Kamis, 18 Februari 2016

QIRA'ATUL QUR'AN UNTUK ORANG MATI



||| QIRA'ATUL QUR'AN UNTUK ORANG MATI |||
Dalam membahas masalah ini, memang ada perselisihan dalam madzhab Syafi’i yang mana ada dua qaul (pendapat) yang seolah-olah bertentangan, namun kalau dirincikan maka akan nampak tidak ada bedanya. Sedangkan Imam Tiga (Abu Hanifah, Malik dan Ahmad bin Hanbal) [1] berpendapat bahwa pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada orang mati. Apa yang telah dituturkan oleh para Imam syafi’iyah yakni berupa petunjuk-petunjuk atau aturan dalam permasalahan ini telah benar-benar diamalkan dengan baik dalam kegiatan tahlilan.
Perlu diketahui, bahwa seandainya pun ada perselisihan dikalangan syafi’iyah dalam masalah seperti ini, maka itu hanyalah hal biasa yang sering terjadi ketika mengistinbath sebuah hukum diantara para mujtahid dan bukanlah sarana untuk berpecah belah sesama kaum Muslimin, dan tidak pula pengikut syafi’iyah berpecah belah hanya karena hal itu, tidak ada kamus yang demikian sekalipun ‘ulama berbeda pendapat, semua harus disikapi dengan bijak. Akan tetapi, sebagian pengingkar tahlilan selalu menggembar-gemborkan adanya perselisihan ini (masalah furu’), mereka mempermasalahkan yang tidak terlalu dipermasalahkan oleh syafi’iyah dan mereka mencoba memecah belah persatuan umat Islam terutama Syafi’iyah, dan ini tindakan yang terlarang (haram) dalam syariat Islam. Mereka juga telah menebar permusuhan dan melemparkan banyak tuduhan-tuduhan bathil terhadap sesama muslim, seolah-olah itu telah menjadi “amal dan dzikir” mereka sehari-hari, tiada hari tanpa menyakiti umat Islam. Na’udzubillah min dzalik. Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam sangat benci terhadap mereka yang suka menyakiti sesama muslimin. Berikut diantara qaul-qaul didalam madzhab Syafi’iyah yang sering dipermasalahkan : Imam an-Nawawi menyebut didalam al-Minhaj syarah Shahih Muslim :
والمشهور في مذهبنا أن قراءة القرآن لا يصله ثوابها ، وقال جماعة من أصحابنا : يصله ثوابها ، وبه قال أحمد بن حنبل
“Dan yang masyhur didalam madzhab kami (syafi’iyah) bahwa bacaan al-Qur’an pahalanya tidak sampai kepada mayyit, sedangkan jama’ah dari ulama kami (Syafi’iyah) mengatakan pahalanya sampai, dengan ini Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat”. [2]
Dihalaman lainnya beliau juga menyebutkan :
وأما قراءة القرآن فالمشهور من مذهب الشافعى أنه لا يصل ثوابها إلى الميت وقال بعض أصحابه يصل ثوابها إلى الميت وذهب جماعات من العلماء إلى أنه يصل إلى الميت ثواب جميع العبادات من الصلاة والصوم والقراءة وغير ذلك وفى صحيح البخارى فى باب من مات وعليه نذر أن بن عمر أمر من ماتت أمها وعليها صلاة أن تصلى عنها وحكى صاحب الحاوى عن عطاء بن أبى رباح واسحاق بن راهويه أنهما قالا بجواز الصلاة عن الميت وقال الشيخ أبو سعد عبد الله بن محمد بن هبة الله بن أبى عصرون من أصحابنا المتأخرين فى كتابه الانتصار إلى اختيار هذا، وقال الامام أبو محمد البغوى من أصحابنا فى كتابه التهذيب لا يبعد أن يطعم عن كل صلاة مد من طعام طعام وكل هذه إذنه كمال ودليلهم القياس على الدعاء والصدقة والحج فانها تصل بالاجماع
“Adapun pembacaan al-Qur’an, yang masyhur dari madzhab asy-Syafi’i pahalanya tidak sampai kepada mayyit, sedangkan sebagian ashabusy syafi’i (‘ulama syafi’iyah) mengatakan pahalanya sampai kepada mayyit, dan pendapat kelompok-kelompok ulama juga mengatakan sampainya pahala seluruh ibadah seperti shalat, puasa, pembacaan al-Qur’an dan selain yang demikian, didalam kitab Shahih al-Bukhari pada bab orang yang meninggal yang memiliki tanggungan nadzar, sesungguhnya Ibnu ‘Umar memerintahkan kepada seseorang yang ibunya wafat sedangkan masih memiliki tanggungan shalat supaya melakukan shalat atas ibunya, dan diceritakan oleh pengarang kitab al-Hawi dari ‘Atha’ bin Abu Ribah dan Ishaq bin Ruwaihah bahwa keduanya mengatakan kebolehan shalat dari mayyit (pahalanya untuk mayyit). Asy-Syaikh Abu Sa’ad Abdullah bin Muhammad Hibbatullah bin Abu ‘Ishrun dari kalangan syafi’iyyah mutaakhhirin (pada masa Imam an-Nawawi) didalam kitabnya al-Intishar ilaa ikhtiyar adalah seperti pembahasan ini. Imam al-Mufassir Muhammad al-Baghawiy dari anshabus syafi’i didalam kitab at-Tahdzib berkata ;  tidak jauh (tidaklah melenceng) agar memberikan makanan dari setiap shalat sebanyak satu mud, dan setiap hal ini izinnya sempurna, dan dalil mereka adalah qiyas atas do’a, shadaqah dan haji, sesungguhnya itu sampai berdasarkan ijma’.” [3]
Juga dalam al-Majmu’ syarah al-Muhadzdzab :
واختلف العلماء في وصول ثواب قراءة القرآن، فالمشهور من مذهب الشافعي وجماعة أنه لا يصل. وذهب أحمد بن حنبل وجماعة من العلماء وجماعة من أصحاب الشافعي إلى أنه يصل، والمختار أن يقول بعد القراءة: اللهم أوصل ثواب ما قرأته، والله أعلم اه
“’Ulama’ berikhtilaf (berselisih pendapat) terkait sampainya pahala bacaan al-Qur’an, maka yang masyhur dari madzhab asy-Syafi’i dan sekelompok ulama syafi’i berpendapat tidak sampai, sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal, sekelompok ‘ulama serta sebagian sahabat sy-Syafi’i berpendapat sampai. Dan yang dipilih agar berdo’a setelah pembacaan al-Qur’an : “ya Allah sampaikan (kepada Fulan) pahala apa yang telah aku baca”, wallahu a’lam”.[4]
Imam Syamsuddin Muhammad al-Khathib asy-Syarbini didalam Mughni :
تنبيه: كلام المصنف قد يفهم أنه لا ينفعه ثواب غير ذلك كالصلاة عنه قضاء أو غيرها، وقراءة القرآن، وها هو المشهور عندنا، ونقله المصنف في شرح مسلم والفتاوى عن الشافعي - رضي الله عنه - والأكثرين، واستثنى صاحب التلخيص من الصلاة ركعتي الطواف
“Tahbihun : perkataan mushannif sungguh telah dipahami bahwa tidak bermanfaat pahala selain itu (shadaqah) seperti shalat yang di qadha’ untuknya atau yang lainnya, pembacaan al-Qur’an, dan yang demikian itu adalah qaul masyhur disisi kami (syafi’iyah), mushannif telah menuqilnya didalam Syarhu Muslim dan al-Fatawa dari Imam asy-Syafi’i –radliyallahu ‘anh- dan kebanyak ulama, pengecualian shahiu Talkhis seperti shalat ketika thawaf ”.[5]
Imam al-Mufassir Ibnu Katsir asy-Syafi’i didalam penjelasan tafsir QS. An-Najm ayat 39 juga menyebutkan pendapat Imam asy-Syafi’i :
ومن وهذه الآية الكريمة استنبط الشافعي، رحمه الله، ومن اتبعه أن القراءة لا يصل إهداء ثوابها إلى الموتى؛
“Dan dari ayat ini, Imam asy-Syafi’i rahimahullah beristinbath (melakukan penggalian hukum), demikian juga orang yang mengikutinya bahwa bacaan al-Qur’an tidak sampai menghadiahkan pahalanya kepada mayyit”. [6]
Dari beberapa kutipan diatas, dapat disimpulkan bahwa dalam Madzhab Syafi’i ada dua pendapat yang seolah-olah berseberangan, yakni ;
Pendapat yang menyatakan pahala bacaan al-Qur’an tidak sampai, ini pendapat Imam asy-Syafi’i, sebagian pengikutnya ; kemudian ini di istilahkan oleh Imam an-Nawawi (dan ‘ulama lainnya) sebagai pendapat masyhur (qaul masyhur).
Pendapat yang menyatakan sampainya pahala bacaan al-Qur’an, ini pendapat ba’dlu ashhabis Syafi’i (sebagian ‘ulama Syafi’iyah) ; kemudian ini di istilahkan oleh Imam an-Nawawi (dan ulama lainnya) sebagai pendapat/qaul mukhtar (pendapat yang dipilih/ dipegang sebagai fatwa Madzhab dan lebih kuat), pendapat ini juga dipegang oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan imam-imam lainnya.

CATATAN KAKI :
[1] Lihat : Mughni Muhtaj lil-Imam al-Khatib as-Sarbini [4/110] ;
وحكى المصنف في شرح مسلم والأذكار وجها أن ثواب القراءة يصل إلى الميت كمذهب الأئمة الثلاثة، واختاره جماعة من الأصحاب منهم ابن الصلاح، والمحب الطبري، وابن أبي الدم، وصاحب الذخائر، وابن أبي عصرون، وعليه عمل الناس، وما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن، وقال السبكي: والذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت وتخفيف ما هو فيه نفعه، إذ ثبت أن الفاتحة لما قصد بها القارئ نفع الملدوغ نفعته، وأقره النبي - صلى الله عليه وسلم - بقوله: «وما يدريك أنها رقية» وإذا نفعت الحي بالقصد كان نفع الميت بها أولى اهـ.
“dan diceritakan oleh mushannif didalam Syarh Muslim dan al-Adzkar tentang suatu pendapat bahawa pahala bacaan al-Qur’an sampai kepada mayyit, seperti madzhab Imam Tiga (Abu Hanifah, Maliki dan Ahmad bin Hanbal), dan sekelompok jama’ah dari al-Ashhab (ulama Syafi’iyyah) telah memilih pendapat ini, diantaranya seperti Ibnu Shalah, al-Muhib ath-Thabari, Ibnu Abid Dam, shahib ad-Dakhair juga Ibnu ‘Abi Ishruun, dan umat Islam beramal dengan hal tersebut, apa yang oleh kaum Muslimin di pandang baik maka itu baik disisi Allah. Imam As-Subki berkata : dan yang menujukkan atas hal tersebut adalah khabar (hadits) berdasarkan istinbath bahwa sebagian al-Qur’an apabila di tujukan (diniatkan) pembacaannya niscaya memberikan  manfaat kepada mayyit dan meringankan (siksa) dengan kemanfaatannya. Apabila telah tsabit bahwa surah al-Fatihah ketika di tujukan (diniatkan) manfaatnya oleh si pembaca bisa bermanfaat bagi orang yang terkena sengatan, sedangkan Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam taqrir atas kejadian tersebut dengan bersabda : “Dari mana engkau tahu bahwa surah al-Fatihah adalah  ruqiyyah ?”, jika bermanfaat bagi orang hidup dengan mengqashadkannya (meniatkannya) maka kemanfaatan bagi mayyit dengan hal tersebut lebih utama. Selesai”.
I’anathuth Thalibin lil-Imam al-Bakri Syatha ad-Dimyathi [3/258] ;
وحكى المصنف في شرح مسلم والأذكار وجها أن ثواب القراءة يصل إلى الميت، كمذهب الأئمة الثلاثة، واختاره جماعة من الأصحاب، منهم ابن الصلاح، والمحب الطبري، وابن أبي الدم، وصاحب الذخائر، وابن أبي عصرون وعليه عمل الناس وما رآه المسلمون حسنا فهو عند الله حسن وقال السبكي الذي دل عليه الخبر بالاستنباط أن بعض القرآن إذا قصد به نفع الميت وتخفيف ما هو فيه، نفعه، إذ ثبت أن الفاتحة لما قصد بها القارئ نفع الملدوغ نفعته، وأقره النبي - صلى الله عليه وسلم - بقوله: وما يدريك أنها رقية؟ وإذا نفعت الحي بالقصد كان نفع الميت بها أولى اه (قوله: لا يصل ثوابها إلى الميت) ضعيف (وقوله: وقال بعض أصحابنا يصل) معتمد
“...... (frasa, pahala bacaaan al-Qur’an tidak sampai kepada mayyit) merupakan qaul yang lemah (frasa ; dan sebagian ashhab kami –syafi’iyyah- mengatakan sampai pahalanya kepada mayyit ) merupakan qaul yang kuat atau mukmatad”.
Tuhfatul Habib (Hasyiyah al-Bujairami) [2/302] :
وقد نقل الحافظ السيوطي أن جمهور السلف والأئمة الثلاثة على وصول ثواب القراءة للميت
“dan sungguh al-Hafidz As-Suyuthi telah menaqal bahwa Jumhur Salafush Shaleh dan Aimmatuts Tsalatsah (Imam Tiga : Abu Hanifah, Malik, Ahmad bin Hanbal) menyatakan sampainya pahala bacaan al-Qur’an untuk mayyit”.
[2] Lihat : Syarah Shahih Muslim [7/90].
[3] Lihat : Syarah Shahih Muslim [1/90].
[4] Lihat : al-Majmu’ syarah al-Muhadzdzab lil-Imam an-Nawawi [15/522] ; al-Adzkar lil-Imam an-Nawawi hal. 165.
[5] Lihat : Mughni Muhtaj lil-Imam Syamsuddin Muhammad al-Khathib asy-Syarbini (4/110).
[6] Lihat : Tafsirul Qur’an al-‘Adzim lil-Imam Ibnu Katsir asy-Syafi’i [7/431].
http://www.forsansalaf.com

Tidak ada komentar:

Jual beli online dan menyusui anak orang kafir

*SOAL* Bahsulmasail# 1_ *bagaimana hukum orang jual beli online, kalo di bolehkan bagaimana cara akadnya apakah sah hanya melewati telpon sa...