Kamis, 16 Februari 2017

Tiga Sendi Utama Ajaran Islam

Tiga Sendi Utama Ajaran Islam
Islam adalah agama Allah SWT yang diturunkan untuk seluruh manusia. Di dalamnya terdapat pedoman dan aturan demi kebahagiaan dan keselamatan di dunia dan akhirat.
Ada tiga hal yang menjadi sendi utama dalam agama Islam. Yakni Iman, Islam dan Ihsan. Dalam sebuah hadits diceritakan:
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ Z قَالَ، بَيْنَمَا نَحْنُ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ  Tذَاتَ يَوْمٍ اِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ، شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ، لاَيُرَى عَلَيْهِ اَثَرُ السَّفَرِ وَلاَيَعْرِفُهُ مِنَّا اَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ اِلَى النَّبِيِّ T فَأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ اِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ اَخْبِرْنِى عَنِ اْلإِسْلاَمِ ؟ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ T: اَلإِسْلاَمُ اَنْ تَشْهَدَ اَنْ لاَاِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَتُقِيْمَ الصَّلاَةَ وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ وَتَصُوْمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الْبَيْتَ اِنِ اسْتَطَعْتَ اِلَيْهِ سَبِيْلاً. قَالَ: صَدَقْتَ. قَالَ: فَعَجَبْنَا لَهُ يَسْأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ. قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِيْمَانِ ؟ قَالَ: اَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرَ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدْرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ، قَالَ: صَدَقْتَ. قَالَ: فَأَخْبِرْنِي عَنِ اْلإِحْسَانِ ؟ قَالَ: اَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ وَاِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ، قَالَ: ثُمَّ انْطَلَقَ فَلَبِثْتُ مَلِيًّا، ثُمَّ قَالَ لِى يَا عُمَرُ اَتَدْرِي مَنِ السَّائِلُ ؟ قُلْتُ اَللهُ وَرَسُوْلُهُ اَعْلَمُ، قَالَ فَإِنَّهُ جِبْرِيْلُ اَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِيْنَكُمْ (رواه مسلم: 9)
“Dari Umar bin al-Khaththab Z, berkata: “Pada suatu hari kami berkumpul bersama Rasulullah T, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang bajunya sangat putih, rambutnya sangat hitam. Tidak kelihatan tanda-tanda kalau dia melakukan perjalanan jauh, dan tak seorangpun dari kami yang mengenalnya. Laki-laki itu kemudian duduk di hadapan Nabi T sambil menempelkan kedua lututnya pada lutut Nabi T. Sedangkan kedua tangannya diletakkan di atas paha Nabi T. Laki-laki itu bertanya, “Wahai Muhammad beritahukanlah aku tentang Islam”. Rasulullah T menjawab, “Islam adalah kamu bersaksi tiada tuhan selain Allah SWT dan Muhammad adalah utusan Allah SWT, mengerjakan shalat, menunaikan zakat, puasa pada bulan ramadhan dan kamu haji ke Baitullah jika kamu telah mampu melaksanakannya”. Laki-laki itu menjawab, “Kamu benar”. Umar berkata, “Kami heran kepada laki-laki tersebut, ia bertanya tapi ia sendiri yang membenarkannya”. Laki-laki itu bertanya lagi, “Beritahukanlah aku tentang Iman”. Nabi T menjawab “Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat dan qadar (ketentuan) Allah yang baik dan yang buruk”. Laki-laki itu menjawab, “Kamu benar”. Laki-laki itu bertanya lagi, “Beritahukanlah aku tentang Ihsan.” Nabi T menjawab, “Ihsan adalah kamu menyembah Allah SWT seolah-olah kamu melihat-Nya, jika kamu tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Ia melihatmu”. Kemudian orang itu pergi. Setelah itu aku (Umar) diam beberapa saat. Kemudian Rasulullah T bertanya kepadaku, “Wahai Umar siapakah orang yang datang tadi?” Aku menjawab, “Allah SWT dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Lalu Nabi T bersabda, “Sesungguhnya laki-laki itu adalah Malaikat Jibril AS. Ia datang kepadamu untuk mengajarkan agamamu”. (HR. Muslim: 9).
Dari sisi keilmuan semula ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak terbagi-bagi. Namun dalam perkembangan selanjutnya para ulama mengadakan pemisahan, sehingga menjadi bagian ilmu tersendiri. Bagian-bagian itu mereka elaborasi sehingga menjadi bagian ilmu yang berbeda. Perhatian terhadap Iman memunculkan ilmu tauhid atau ilmu kalam. Perhatian khusus pada aspek Islam (dalam pengertian yang sempit) menghadirkan ilmu fiqh atau ilmu hukum Islam dan penelitian terhadap dimensi Ihsan melahirkan ilmu tashawwuf atau ilmu akhlaq. (Pemikiran KH. Achmad Siddiq, hal. 1-2).
Namun demikian, meskipun telah menjadi ilmu tersendiri, dalam tataran pengamalan kehidupan beragama, tiga perkara itu harus diterapkan secara bersamaan tanpa melakukan pembedaan. Tidak terlalu mementingkan aspek Iman dan meninggalkan dimensi Ihsan dan Islam, atau sebaliknya. Misalnya orang yang sedang shalat, dia harus mengesakan Allah disertai keyakinan bahwa hanya Dia yang wajib disembah (iman), harus memenuhi syarat dan rukun shalat (Islam), dan shalat harus dilakukan dengan khusyu’ dan penuh penghayatan (ihsan). Allah SWT berfirman:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلاَ تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ. (البقرة: 208)

 “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syetan. Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. al-Baqarah: 208).

Tidak ada komentar:

Jual beli online dan menyusui anak orang kafir

*SOAL* Bahsulmasail# 1_ *bagaimana hukum orang jual beli online, kalo di bolehkan bagaimana cara akadnya apakah sah hanya melewati telpon sa...