-
1. Pengertian Qunut
Secara bahasa Qunut
artinya Do’a. Secara istilah Qunut dibagi dua,
yaitu :
1. Qunut Nazilah yaitu : Qunut yang dibaca dalam shalat fardu ketika umat islam
menghadapi bahaya, wabah penyakit, bencana atau tantangan dari orang kafir.
2. Qunut subuh atau Qunut witir yaitu : qunut yang dikerjakan pada saat i’tidal rakaat ke-2 dalam shalat subuh atau
witir
2. Dalil-dalil Qunut
Hukum Qunut adalah
sunat, diantara sahabat yang mensunahkan diantanya Abu Bakar As-Sidik, Umar
bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Ibnu Abbas dan Barra Bin
Aziz. Dalil yang
dijadikan pedoman untuk mensunahkan qunut adalah hadist Nabi Muhammad SAW :
عَنْ أَنَسِ
بْنِ مَالِكِ قَالَ مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِى اْلفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا (رواه أحمد)
Diriwayatkan dari Anas bin Malik R.A “Beliau
berkata, “Rasululloh senantiasa membaca qunut ketika shalat subuh sehingga beliau wafat.” (HR.
Ahmad).
Pakar hadis Muhammad bin Alan as-Sidiqi dalam kitabnya Al-Futuhat
Ar-Rabbaniyah mengatakan bahwa hadis ini yang benar dan diriwayatkan serta
disahihkan oleh golongan pakar yang banyak yang banyak hadist.
Sedangkan do`a qunut yang
diajarkan langsung oleh Nabi SAW adalah sebagai berikut :
اَلَّلهُمَّ اهْدِنَا فِيْمَنْ هَدَيْتَ,وَعَافِنَا فِيْمَنْ
عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنّا فِيْمَنْ تَوَلَّيَتَ،
وَبَارِكْ لِي فِيْمَا اَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَاِنَّكَ تَقْضِى وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ،
وَاِنَّهُ لَايَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلَايَعِزُّ
مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ اْلحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، نَسْتَغْفِرُكَ
وَنَتُوْبُ اِلَيْكَ. (رواه النسائ ١٧٢٥،وأبو داود
١٢١٤،والترميذى ٤٢٦،وأحمد ١٦٢٥،والدارمي ١٥٤٥بسند الصحيح)
“Ya Allah, berikanlah kami petunjuk seperti orang-orang yang telah Engkau
beri petunjuk, Berilah kami perlindungan seperti orang-orang yang telah
Engkau beri perlindungan. Berilah kami pertolongan sebagaimana orang-orang
yang telah Engkau beri pertolongan. Berilah berkah pada segala yang telah
Engkau berikan kepada kami. Jauhkanlah kami dari segala kejahatan yang telah
Engkau pastikan. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang Maha menentukan dan
Engkau tidak dapat ditentukan. Tidak akan hina orang yang Engkau lindungi.
Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Engkau Maha Suci dan Maha
luhur. Segala puji bagi-Mu dan atas segala yang Engkau pastikan. Kami memohon
ampun dan bertaubat kepada-Mu.” (HR. An-Nasa’I :1725, Abu Dawud :1214,
Al-Tirmidzi :426, Ahamad :1625 dan Al-Darimi :1545 dengan Sanad yang Shahih)
Dalil kedua disebutkan dalam kitab
fiqh as-Sunah Juz II halaman 38-39 :
وَمَذْهَبُنَا الشَّافِعِيُّ: اِنَّ الْقُنُوْتَ فِى صَلَاةِ
الصُّبْحِ بَعْدَ الرُّكُوْعِ مِنَ الرُّكُوْعِ
الثَّانِيَّةِ سُنَّةٌ لِمَا رَوَاهُ الْجَمَاعَةُ الِاَّ التِّرْمِيْذِى
عَنِ ابْنِ سِيْرِيْنَ اَنَّ أَنَسَ بْنِ مَالِكِ سُئِلَ هَلْ قَنَتَ النَّبِيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ِفى صَلَاةِ الصُّبْحِ؟ فَقَالَ: نَعَمْ.
فَقِيْلَ لَهُ قَبْلَ الرُّكُوْعِ اَوْ بَعْدَهُ؟ قَالَ: بَعْدَ الرُّكُوْعِ.
Ulama As-Syafi’iyah mengatakan: Kedudukan qunut pada shalat subuh persisnya ketika bangkit dari
rakaat kedua, hukumnya sunah karena ada hdist yang diriwayatkan ahli hadis
kecuali at-Tirmidzi. Hadis itu diriwayatkan dari ibnu Sirin, Anas bin Malik
pernah ditanya: Apakah Nabi menjalankan qunut pada shalat subuh? Jawab anas: Ya! Kemudian ditanya
lagi: letaknya dimana sebelum atau sesudah ruku’? Jawabnya: Sesudah ruku’
(fiqh As-Sunah,Juz 11,hlm.38-39)
Dalil ketiga sebagaimana disebutkan
dalam kitab Hamizsy Qalyubi Mahalli Juz I halaman 57
وَيُسَنُّ
الْقُنُوْتُ فِي اعْتِدَالٍ ثَانِيَةِ
الصُّبْحِ- اِلَى اَنْ قَالَ- لِلاتِّبَاعِ رَوَاهُ الْحَاكِمُ فِى اْلمُسْتَدْرَكِ عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ قَالَ:
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ فِى صَلَاةِ الصُّبْحِ فِى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَّةِ رَفَعَ يَدَيْهِ
وَيَدْعُ بِهَذَا الدُّعَاءِ “اَللَّهُمَّ
اهْدِنِيْ …. اِلَى اَخِرِ مَا تَقَدَّمَ- لَكِنْ لَمْ يَذْكُرْ رَبَّنَا. وقال صحيح.
Qunut itu disunahkan letaknya ketika
I’tidal, reka’at kedua shalat subuh, Keterangan tersebut sampai: …….. karena
mengikuti Nabi. Hadis diriwayatkan Hakim dalam kitab Mustadrak dari Abu
Hurairah: Rosululloh mengangkat kepalanya dari ruku’ pada shalat subuh pada
reka’at kedua, dia mengangkat tangannya kemudian berdo’a: Allohumma ihdini
fi-man hadait ……… Rosululloh tidak memakai kata-kata robbana …. Hadis ini
shahih.
Ketiga, dalam Nail al-Authar, Juz II hlm:387:
فَاِنَّهُ
اِنَّمَا سَأَلَ اَنَسًا عَنْ قُنُوْتِ
اْلفَجْرِ فَأَجَابَهُ عَمَّا سَأَلَهُ عَنْهُ وَبِأَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاَلِهِ وَسَلِّمْ كَانَ
يُطِيْلُ صَلَاةِ اْلفَجْرِ دُوْنَ السَّائِرِ
الصَّلَوَاتِ. قَالَ وَمَعْلُوْمٌ اِنَّهُ كَانَ يَدْعُوْ رَبَّهُ وَيُثَنَّى عَلَيْهِ وَيُمَجِّدُهُ فِى هَذَا
اْلاِعْتِدَالِ. وَهَذَا قُنُوْتٌ مِنْهُ
بِلَارَيْبٍ فَنَحْنُ لَانَشُكُّ وَلَا نَرْتَابُ اِنَّهُ لَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ فِى اْلفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا.
Ketika ditanya sahabat tentang qunut fajar, Anas menjawab: Rasululoh (ketika qunut), ia memanjangka shalat fajar (Subuh) tidak seperti
shalat lainnya. Panjang, karena ia membaca do’a, memuji Alloh,
mengagungkan-Nya dalam I’tidal ini. Inilah yang dikatakan qunut, tidak diragukan lagi. Kita
tidak perlu syak (bimbang) dan ragu lagi bahwa Nabi membaca qunut dalam shalat subuh sampai
meninggal!.
|
Dalam madzhab
Imam al-Syafi’i, ada tiga tempat disunnahkan membaca qunut, yakni ketika
terjadi nazilah (bencana, cobaan),
qunut pada shalat witir di pertengahan bulan Ramadhan, dan terakhir pada
shalat subuh.
Tentang kesunnahan qunut subuh ditegaskan oleh kebanyakan
ulama salaf dan setelahnya. Di antara ulama salaf
yang mensunnahkannya adalah Abu Bakr al-Shiddiq, Umar bin al-Khaththab,
Utsman, Ali, Ibnu Abbas dan al-Barra’ bin Azib –radhiyallahu ‘anhum. (Al-Majmu’,
juz I, hal 504). Dalil yang dijadikan acuan adalah hadits Nabi Saw:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ مَا زَالَ رَسُولُ اللهِ J يَقْنُتُ فِي الْفَجْرِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا (رواه أحمد، 12196)
“Diriwayatkan dari Anas bin Malik D, “Beliau
berkata, “Rasulullah Saw
senantiasa membaca qunut ketika shalat shubuh sehingga beliau wafat.” (HR.
Ahmad [12196]).
Pakar hadits al-‘Allamah Muhammad bin ‘Allan al-Shiddiqi dalam
kitabnya, al-Futuhat al-Rabbaniyyah menyatakan bahwa hadits inilah yang
benar, dan diriwayatkan serta di-shahih-kan oleh segolongan pakar yang
banyak hafal hadits. Di antara orang
yang menyatakan ke-shahih-an hadits ini adalah al-Hafizh Abu Abdillah
Muhammad bin Ali al-Balkhi, al-Hakim dalam kitab al-Mustadrak, dan di
beberapa tempat dari kitab yang ditulis oleh al-Baihaqi. Al-Daraquthni juga
meriwayatkannya dari beberapa jalur dengan berbagai sanad yang shahih. (Al-Futuhat
al-Rabbaniyyah ‘ala al-Adzkar al-Nawawiyyah, juz II, hal. 268).
Sedangkan redaksi doa qunut yang warid (diajarkan
langsung) oleh Nabi Saw
adalah:
اَللّهُمَّ اهْدِنَا فِيْمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنَا فِيْمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنَا فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لَنَا فِيْمَا اَعْطَيْتَ، وَقِنَا شَرَّ
مَا قَضَيْتَ، فَاِنَّكَ تَقْضِى وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ، وَاِنَّهُ لاَيَذِلُّ
مَنْ وَالَيْتَ، وَلاَيَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ، نَسْتَغْفِرُكَ وَنَتُوْبُ اِلَيْكَ
. (رواه النسائي 1725، وأبو داود 1214،
والترمذي 426، وأحمد 1625، والدارمي 1545، بسند صحيح).
“Ya Allah, berikanlah kami petunjuk seperti
orang-orang yang telah Engkau beri petunjuk.
Berilah kami perlindungan seperti orang-orang
yang telah Engkau beri perlindungan. Berilah kami pertolongan sebagaimana orang-orang yang Engkau
berikan pertolongan. Berilah berkah
pada segala yang telah Engkau berikan kepada kami. Jauhkanlah kami dari segala
kejahatan yang Engkau pastikan. Sesungguhnya Engkau Dzat yang maha menentukan
dan Engkau tidak dapat ditentukan.
Tidak akan hina orang yang Engkau lindungi. Dan tidak akan mulia orang yang Engkau musuhi. Engkau maha suci dan
maha luhur. Segala puji bagi-Mu atas segala yang Engkau pastikan. Kami mohon
ampun dan bertaubat kepada-Mu.” (HR.
al-Nasa’i [1725], Abu Dawud [1214], al-Tirmidzi [426], Ahmad [1625], dan
al-Darimi [1545] dengan sanad yang shahih).
=
Sedangkan hadits yang menyatakan bahwa Nabi Saw tidak melakukan qunut, tidak dapat dijadikan
alasan untuk tidak mensunnahkan, apalagi sampai melarang qunut. Karena
dalam kaidah disebutkan “al-mutsbit muqaddam ‘ala an-nafi” (yang
mengatakan ada didahulukan dari yang mengatakan tidak ada).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar