عَنِ الْحَسَنِ وَعَبْدِ اللَّهِ ابْنَىْ
مُحَمَّدِ بْنِ عَلِىٍّ عَنْ أَبِيهِمَا عَنْ عَلِىٍّ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله
عليه وسلم- نَهَى عَنْ نِكَاحِ الْمُتْعَةِ يَوْمَ خَيْبَرَ وَعَنْ لُحُومِ
الْحُمُرِ الأَهْلِيَّةِ.
4. MEMBACA SHIGHOT TA'LIQ NIKAH
"Apabila dalam jangka
enam bulan berturut-turut saya tidak menafkahi istri saya atau ……, maka jatuh
thalak satu". Demikian shighot ta'liq thalak yang biasanya ditawarkan
oleh pihak KUA untuk dibaca.
Pertanyaan
a.
Bagaimana hokum membaca shoghot tersebut?
Jawaban
a.
boleh dan Ta’liqnya sah, kecuali hanya
bermaksud membaca, dan bacaan tersebut tidak merusak sahnya akad nikah.
1.
فتح المعين – (ج 4 / ص 27(
فائدة: يجوز تعليق الطلاق
كالعتق بالشروط ولا يجوز الرجوع فيه قبل وجود الصفة. ولا يقع قبل وجود الشرط. ولو علقه بفعله شيئا ففعله
ناسيا للتعلق أو جاهلا بأنه المعلق عليه لم تطلق. ولو علق الطلاق على ضرب زوجته
بغير ذنب فشتمته فضربها لم يحنث إن ثبت ذلك، وإلا صدقت فتحلف.
Faidah: boleh menta'liq
thalak dengan suatu syarat/perjanjian, sebagaimana diperbolehkannya menta'liq
memerdekakan budak. Tidak boleh (sah) meruju' (kembali menjalin tali
pernikahan) sebelum terpenuhi ta'liqnya. Tidak jatuh thalaknya sebelum terwujud
sifat yang dita'liqi. Apabila ia mena'liqkan thalaknya dengan sesuatu hal,
kemudian lupa dan dikerjakannya, atau ia tidak tahu kalau ternyata (yang
dilakukan) adalah Mu'allaq alaih (obyek ta'liq) maka tidak jatuh thalaknya.
Kalau saja ia manta'liq dengan berjanji; jatuhlah thalaknya kalau ia memukul
istrinya tanpa sebab suatu dosa, kemudian (ternyata) istrinya berkata kotor dan
ia pun memukulnya, maka tidak jatuh thalaknya (sesuai keputusan hakim) atau
dengan disumpah.
q Konsekwensi
Membaca Shigot Tholaq
2. فتح المعين -
(ج 4 / ص 20(
فرع لو كتب صريح طلاق أو
كنايته ولم ينو إيقاع الطلاق فلغو ما لم يتلفظ حال الكتابة أو بعدها بصريح ما كتبه
نعم: يقبل قوله أردت قراءة المكتوب لا الطلاق لاحتماله
Cabang persoalan: kalau
tertulis ucapan thalak yang shorih atau kinayah, kemudian ia tidak bermaksud
menthalak istrinya, maka apa yang dikatakannya pada saat menulis atau
setelahnya itu sia-sia. Benar demikian, namun diterima ralat dari suami, bahwa
sebenarnya ia hanya bermaksud membacanya, tidak bertujuan manthalak
Jawaban b
Tidak Wajib.
3. بغية
المسترشدين.
{مسئلة ك} يجب امتثال امر الامام فى كل ما له فيه
ولاية كدفع الزكاة المال الظاهرة فان لم تكن له فيه ولاية وهو من الحقوق الواجبة
اوالمندوبة جاز الدفع اليه والإستقلال بصرفه فى مصارفه وان كان المأمور به مباحا
او مكروها او حراما لم يجب امتثال أمره فيه كما قال م ر.
Wajib menaati
perintah pemimpin dalam segala urusan yang berkaitan dengan kekuasaannya,
seperti (perintah) menyerahkan zakat harta yang dhohir (tidak memerlukan
explorasi). Kalau ia tidak punya kekuasaan, sementara hal itu adalah suatu
kewajiban atau anjuran, maka boleh memberikannya kepadanya atau
mentasarufkannya sendiri pada pos-pos zakat. Jika yang diperintahkan adalah
sesuatu yang mubah (boleh) atau makruh, atau bahkan haram, maka tidak wajib
menaati perintahnya, sebagiamana yang diutarakan oleh Imam Romly.
5. MENCAMPUR AIR SUSU IBU (ASI)
Demi menjaga kesehatan bayi serta menjaga kondisi ibu,
pihak rumah sakit menyarankan agar perawatan bayi diserahkan pihak rumah sakit
yang bersangkutan, demi kesehatan bayi. Pihak rumah sakit (atas rekomendasi
dokter) juga mengharuskan ibu memeras air susunya yang kemudian diserahkan
Rumah sakit untuk diberikan kepada bayi. Karena begitu banyaknya bayi-bayi yang
dititipkan tentu saja banyak ASI yang dikumpulkan. Agar pemberian ASI pada bayi
menjadi mudah, pihak rumah sakit mencampur semua ASI yang diterima dalam satu
bejana.
q Pertanyaan
a.
Bolehkah mencampur ASI seperti di atas?
b.
Apakah semua bayi berstatus saudara rodlo' dengan
meminum ASI campuran?
q Jawaban
a.
Tafsil dan khilaf :
-
Kalau tidak ada izin mencampur dari ibu-ibu pemilik
ASI, maka tidak boleh karena menyalahi izin, yaitu memberikan masing-masing ASI
kepada bayinya sendiri.
-
Kalau ada izin dari semua ibu pemilik ASI dan bisa
terdeteksi / teridentifikasi maka boleh.
-
Bila ada izin namun tidak teridentifikasi, maka
terjadi khilaf seperti dalam بنك لبن (bank
ASI), yaitu :
1. Menurut
sebagian ulama berpendapat tidak boleh, karena akan menyebabkan terjadinya
percampuran dan ketidak jelasan nasab
2. Menurut
sebagian ulama yang lain berpendapat boleh, karena ketidak
teridentifikasikannya pemilik ASI tidak bisa menjadikan saudara rodlo' sehingga
kerancuan nasab tidak terjadi.
1. فتاوى الأزهر
الجزء التاسع ص : 431
لمفتى عطية صقر الرضاع
باللبن المجفف وبنك اللبن لمفتى عطية صقر. مايو 1997 المبادى القرآن والسنة.السؤال
: هل لبن الأمهات إذا يحرم به ما يحرم بالرضاع من اللبن السائل ؟ الجواب : ثبت
التحريم بالرضاع فى القرآن والسنة, إذا كان فى مدة الحولين, مع الإختلاف بين الفقهاء
فى عدد الرضاع التى تثبت بها التحريم واللبن إذا كان سائلا وأخذ من امرأة معلومة
ورضعه طفل معلوم ثبت به التحريم, أما إذا جهلت المرضع أو جهل الرضيع فلا يثبت
التحريم, وكذلك الشك لا يؤثر فى ذلك, لأن الأصل عدمه, وعليه إذا خلط لبن من نساء
متعددات غير متعينات, ورضع منه طفل هل يثبت به التحريم أولا ؟ لقد أنشئ فى بعد
البلاد ما يسمى ببنك اللبن كما أنشئ بنك الدم, وكان العلماء فى حكمه فريقين. الفرق
الأول أخذ بالإختياط والورع وقال : لا يجوز إرضاع الطفل منه, لأنه قد يترتب عليه
أن يزوج الولد من أخته أو من صاحبة اللبن وهو لا يدرى, والفريق الثانى : لم يجد
سببا للمنع والحكم بالحرمة, لأنها تثبت إلا إذا عرفت الأم التى كان منها اللبن على
اليقين, وعند الجهل لا تثبت بالحرمة وإن كان من الورع الإبتعاد عنه. اهـ
6. WALI HAKIM
& UNDANG-UNDANG PERNIKAHAN
Pada ketentuan peraturan Menteri agama RI no 2 th
1987 bab III pasal 4 ayat 1 disebutkan bahwa wali hakim bagi mereka yang tidak
memiliki wali nasab adalah kepala KUA. Kemudian pada tahun 2004 turun
keputusan Menteri agama no 477 pasal19
ayat 7 yang menyatakan bahwa wali hakim tidak hanya kepala KUA bahkan setiap
penghulu adalah wali hakim (biasanya di tiap KUA Terdapat 2 sampai 3 penghulu
).Pada tanggal 12 Desember 2005 keluar lagi peraturan Menteri agama no 30 tahun
2005 bab III pasal 3 ayat yang
menyebutkan yang berhak menjadi wali hakim adalah kepala KUA. Dari sini terjadi
kerancauan sementara antara mana yang harus diikuti KMA atau PMA mengingat ada
pemahaman antara KMA dan PMA tidak sejajar dimata hukum.
q Pertanyaan
a.
Menurut tinjauan syara’ siapakah wali hakim
sebenarnya ?
b.
Bagaimana
pernikahan dengan wali hakim yang sudah terlaksana dengan berdasarkan
salah satu KMA dan PMA, jika dinyatakan tidak berlaku ?
q Jawaban
a.
Imam dan orang-orang yang yang diberi tugas akan
hal tersebut.
1.
شرح البهجة الوردية - (ج 14
/ ص 243)
( قوله
: ثم السلطنة ) قال م ر المراد بالسلطان هنا وفيما يأتي من شملها ولايته عاما كان
أو خاصا كالقاضي والمتولي لعقود الأنكحة .ا هـ . والمراد بالمتولي لعقود الأنكحة
من نصبه بدله في ولاية العقود لا من نصبه لإجراء العقد بين الزوج والولي كما هم
الآن
2.
تحفة المحتاج في شرح
المنهاج - (ج 29 / ص 481)
( فإن فقد المعتق وعصبته زوج السلطان ) ، وهو
هنا وفيما مر ويأتي من شملها ولايته عاما كان ، أو خاصا كالقاضي والمتولي لعقود
الأنكحة ، أو هذا النكاح بخصوصه من هي حالة العقد بمحل ولايته ولو مجتازة به ، او
كان إذنها له ، وهي خارجه كما يأتي لا خارجة عنه بل لا يجوز له أن يكتب بتزويجها
ولا ينافيه خلافا لشارح أنه يجوز للحاكم أن يكتب بما حكم به في غير محل ولايته ؛
لأن الولاية عليها لا تتعلق بالخاطب فلم يؤثر حضوره بخلافه ثم فإن الحكم يتعلق
بالمدعي فيكفي حضوره . ( قوله : كالقاضي والمتولي لعقود الأنكحة ) وتشمل
ولاية القاضي بلادنا حينئذ وقراها وما بينها من البساتين والمزارع والبادية وغيرها
كما أفتى بذلك شيخنا الشهاب الرمل
b.
Untuk pernikahan dengan menggunakan wali hakim
(penghulu) yang terjadi sebelum keluarnya KMA, hukumnya tetap sah. sedangkan
pernikahan dengan menggunakan wali hakim (penghulu) yang terjadi setelah
munculnya KMA, maka hukumnya tidak sah.
3.
الأشباه والنظائر - (ج 1 / ص
185)
الكتاب الثاني
في قواعد كلية يتخرج عليها ما لا ينحصر من الصور الجزئية القاعدة الأولى الاجتهاد
لا ينقض بالاجتهاد الى ان قال ... ومنها لو حكم الحاكم بشيء ثم تغير اجتهاده لم
ينقض الأول وإن كان الثاني أقوى ، غير أنه في واقعة جديدة لا يحكم إلا بالثاني
بخلاف ما لو تيقن الخطأ .
7. TINDAK KEKERASAN SUAMI
Siti
nurjazilah alias lisa karena kecemburuan suaminya, sampai-sampai ia tega
menyiram air keras ke wajah lisa, karena hal itu lisa tidak mau keluar rumah
selama tiga tahun, karena malu akan wajahnya yang tak layak pandang. Meski lisa
telah memaafkan perbuatan suaminya, pihak yang berwajib (polisi) tetap akan
menyeret suami lisa ke pengadilan
Pertanyaan
a. Apakah Lisa
boleh menfasakh nikah atas penganiayaan suaminya?
b. Apakah pihak
kepolisian boleh menghukum suami lisa, padahal dari si lisa sudah memaafkan
perbuatan suaminya?
q Jawaban
a. Lisa tidak
boleh menfasakh. Namun lisa harus mengajukan ke pengadilan atas prilaku
suaminya. Namun menurut satu pendapat dari mazhab maliki, lisa boleh mengajukan
gugatan cerai apabila suaminya terus menerus berprilaku buruk
b. Pihak
kepolisian boleh menghukum suami lisa sebagai bentuk ta'ziran agar tidak
terjadi hal yang serupa, baik oleh suami lisa atau yang lain.
q Prosedur
pemecahan konflik
1.
أسنى المطالب - (ج 15 / ص 497)
( فَإِنْ اشْتَدَّ الشِّقَاقُ وَفَحُشَ وَجَبَ )
عَلَى الْحَاكِمِ ( أَنْ يَبْعَثَ حَكَمًا لَهَا وَحَكَمًا لَهُ بِرِضَاهُمَا
لِيُصْلِحَا ) بَيْنَهُمَا إنْ تَيَسَّرَ الْإِصْلَاحُ ( أَوْ يُفَرِّقَا )
بَيْنَهُمَا ( بِطَلْقَةٍ ) فَقَطْ ( إنْ عَسُرَ الْإِصْلَاحُ ) لِلْآيَةِ وَاعْتُبِرَ
رِضَاهُمَا لِأَنَّ الْحَكَمَيْنِ وَكِيلَانِ .
Apabila
konflik (cek-cok) suami-istri semakin parah dan meruncing maka hakim wajib
mengirim konsulat dari pihak suami dan pihak istri untuk mencapai kesepakatan
dan rekonsiliasi (perdamaian). Kalau tidak bisa didamaikan, maka hakim (seizin
mereka) boleh menjatuhkan thalak satu kepadanya. Ridlo keduanya diperlukan
karena status hakim hanya sebagai wakil.
q Boleh
Menfasakh (Menurut Mazhab Maliki)
2.
شرح النيل وشفاء العليل.
7\287
قال العاصمى
ويثبت الإضرار بالشهود او سماع شاع فى الوجود. وزعمت المالكية أنه اذا ثبت الإضرار
طلقت نفسها ان شاءت وقيل لا يصح بل يطلقها الحاكم بعد ان يزجره بكلام او حبس او
ضرب ولم يزدجر وقيل ترفعه للحاكم وتطلق نفسها.
Imam Ashimi
berkata; penganiayaan itu bisa ditetapkan (dihadapan hakim) kalau terdapat
saksi atau kabar yang sudah masyhur. Ulama' mazhab Maliki mengira, kalau
penganiayaan sudah ditetapkan (oleh hakim) maka pihak perempuan boleh manthalak
(tanpa melalui hakim). Menurut satu pendapat, ia tidak boleh menthalak tanpa
melalui hakim, setelah diperingatkan atau ditahan atau dipukul. Menurut satu
pendapat, ia boleh melaporkan kepada hakim kemudian menthalaknya (tanpa melalui
hakim lagi)
3.
تحفة المحتاج في شرح
المنهاج - (ج 39 / ص 207)
( وَلَوْ عَفَا مُسْتَحَقُّ حَدٍّ فَلَا تَعْزِيرَ )
يَجُوزُ ( لِلْإِمَامِ فِي الْأَصَحِّ ) إذْ لَا نَظَرَ لَهُ فِيهِ ( أَوْ )
مُسْتَحَقُّ ( تَعْزِيرٍ فَلَهُ ) أَيْ الْإِمَامِ التَّعْزِيرُ ( فِي الْأَصَحِّ
) لِتَعَلُّقِهِ بِنَظَرِهِ وَإِنْ كَانَ لَا يَسْتَوْفِيه إلَّا بَعْدَ طَلَبِ
مُسْتَحَقِّهِ وَالْفَرْقُ أَنَّهُ بِالْعَفْوِ يَسْقُطُ فَيَبْقَى حَقُّ
الْإِصْلَاحِ لِيَنْكَفَّ عَنْ نَظِيرِ ذَلِكَ وَقَبْلَ الطَّلَبِ الْإِصْلَاحُ
مُنْتَظَرٌ فَلَوْ أُقِيمَ لَفَاتَ عَلَى الْمُسْتَحِقِّ حَقُّ الطَّلَبِ
وَحُصُولُ التَّشَفِّي ، وَرُبَّمَا يُفْهِمُ الْمَتْنُ أَنَّهُ لَوْ طَلَبَ لَا
يَلْزَمُ الْإِمَامَ إجَابَتُهُ وَلَهُ الْعَفْوُ وَهُوَ أَحَدُ وَجْهَيْنِ
رَجَّحَهُ ابْنُ الْمُقْرِي لَكِنَّ الَّذِي رَجَّحَهُ الْحَاوِي الصَّغِيرُ
وَمُخْتَصِرُوهُ وَغَيْرُهُمْ أَنَّهُ لَيْسَ لَهُ الْعَفْوُ ، أَمَّا الْعَفْوُ
فِيمَا يَتَعَلَّقُ بِحَقِّ اللَّهِ تَعَالَى فَيَجُوزُ لَهُ إنْ رَآهُ مَصْلَحَةً
وَاَللَّهُ أَعْلَمُ .
57. NIKAH DENGAN
JIN
Soal;
Bagaimana hukum perkawinan seseorang dengan jin ,
lalu apa status anaknya?
Jawab;
Nikah dengan jin hukumnya
boleh. Satatus anaknya adalah mukallaf (wajib mengerjakan perintah-perintah
agama)
²
Nikah Dengan Jin
1.
حاشية البجيرمي على الخطيب -
(ج 10 / ص 218)
وَقَوْلُهُ :
" اعْتَمَدَهُ م ر " أَيْ خِلَافًا لِابْنِ حَجَرٍ ، أَيْ فَيَجُوزُ
لِلْآدَمِيِّ نِكَاحُ الْجِنِّيَّةِ وَعَكْسُهُ ، وَيَجُوزُ وَطْؤُهَا إنْ غَلَبَ
عَلَى ظَنِّهِ أَنَّهَا زَوْجَتُهُ وَلَوْ عَلَى صُورَةِ حِمَارٍ مَثَلًا
وَتَثْبُتُ أَحْكَامُ النِّكَاحِ لِلْإِنْسِيِّ مِنْهُمَا فَيُنْتَقَضُ وُضُوءُهُ
بِلَمْسِهَا وَيَجِبُ عَلَيْهِ الْغُسْلُ بِوَطْئِهَا وَغَيْرُ ذَلِكَ ، وَمِنْهُ
أَنَّهُ يَجِبُ عَلَيْهِ أَنْ يُنْفِقَ عَلَيْهَا مَا يُنْفِقُهُ عَلَى
الْآدَمِيَّةِ لَوْ كَانَتْ زَوْجَةً وَأَمَّا الْجِنِّيُّ مِنْهُمَا فَلَا
يُقْضَى عَلَيْهِ بِأَحْكَامِنَا ع ش .
²
Anak Jin Termasuk Mukallaf
الفتاوى
الحديثية لابن حجر الهيتمي - (ج 1 / ص 558)
مطلب في حكاية
تتعلق بنكاح الجنية وقوله : وما الذي يجب على الآدمي المتزوج منهم الخ ؟ وجوابه :
إذا ثبت أنهم مكلفون كتكليفنا جرت عليهم الأحكام الجارية علينا في العبادات
والمعاملات والنفقة على الزوجات ، وعلينا لهم إذا صححنا النكاح منهم على القول
الضعيف
Soal;
lalu kemana nasab anaknya nanti?
Jawab;
intisabnya kepada bapaknya, kalau anaknya berupa
manusia.
²
Perwalian (Yang Menjadi Wali Nikah) Jin
حواشي
الشرواني - (ج 1 / ص 292)
وعبارة
البجيرمي فإن كان أحد أصليه آدميا وكان على صورة الآدمي ولو في نصفه الاعلى فقط
فقال شيخنا م ر هو طاهر ويعطى أحكام الآدميين مطلقا وعلى القول بنجاسته يعطى حكم
الطاهر في الطهارات والعبادات والولايات وغيرها إلا في عدم حل ذبيحته ومناكحته
وإرثه وقتل قاتله، قليوبي اهـ.
58. Kawin Lari
Soal;
Bagaimana hukum perkawinan yang tidak direstui oleh
orang tua, kemudian melangsungkan aqad nikah diluar daerah tempat tinggalnya?
Jawab;
hukumnya sah, dengan syarat;
-
Antara laki-laki dan perempuan sudah kufu' (sama
status sosialnya)
-
Meminta izin orang tuanya, jika berada pada jarak
yang kurang dari 83 Km (jarak masafah Al-qoshr)
-
jika lebih dari 83 Km dan ada udzur meminta izin,
seperti walinya 'adlol (menentang).
-
1.
غاية التلخيص المراد . 208
(مسئلة) اخذ رجل امرءة عن اهلها قهرا وبعدها عن وليها
الى مسافة القصر وكذا دونه ان تعذرت مراجعته لنحو خوف صح نكاها باذنها ان زوجها
الحاكم من كفء اذا لم يغرق الاصحاب بين غيبة الولي وغيبتها ولا فى غيبتها بين ان
تكون مكرهة على السفر او مختارة بل اقول
لو كان لها ولي بالبلد وعضلها بعد ان دعته الى كفء وتعسر لها اثبات عضله فسافرت
الى موضع بعيد عن الولي واذنت لقاضى البلد التى انتقلت اليه فى تزويجها من الكفء
صح النكاح.
59. MENIKAHI
WANITA YANG HAMIL DILUAR NIKAH
Soal;
bagaimana hukum pernikahan seorang laki-laki dengan
wanita yang hamil diluar nikah
Jawab;
boleh menikahi wanita yang hamil diluar nikah, baik
ia adalah lelaki yang menghamili atau bukan. Namun makruh menyetubuhinya
1. بغية
المسترشدين
يجوز نكاح
الحامل من الزنى سواء الزانى
60. PENGHASILAN
HARAM DARI SUAMI
SOAL;
Kalau ternyata istri tidak bisa menghindar dari
suaminya, lalu bagaimana solusinya agar ia tidak terjebak memakan harta haram?
Jawab;
Solusinya, istri sekuat tenaga mencari nafkah untuk
dirinya sendiri, atau dengan berhutang kepada orang lain, atau ia meminta
nafkah orang tuanya. Kalau ternyata masih tidak bisa menempuh jalan ini, maka
ia boleh mempergunakan harta haram suami sebatas kebutuhan pokok, dan keadaan
istri yang seperti ini kategori dlorurot.
²
Istri Bersabar Dan Mencari Nafkah Sendiri
1.
الباجورى. 2/194
وان اعسر
بنفقتها اى المستقبلة فلها الصبر على اعساره وتنفق على نفسها من مالها او تقرض
ويصير ما انفقته دينا عليه اى وان لم يقرضها القاضى لانها تمليك فهي كسائر الديون
المستقرة.
²
Boleh Menggunakan Harta Haram Sesuai Kebutuhan
2.
الأشباه والنظائر - (ج 1 / ص
155)
وَلَوْ عَمَّ الْحَرَامُ قُطْرًا ، بِحَيْثُ لَا
يُوجَدُ فِيهِ حَلَالٌ إلَّا نَادِرًا فَإِنَّهُ يَجُوزُ اسْتِعْمَالُ مَا
يَحْتَاجُ إلَيْهِ ، وَلَا يَقْتَصِرُ عَلَى الضَّرُورَةِ . قَالَ الْإِمَامُ :
وَلَا يَرْتَقِي إلَى التَّبَسُّطِ ، وَأَكْلِ الْمَلَاذِّ بَلْ يَقْتَصِرُ عَلَى
قَدْرِ الْحَاجَةِ .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar